Oleh: Syaikh 'Abdur Razzaq bin 'Abdul Muhsin Al-Badr
Sesungguhnya berdzikir dan mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan perkataan dan berbuatan baik yang Dia cintai, tidak akan diterima di sisi-Nya kecuali jika seorang yang beribadah melaksanakannya dengan memenuhi 3 rukun, yaitu: rasa cinta, takut dan harapan.
Inilah 3 rukun ibadah hati yang mana ibadah apapun tidak akan diterima oleh Allah kecuali jika terpenuhi ketiga-tiganya. Sehingga Allah subhanahu wa ta'ala diibadahi berdasarkan rasa cinta kepada-Nya, harapan akan pahala-Nya, dan rasa takut terhadap siksa-Nya. Allah subhanahu wa ta'ala telah menggabungkan penyebutan tiga rukun ini di dalam surat Al-Fatihah yang merupakan seutama-utama surat di dalam Al-Qur'an. Maka firman Allah subhanahu wa ta'ala:
الْØَÙ…ْدُ للّÙ‡ِ رَبِّ الْعَالَÙ…ِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (Al-Fatihah: 2)
Di dalamnya terkandung rasa cinta, karena Allah adalah Dzat yang melimpahkan nikmat, dan Dzat yang melimpahkan nikmat itu dicintai sesuai dengan kadar nikmat yang diberikannya. Dan karena alhamdu maknanya adalah pujian yang disertai rasa cinta kepada yang dipuji.
Sedangkan firman Allah subhanahu wa ta'ala
الرَّØْمنِ الرَّØِيمِ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al-Fatihah: 3)
Di dalamnya terkandung rasa berharap. Seorang mukmin senantiasa mengharap rahmat Allah dan antusias untuk memperolehnya.
Sedangkan firman Allah subhanahu wa ta'ala
Ù…َÙ„ِÙƒِ ÙŠَÙˆْÙ…ِ الدِّينِ
“Yang menguasai hari pembalasan” (Al-Fatihah: 4)
Di dalamnya terkandung rasa takut. Dan yaumid adalah hari perhitungan dan pembalasan (amal perbuatan).
Kemudian Allah subhanahu wa ta'ala berfirman
Ø¥ِÙŠَّاكَ Ù†َعْبُدُ وإِÙŠَّاكَ Ù†َسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” (Al-Fatihah: 5)
Yakni aku menyembah-Mu wahai Rabbku dengan tiga rukun ibadah hati yang telah lewat itu: berdasarkan rasa cinta kepada-Mu, harapan akan pahala dari-Mu dan rasa takut terhadap siksa-Mu. Maka inilah tiga rukun ibadah yang tegak di atasnya firman Allah subhanahu wa ta'ala
Ø¥ِÙŠَّاكَ Ù†َعْبُدُ وإِÙŠَّاكَ Ù†َسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” (Al-Fatihah: 5)
Maka firman Allah subhanahu wa ta'ala
Ø¥ِÙŠَّاكَ Ù†َعْبُدُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah”
Tidaklah tegak kecuali dengan rasa cinta yang telah ditunjukkan oleh firman Allah subhanahu wa ta'ala
الْØَÙ…ْدُ للّÙ‡ِ رَبِّ الْعَالَÙ…ِينَ
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (Al-Fatihah: 2)
Dan tegak di atas rasa berharap yang telah ditunjukkan oleh firman Allah subhanahu wa ta'ala
الرَّØْمنِ الرَّØِيمِ
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al-Fatihah: 3)
Dan tegak di atas rasa takut yang telah ditunjukkan oleh firman Allah subhanahu wa ta'ala
Ù…َÙ„ِÙƒِ ÙŠَÙˆْÙ…ِ الدِّينِ
“Yang menguasai hari pembalasan” (Al-Fatihah: 4)
Dan Allah subhanahu wa ta'ala telah menggabungkan pula di antara rukun-rukun ini di dalam firman-Nya yang artinya:
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya, dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah seuatu yang (harus) ditakuti” (Al-Isra' : 57)
Maka sesungguhnya mencari jalan (kepada Allah) adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya dengan mencintai-Nya, melaksanakan apa saja yang dicintainya. Kemudian Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, “Dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya”, Dia menggabungkanr rasa cinta dan takut serta berharap. Demikian pula dalam firman-Nya yang artinya
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” (Al-Anbiyaa': 90)
Oleh karenanya, ketika beribadah dan berdzikir kepada Allah, seorang hamba wajib menggabungkan tiga rukun (ibadah hati) ini, yaitu: rasa cinta, takut dan berharap. Ia tidak boleh beribadah kepada Allah dengan salah satu rukun tanpa yang lainnya, seperti beribadah kepada Allah hanya diiringi dengan rasa berharap saja, atau rasa takut saja. Maka dari itu, sebagian ulama berkata: “Barangsiapa beribadah kepada Allah karena didorong rasa cinta saja, maka ia adalah seorang zindiq. Barangsiapa beribadah kepada Allah karena didorong rasa takut saja, maka ia adalah seorang Haruri (khowarij). Barangsiapa beribadah kepada Allah karena didorong rasa berharap saja, maka ia adalah seorang murjiah. Dan barangsiapa beribadah kepada Allah karena didorong rasa cinta, takut dan berharap maka ia adalah seorang mukmin yang muwahhid (ahli tauhid) (Lihat Majmu' Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah)
Rukun yang paling besar dan agung dari tiga rukun ini adalah rasa cinta, yakni cinta kepada Allah subhanahu wa ta'ala yang merupakan pondasi dasar dan induk (ajaran) agama Islam. Rasa cinta merupakan kedudukan yang mulia, dimana orang-orang yang berlomba-lomba menggapainya. Ia merupakan makanan pokok bagi hati, gizinya ruh, penyejuk mata dan ruhnya iman dan amal. Barangsiapa tidak dapat memperolehnya di dalam kehidupan dunia ini, maka semua kehidupannya adalah kesengsaraan dan kepedihan.
Kemudian disamping adanya rasa cinta, seorang hamba wajib beribadah kepada Allah dengan diriingi rasa takut kepada Rabb-Nya subhanahu wa ta'ala. Jika ia melihat dosa-dosanya dan keadilan Allah serta kerasnya siksa-Nya, ia merasa takut kepada Rabbnya. Dan jika ia melihat karunianya yang bersifat umum dan khusus serta ampunan-Nya yang mencakup (segala dosa), ia berharap kepada-Nya. Jika diberi taufiq untuk melaksanakan ketaatan, ia berharap dari Rabb-Nya kesempurnaan nikmat-Nya dengan menerima ketaatannya dan ia merasa takut ditolak oleh-Nya disebabkan kelalaiannya dalam memenuhi hak-hak-Nya.
Dan jika ia diuji dengan kemaksiatan, ia berharap kepada Rabbnya agar taubatnya diterima dan dihapuskan (dosa) kemaksiatannya serta merasa takut akan disiksa disebabkan lemahnya dorongan taubat dan terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Ketika memperoleh kenikmatan dan kesenangan ia berharap kepada Allah agar selalu ada dan bertambah serta dikaruniai taufiq untuk mensyukurinya, dan merasa takut kenikmatan dan kesenangan tersebut dicabut oleh-Nya disebabkan kekurangannya dalam bersyukur kepada-Nya. Ketika mengalami kesulitan dan musibah yang menimpanya, ketika ia menjalankan kewajiban untuk bersabar, dan ia juga merasa takut terkumpulnya dua musibah, yaitu hilangnya pahala yang dicintai dan datangnya perkara yang dibenci bila ia tidak dikaruniai taufiq oleh Allah untuk menjalankan kewajiban bersabar.
Maka seseorang mukmin yang muwahid (ahli tauhid) akan senantiasa merasa takut dan berharap (kepada Allah subhanahu wa ta'ala ) pada setiap keadaan. Dan inilah yang wajib dilakukan (dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala ), karena ia akan bermanfaat dan mendatangkan kebahagiaan, akan tetapi ada 2 akhlak tercela yang dikhawatirkan menimpa seorang hamba, yaitu rasa takut yang menguasai dirinya sehingga ia merasa putus asa dari rahmat Allah, atau rasa berharap yang berlebihan sehingga ia merasa aman dari tipu daya dan siksaan Allah. Kapan saja seseorang hamba sampai pada keadaan seperti ini, berarti ia telah menyia-nyiakan kewajiban merasa takut dan berharap (kepada Allah subhanahu wa ta'ala ) yang keduanya termasuk prinsip utama agama yang paling agung dan kewajiban yang paling besar.
Sesungguhnya rasa takut yang terpuji dan benar adalah rasa takut yang dapat menghalangi seseorang hamba dari apa-apa yang Allah haramkan. Apabila rasa takut itu berlebihan maka dikhawatirkan ia terjatuh pada sifat putus asa dari rahmat Allah. Sedangkan rasa berharap yang terpuji dan benar adalah rasa berharap yang selalu ada ketika menjalankan ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya (petunjuk) dari Allah. Adapun bila seseorang berlarut-larut dalam kelalaian dan kesalahan dan tenggelam dalam perbuatan dosa dan maksiat, sementara ia mengharap rahmat Allah tanpa beramal (ketaatan), maka yang demikian itu merupakan sikap tertipu, angan-angan dan harapan yang dusta. Oleh karena itu, sebagian ulama salaf berkata “Rasa takut dan berharap ibarat 2 sayap burung, apabila keduanya sejajar, maka burung akan tegak dan terbang dengan sempurna. Akan tetapi apabila salah satu sayapnya kurang, maka burung itu memiliki kekurangan, dan apabila kedua sayapnya hilang, maka burung itu akan berada di ambang kematian”
Demikianlah, dan aku memohon kepada Allah yang Maha Mulia agar memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk dapat mewujudkan kedudukan-kedudukan yang agung ini, yakni rasa cinta, takut dan berharap. Dan aku memohon kepada-Nya agar menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang beribadah kepada Allah karena dorongan rasa cinta, berharap pahala, dan takut terhadap siksa-Nya, dan agar Dia menolong kita untuk dapat menyempurnakan itu semua dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar segala doa, dan hanya kepada-Nya kami berharap, dan cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung
Diambil dari “Fikih Doa dan Dzikir” karya Syaikh 'Abdur Razzaq bin 'Abdul Muhsin Al-Badr', penerbit Pustaka Darul Ilmi