Masyarakat muslim memiliki tradisi berlebaran ketupat dengan menikmati berbagai jenis masakan ketupat pada hari ketujuh setelah idul fitri. Di kabupaten Gresik Jawa Timur, warga setempat memiliki makanan ketupat tradisional yang di masak menggunakan air sumur minyak peninggalan Belanda yang di kenal dengan nama Kupat Ketheg.
Dari lokasi sumur minyak tua peninggalan Belanda yang mengeluarkan lantung, warga sekitar kompleks makam Sunan Giri, yakni Kelurahan Ngargosari dan Sekarkurung Kecamatan Kebomas, berusaha mendapatkan ketheg, untuk bahan memasak ketupat. Di dua desa ini, masih terdapat belasan sisa sumur minyak peninggalan Belanda yang sudah tidak berproduksi.
Keteg adalah endapan minyak mentah yang keluar dari sumur minyak tua yang berwarna kehijau-hijauan. Air ketheg atau air lantung inilah yang kemudian menjadi air utama untuk memasak ketupat sehingga berasa gurih dan asin.
Sepintas, ketupat ketek tak jauh beda dengan ketupat pada umumnya yang terdiri dari rangkaian daun janur berisi beras. Ketupat ketheg dibuat menggunakan daun pohon kebang, sejenis daun lontar yang banyak tumbuh di daerah perbukitan di Kabupaten Lamongan. Di samping itu, isi ketupat ketheg adalah ketan putih murni. Karena memasaknya menggunakan air ketheg, rasa ketupat ini sangat khas, yaitu gurih sedangkan warnanya agak kuning ke emasan.
Air lantung atau air ketheg yang baru di ambil, tidak bisa langsung digunakan untuk memasak karena kondisinya masih keruh, tetapi harus diendapkan selama tujuh hari, agar airnya jernih dan terlihat bersih saat akan di gunakan untuk memasak.
Sudah bertahun-tahun lamanya, warga menggunakan air ketheg ini untuk memasak ketupat terutama di hari raya ketupat seperti sekarang ini. Bahkan, sebagian warga, ada yang menggantungkan hidupnya pada penjualan ketupat ketheg. Salah satunya adalah keluarga Nur Istiqomah (40 Tahun) yang telah menekuni usahanya secara turun temurun.
Di hari-hari biasa, keluarga Nur Istiqomah hanya menghabiskan 10 kilo gram ketan saja setiap harinya untuk pembuatan ketupat keteg. Namun, banyaknya pesanan di hari lebaran ketupat ini, Nur Istiqomah mampu menghabiskan 200 kilo gram ketan. Untuk 1 Kilo Gram ketan putih bisa di buat ketupat ketheg sebanyak 10 ketupat. 1 ketupat di jual seharga 1.500 Rupiah. “Untuk lebaran ketupat ini, permintaan naik hingga 10 kali lipat”, ujar Istiqomah.
Kupat ketheg, begitulah warga menyebutnya, memang dibuat oleh warga hanya untuk merayakan lebaran ketupat, atau sepekan, usai mereka merayakan idhul fitri, untuk menjamu tamu-tamu lebaran yang bersilaturrahmi ke rumah mereka.
Karena banyaknya peminat, ketupat ketheg, kini tidak hanya dibuat saat perayaan lebaran. Tetapi juga pada hari-hari biasa, yang biasa di jumpai di kompleks makam sunan Giri di kota Gresik.
Dengan memasak menggunakan air ketheg, ketupat ini mampu bertahan hingga lebih dari 15 hari lamanya. Dengan begitu, ketupat ketheg, tak hanya cocok untuk makanan lebaran ketupat saja, tapi, bisa juga untuk oleh-oleh mudik dari kota Gresik.
Dari lokasi sumur minyak tua peninggalan Belanda yang mengeluarkan lantung, warga sekitar kompleks makam Sunan Giri, yakni Kelurahan Ngargosari dan Sekarkurung Kecamatan Kebomas, berusaha mendapatkan ketheg, untuk bahan memasak ketupat. Di dua desa ini, masih terdapat belasan sisa sumur minyak peninggalan Belanda yang sudah tidak berproduksi.
Keteg adalah endapan minyak mentah yang keluar dari sumur minyak tua yang berwarna kehijau-hijauan. Air ketheg atau air lantung inilah yang kemudian menjadi air utama untuk memasak ketupat sehingga berasa gurih dan asin.
Sepintas, ketupat ketek tak jauh beda dengan ketupat pada umumnya yang terdiri dari rangkaian daun janur berisi beras. Ketupat ketheg dibuat menggunakan daun pohon kebang, sejenis daun lontar yang banyak tumbuh di daerah perbukitan di Kabupaten Lamongan. Di samping itu, isi ketupat ketheg adalah ketan putih murni. Karena memasaknya menggunakan air ketheg, rasa ketupat ini sangat khas, yaitu gurih sedangkan warnanya agak kuning ke emasan.
Air lantung atau air ketheg yang baru di ambil, tidak bisa langsung digunakan untuk memasak karena kondisinya masih keruh, tetapi harus diendapkan selama tujuh hari, agar airnya jernih dan terlihat bersih saat akan di gunakan untuk memasak.
Sudah bertahun-tahun lamanya, warga menggunakan air ketheg ini untuk memasak ketupat terutama di hari raya ketupat seperti sekarang ini. Bahkan, sebagian warga, ada yang menggantungkan hidupnya pada penjualan ketupat ketheg. Salah satunya adalah keluarga Nur Istiqomah (40 Tahun) yang telah menekuni usahanya secara turun temurun.
Di hari-hari biasa, keluarga Nur Istiqomah hanya menghabiskan 10 kilo gram ketan saja setiap harinya untuk pembuatan ketupat keteg. Namun, banyaknya pesanan di hari lebaran ketupat ini, Nur Istiqomah mampu menghabiskan 200 kilo gram ketan. Untuk 1 Kilo Gram ketan putih bisa di buat ketupat ketheg sebanyak 10 ketupat. 1 ketupat di jual seharga 1.500 Rupiah. “Untuk lebaran ketupat ini, permintaan naik hingga 10 kali lipat”, ujar Istiqomah.
Kupat ketheg, begitulah warga menyebutnya, memang dibuat oleh warga hanya untuk merayakan lebaran ketupat, atau sepekan, usai mereka merayakan idhul fitri, untuk menjamu tamu-tamu lebaran yang bersilaturrahmi ke rumah mereka.
Karena banyaknya peminat, ketupat ketheg, kini tidak hanya dibuat saat perayaan lebaran. Tetapi juga pada hari-hari biasa, yang biasa di jumpai di kompleks makam sunan Giri di kota Gresik.
Dengan memasak menggunakan air ketheg, ketupat ini mampu bertahan hingga lebih dari 15 hari lamanya. Dengan begitu, ketupat ketheg, tak hanya cocok untuk makanan lebaran ketupat saja, tapi, bisa juga untuk oleh-oleh mudik dari kota Gresik.