• Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator
Google Tests Mobile Homepage with Places Buttons
Ocimnet - Google has been pretty bullish on its local and location services and one big aspect of that is Google Places and all of the services around it. Places is becoming a huge directory of every place of interest on Earth and Google has been integrating the service and the data into some of its other services, like Maps and the search results.

Now though, it looks like the company is making the biggest step yet, it has started testing Places integration on the Google homepage for mobile devices.

Several users are reporting seeing a brand new homepage with Places buttons.

The buttons provide quick links to Restaurants, Coffee, Bars as well as a drop-down menu with more categories. There's nothing new here, all of the data is already accessible via Google Maps, Place pages and sometimes via search results as well.

But it is a pretty big step for Google on several accounts. On the one hand, it signals that Places has grown up, it's now an integral part of the Google search experience, at least on the mobile front.

This makes sense, since a large percentage of mobile searches have to do with local information and location, according to Google itself.

On the other hand, it's also a big change for the Google homepage. The company has prided itself in maintaining a clean homepage, even as it added tens of new services to as arsenal.

Even on the mobile front, Google only has a few links to its most popular services and that's it, the page is dedicated to the search box and little else.

Google is likely still experimenting with the feature, but it seems to be a pretty widespread test indicating that it may roll out the new homepage sooner rather than later.

[via - softpedia]
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator
Banyak yang menanyakan mengenai cara mengupgrade joomla  dengan cara manual. Sebenarnya sangat mudah dan cepat,  cukup melibatkan file patch joomla dan menimpa file instalasi lama tersebut. Anda dapat menemukan di sini patch instalasi joomla dan pastikan Anda men-download dengan satu. Zip ekstensi.

Langkah 1: Buka cPanel -> File Manager dan navigasikan ke folder instalasi Joomla aplikasi Anda. Kemudian klik pada [Upload File] tombol.

Langkah 2: Kemudian browse file dan memilih Paket Patch dari komputer lokal yang sudah di download sebelumnya  dan klik tombol Upload.

Langkah 3: Setelah proses upload selesai, silahkan untuk klik kanan pada file patch dan pilih ‘extract’ pada instalasi joomla lama yang akan dilakukan upgrade. Secara otomatis file instalasi lama akan overwrite dengan file pada patch joomla tersebut.

Langkah 4: Proses upgrade telah selesai, silahkan anda akses halaman administrator joomla tersebut untuk memeriksa apakah anda berada pada versi joomla yang di inginkan.
Selesai !!!
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator


Resep Telur Masak Asam Pedas
Bahan :

  • 6 btr telur
  • 2 siung bawang putih,cincang halus
  • 2 btr bawang merah,cincang halus
  • 3 buah cabai merah besar,buang bijinya,cincang halus
  • 3 lbr daun jeruk,buang tulang daunnya
  • 1 btg serai,memarkan,iris halus
  • 1 lbr daun salam
  • 1/2 sdt garam
  • 1 sdt gula merah
  • 2 sdt air jeruk nipis
  • 2 tangkai kucai,potong-potong
  • 300 ml santan
  • 3 sdm minyak untuk menumis
Bumbu halus :
  • 2 siung bawang putih
  • 2 btr bawang merah
  • 1 cm lengkuas
  • 10 buah cabai rawit merah
  • 1 cm jahe
  • 1 btr kemiri,sangrai
Cara membuat :
  1. Didihkan 1 ltr air bersama 1 sdt garam dan 1/2 sdt cuka. Pecahkan telur satu per satu ke dalam air mendidih.Biarkan sampai matang. Angkat dan tiriskan.
  2. Tumis bawang merah dan bawang putih sampai layu.Masukkan bumbu halus,cabai merah, daun jeruk, serai, dan daun salam sampai harum.
  3. Tuang santan.Masak sambil diaduk sampai mendidih. Tambahkan telur. Aduk rata. Masukkan garam dan gula merah. Aduk rata. Masak sambil sesekali diaduk sampai matang dan kuah kental.
  4. Tambahkan air jeruk nipis dan kucai. Aduk rata.
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator


Resep Botok Telur Asin

Bahan :
  • 5 btr telur asin mentah
  • 125 ml santan kental
  • 1 ikat daun kemangi
  • 10 btr cabai rawit merah
  • 2 lbr daun salam
  • 2 lbr daun jeruk purut
  • 1 btg serai,memarkan
  • 4 buah cabai merah,buang biji,iris serong tipis
  • minyak goreng secukupnya
  • daun pisang untuk membungkus
Bumbu halus :
  • 3 siung bawang putih
  • 3 btr bawang merah
  • 1/2 sdt merica bubuk
  • garam,gula pasir secukupnya
Cara Membuat :
  1. Tumis bumbu halus,daun jeruk,daun salam,serai dan irisan cabai merah sampai harum. Buang daun salam dan serai.
  2. Tambahkan santan kental,aduk2 rata.
  3. Ambil daun secukupnya,pecahkan 1 butir telur asin diatasnya. Beri 2 sendok makan campuran santan dengan bumbu,tambahkan 3 lbr daun kemangi dan 2 buah cabai rawit.
  4. Bungkus berbentuk tum.Lakukan sampai adonan habis.
  5. Kukus hingga matang kurang lebih 15 menit. Angkat dan sajikan selagi hangat.
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator


Resep Omelet Lapis Bayam
Bahan :

  • 8 btr telur
  • 1 sdt garam
  • 1/2 sdt merica bubuk
  • 1/2 buah bawang bombay,iris halus
  • 100 gr daging giling
  • 1/4 buah paprika merah,potong kotak kecil
  • 25 gr jamur kancing,potong 2 bagian
  • 50 gr bayam,rebus,tiriskan
  • 1/2 sdm saus tiram
  • 1/2 sdt saus tomat
  • 1/8 sdt garam
  • 1/8 sdt merica bubuk
Cara membuat :
  1. Panaskan 1 sdm margarin.Tumis daging dan paprika sampai berubah warna.Tambahkan jamur.Aduk rata.
  2. Masukkan saus tiram,saus tomat,garam dan merica.Aduk rata.Sisihkan.
  3. Kocok lepas telur,garam,merica dan bawang bombay. Bagi menjadi 3 bagian.
  4. Panaskan pan dadar kotak dan oles dengan sedikit minyak goreng. Tuang 1/3 adonan telur.Biarkan setengah matang.Balik adonan. Tata bayam. Taburkan tumisan. Tuang lagi 1/3 adonan telur. Tutup. Biarkan setengah matang. Balik lagi adonan. Tata bayam. Tabur tumisan. Tuang sisa telur. Setelah setengah matang, balik adonan. Tutup dan biarkan matang.
  5. Angkat dan sajikan selagi hangat bersama saus sambal.
(sumber-Saji)

  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator


Resep Kacang Mete Goreng Gurih

Bahan:
  • 500 kg kacang mete mentah kupas
Bumbu(aduk rata) :
  • 1/2 sdt gula pasir
  • 1 sdt garam
  • 2 siung bawang putih,parut
  • 25 ml air
  • minyak untuk menggoreng
Cara membuat :
  1. Aduk kacang mete dengan bumbu hingga rata. Diamkan selama 1 jam agar meresap.
  2. Tiriskan kacang mete, goreng secara bertahap dalam minyak banyak di atas api sedang hingga kuning kecokelatan dan kering.
  3. Angkat dan tiriskan.Dinginkan,simpan dalam wadah bertutup.
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator


Resep Omelet Burger
Bahan :

  • 4 btr telur
  • 200 gr daging giling
  • 1/2 buah bawang bombay,cincang
  • 3 1/2 sdt kecap inggris
  • 1 sdt saus tomat
  • 1/2 sdt merica bubuk
Pelengkap :
  • 8 buah roti burger
  • 8 lbr daun selada segar
  • 2 buah tomat
  • 8 lbr keju slice
  • 8 sdm mayones
  • 200 gr french fries
Cara membuat :
  1. Aduk semua bahan burger sampai tercampur rata.
  2. Letakkan ring diameter 9 cm di atas wajan yang sudah dioleskan margarin. Tuang adonan telur ke dalamnya.Panggang sampai kedua sisinya kuning kecoklatan,jangan lupa untuk dibolak-balik.Biarkan matang.Angkat
  3. Oles roti dengan mayones.Tata selada, omelet burger, tomat, dan keju.
  4. Sajikan dengan french fries.
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator


Resep Botok Kangkung Cumi Asin
Bahan :
  • 200 gr kangkung,petiki
  • 150 gr kelapa muda parut kasar
  • 25 gr petai cina
  • 50 gr cumi asin,seduh air panas,tiriskan,potong – potong
  • 100 ml santan kental
  • daun pisang, untuk membungkus
Bumbu halus :
  • 4 buah cabai merah
  • 5 buah cabai rawit
  • 3 siung bawang putih
  • 1 cm kencur
  • 2 lbr daun jeruk,buang tulangnya
  • 1/2 sdt garam
Cara membuat :
  1. Aduk semua bahan dan bumbu halus jadi satu sampai tercampur rata.
  2. Bungkus dengan daun bentuk tum,sampai adonan habis.
  3. Kukus dalam panci kukusan yg sebelumnya telah dipanaskan.Kukus selama 20 menit sampai matang.Angkat dan sajikan dengan nasi putih hangat
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator
Bung Karno














Rachmawati Soekarnoputri bercerita, salah satu yang cukup berkesan dari ayahnya, Presiden Soekarno, adalah perhatiannya apabila anak-anaknya sedang sakit. ”Bung Karno bisa meninggalkan acara penting apabila salah satu anaknya ada yang sedang sakit,” ujar Rachmawati yang dilahirkan di Istana Merdeka tahun 1953.

Menurut Rachmawati, putri ketiga pasangan Bung Karno dan Fatmawati, ketika ia sedang sakit, presiden pertama RI itu mendatanginya dan membelai-belai rambutnya. ”Bapak datang ke kamar saya dan menawarkan makanan apa yang paling saya sukai,” ujar Rachma.


Maka, ketika Bung Karno dikarantina di Batutulis, Bogor, 1968, Rachmawati merasa kasihan kepada ayahnya yang sedang menderita sakit. Rachma datang ke rumah Presiden Soeharto (waktu itu) di Jalan Cendana, Jakarta. Rachma minta agar Bung Karno dipindahkan ke Jakarta. Pak Harto saat itu setuju dan berjanji akan mengatur kepindahan Bung Karno ke Jakarta. Sikap Pak Harto itu membuat air mata Rachma berlinang. ”Ya, waktu itu saya datang ke Jalan Cendana,” kata Rachma.

Pak Harto
Salah satu dari sejuta hal kecil menarik dari Pak Harto adalah apabila ia sedang ada di wilayah pertanian dan peternakan Tapos, Bogor, Jawa Barat. Apabila di tempat yang dingin ini, Soeharto tampak santai sekali. Para tamunya yang datang ke tempat ini diberi hidangan arem-arem yang dilapisi telur dadar (omelet).

Sambil berjalan keliling tempat pertanian dan peternakan yang dibangun pada 1974 itu, Pak Harto memperkenalkan sapi-sapi, kambing-kambing, serta rumput gajah. Tak pernah lupa Pak Harto mengatakan, ”Di sana itu ada deretan pohon-pohon kayu manis. Kalau daun mudanya sedang tumbuh, warnanya kemerah-merahan, indah sekali.”

BJ Habibie
Sementara itu, Presiden BJ Habibie sering bercerita kepada wartawan tentang kegiatannya berenang sebelum berangkat ke Istana Kepresidenan. Ia juga sering melantunkan lagu ”Widuri” dalam berbagai kesempatan, termasuk acara di Istana Negara.


Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah sosok menarik bagi pengemudi resminya, yakni Pak Jaya. Pak Jaya juga pernah menjadi pengemudi resmi para wakil presiden pada masa Orde Baru.


Ketika Gus Dur menjadi presiden, Pak Jaya selalu berdialog di dalam mobil. Canda dan tawa adalah suasana sehari-hari dalam pertemuan Pak Jaya sebagai sopir resmi presiden dengan orang nomor satu Indonesia itu. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya, ia hanya duduk dan menghadap ke depan atau melihat kaca spion mobil. Gus Dur begitu tahu nama gang-gang di kampung Pak Jaya.

Maka, ketika Gus Dur dilengserkan, ia protes dengan menyembunyikan mobil kepresidenan ke suatu tempat di kompleks istana yang tidak diketahui orang lain. ”Kasihan, Gus Dur,” ujar Pak Jaya.

Megawati Soekarnoputri
Presiden Megawati Soekarnoputri punya kebiasaan kecil lain. Ketika masih menjabat sebagai wakil presiden, Mega berkunjung secara resmi ke Singapura. Di suatu tempat, ia mengundang wartawan untuk duduk di dekatnya. Di meja, di depan Mega, tergeletak piring kecil berisi beberapa gelintir kencur. Sambil berbincang-bincang tentang berbagai hal, Mega memasukkan butiran-butiran kencur itu ke dalam mulutnya satu per satu, lalu dikunyahnya. ”Kalau saya batuk, saya makan ini,” ujarnya.


Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam suatu acara jumpa pers menjelang akhir tahun di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, mengatakan kepada para wartawan, ”Pohon rambutan saya sedang berbuah, manis sekali.” Kemudian, ia meminta salah seorang pembantunya mengambil rambutan dan kemudian dihidangkan kepada para wartawan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLoTlalu-nXIPY2nS_HFOtx8e2JmyH5B8g3VzVdlVYHlOKm7Y2ut8npG8fTh6mzoSqHuRarKGEQyBaxY-rhO7sqlwm2c7aGFcLFFEHq94yUErPVT_B-5uf9nGIYrXkR1bRqqi4jXCMFFM/s320/islam+copy.pngKita sering mendengar istilah Islam Syiah, tetapi kadang lupa istilah Islam Sunni. Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah pemeluk Islam mayoritas di dunia. Jumlahnya mencapai 90% sedangkan Syiah hanya 10% dan terfokus di Republik Islam Iran. Sesuai namanya, Sunni berarti “orang-orang yang senantiasa menegakkan Islam sesuai dengan Al-Quran dan hadits, sesuai dengan pemahaman sahabat nabi, tabi’in (sahabat dari sahabat nabi), dan tabi’ut tabi’in (sahabat dari sahabat dari sahabat nabi).

Diskusi tentang Syiah dan Sunni sampai hari ini menjadi diskusi tak berkesudahan, terkait dengan persoalan keyakinan, fikih, bahkan politik. Sering kali perdebatan dan saling tuduh terjadi lantaran sudut pandang yang bias.
Agar kita mendapatkan sudut pandang yang jernih tentang hal ini, tentu kita mesti menengok terlebih dahulu sejarah Syiah dan Sunni, terutama pada era kekhalifahan, di mana kedua sekte (aliran) itu lahir, bergesekan dan berdampingan.
Berawal dari Pertikaian
Dikotomi Syiah dan Sunni tidak pernah ada sebelum peristiwa tahkim (arbitrase) pada abad ke-1 H, yaitu perundingan damai antara Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjabat sebagai khalifah ketiga, dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengklaim sebagai khalifah. Kedua sahabat tersebut bertikai, bahkan berperang, dan menemui titik temu pada peristiwa tahkim itu.
Sebagian pengikut Ali tidak sepakat dengan arbitrase ini. Mereka lalu keluar dari barisan pendukung dan membuat kelompok tersendiri yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij, yang malah balik menentang Ali. Sedangkan sebagian lagi bersikap sebaliknya: mendukung penuh Ali. Kelompok ini lantas dinamai Syiah, yang artinya “para pengikut.” Adapun umat Islam yang lain, yang tidak masuk dalam kelompok pendukung maupun penentang, disebut kelompok Sunni. Khawarij punah seiring zaman, sementara dua sekte yang lain tetap hidup.

Pada perkembangan selanjutnya, kedua sekte ini mengembangkan perbedaan-perbedaan mereka kepada ranah teologi (keyakinan), fikih, dan sikap politik. Kaum Sunni sepakat bahwa para Khalifah Yang Empat (khulafaur-rasyidin) adalah sah, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sementara, beberapa kelompok Syiah hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Menurut mereka, penerus sah kepemimpinan Muhammad Saw adalah Ali, lalu diteruskan kepada para imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt (keluarga Nabi Muhammad Saw).
Dalam sejarah politik Islam, Syiah menjadi oposan (penentang) utama kekhalifahan Dinasti Umayah (abad ke-1 -2 H) yang Sunni, karena dianggap memusuhi ahlul bayt yang dalam Syiah disucikan dan diagungkan. Ketika Dinasti Umayah runtuh, Syiah sempat mendapatkan kekuasaan ketika turut serta mendirikan kekhalifahan Dinasti Abassiyah pada pertengahan abad ke-2 H. Namun, beberapa lama kemudian, Syiah menjauh lagi dari kekuasaan.
Pada masa kekacauan pemerintahan Abassiyah, salah satu sekte Syiah, yaitu Ismailiyah (yang paling banyak dipermasalahkan oleh Sunni akibat keyakinannnya yang menyimpang) menguasai Mesir dan mendirikan kekhalifahan Dinasti Fathimiyah di sana pada 910 M. Dinasti ini sempat mendirikan sebuah universitas yang terkenal hingga kini, yaitu Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Setelah beberapa kurun, Fathimiyah runtuh dan Al-Azhar diambil alih oleh Sunni.

Aliran dan Mazhab dalam Syiah
Terkait keyakinan Syiah tentang para “Imam yang suci”, ada beberapa aliran dalam hal ini. Ada yang menetapkan jumlah 12 untuk imam, yaitu aliran Syiah "itsna ‘asyari" (syiah 12 imam), dan ini aliran yang paling populer. Ada juga yang menetapkan lima imam dan tujuh imam. Namun tidak semua aliran menentang keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar seperti yang dituduhkan. Aliran Zaidiyah misalnya, tetap mengakui kekhalifahan sebelum Ali.
Dalam bidang fikih (hukum), Syiah dan Sunni memiliki banyak perberbedaan karena metode ushul fikih (kaidah penggalian hukum) yang berbeda, terutama karena Syiah menjadikan pendapat imam sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan, Sunni hanya membatasi sumber hukum Islam pada Al-Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan), dan qiyas (analogi). Namun, ada satu mazhab fikih Syiah yang diakui oleh golongan Sunni, yaitu mazhab Ja’fari, hingga dikatakan sebagai “mazhab kelima” setelah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Keempat mazhab ini beraliran Sunni.

Sunni-Syiah Hari Ini
Akibat perbedaan mendasar dalam banyak hal, kedua sekte ini tetap hidup masing-masing hingga kini. Pengikut Sunni meliputi mayoritas umat Islam di seluruh dunia Islam. Sedangkan, penganut Syiah terkonsentrasi di Irak dan Iran. Bahkan di Iran, Syiah mendirikan negara sendiri berdasarkan teologi dan fikih Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979.
Hingga saat ini, kedua sekte mengembangkan pemikiran keagamaannya masing-masing, meski ada beberapa upaya untuk mendekatkan pemikiran Sunni dan Syiah.

Mengapa Sunni muncul?
Sejarah Sunni dimulai ketika ricuhnya perpolitikan yang mengatasnamakan Islam. Nabi Muhammad wafat sebelum menunjuk pengganti. Oleh karena itu, terjadi konflik tentang siapa yang paling pantas menggantikan beliau sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik-ulur selama dua hari sehingga menunda pemakaman jasad Nabi Muhammad, ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan. Bahkan, kalangan yang mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah kemudian memisahkan diri dan membentuk Syiah.
Sementara itu, golongan yang lebih umum, kemudian disebut Sunni. Golongan ini hingga saat ini terbagi dalam empat mahzab berbeda. Yang perlu dicatat, empat mahzab tersebut tidak menandakan perpecahan. Perbedaan empat mahzab hanya terletak pada masalah-masalah yang bersifat “abu-abu”, tidak diterangkan secara jelas oleh Al-Quran atau hadits seiring dengan kemajuan zaman dan kompleksitas hidup muslim.
Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan masalah yang bersifat “abu-abu” tersebut.

Adapun empa mahzab Sunni adalah sebagai berikut.

1. Mahzab Hanafi
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negara-negara yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah.

2. Mahzab Syafi’i
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28% muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini.

3. Mahzab Maliki
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim.

4. Mahzab Hambali

Mahzab ini digagas oleh murid Imam Ahmad bin Hambal. Meskipun hanya dianut oleh 5% muslim dunia, mahzab inilah yang dipegang oleh negara Arab Saudi. Yang menarik, Arab Saudi yang didirikan oleh Klan Saud termasuk dalam negara yang juga berpegang teguh pada sikap eksklusif Wahhabiyah, yang kadang dikaitkan dengan “terorisme Islam”.
  • Selasa, Juni 14, 2011
  • Administrator
ra-kartini 
Masih ingatkah  dengan lirik lagu ini ?


Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia
Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Pembicaraan tentang Kartini seakan-akan tidak pernah habis-habisnya. Berbagai penulis di luar dan dalam negeri menyorotinya dari berbagai aspek dengan berbeda perspektif dan kepentingan.

Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – wafat di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun). Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat, bupati Jepara. Beliau putri R.M. Sosroningrat dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah suatu hal yang biasa.

Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat, pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Peraturan Kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. 

Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. 

Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Agama Kartini
Aspek spiritual keagamaan tokoh emansipasi ini mendapatkan berbagai ragam penilaian dan pandangan, dengan presfektif dan kepentingan yang beragam, bisa dilihat dari sisi kejawen, komunis, Islam, dan Kristiani. Sebagaimana terlihat dari tiga buku yang ditulis tentang Kartini.
  • Pertama, Panggil Aku Kartini Saja, karya Pramoedya Ananta Toer (1962, cetak ulang tahun 2000);
  • Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia yang ditulis Ahmad Mansur Suryanegara (1995); dan
  • Tuhan dan Agama dalam Pergulatan Batin Kartini oleh Th Sumartana (1993). Tulisan ini juga menyinggung artikel St Sunardi, Ginonjing: Emansipasi Kartini pada majalah Kalam (No 21, 2004).
Sinkretisme
Ada usaha untuk menggambarkan figur Kartini sebagai wanita yang menganut faham sinkretisme. Kartini mengatakan bahwa ia anak Budha, dan sebab itu pantang daging. Suatu waktu ia sakit keras, dokter yang dipanggil tak bisa menyembuhkan. Lalu datanglah seorang narapidana Cina yang menawarkan bantuan mengobati Kartini. Ayah Kartini setuju. Ia disuruh minum abu lidi dari sesaji yang biasa dipersembahkan kepada patung kecil dewa Cina. Maka ia dianggap sebagai anak dari leluhur Santik-kong dari Welahan. Setelah minum abu lidi persembahan untuk patung Budha itu, Kartini memang sembuh. Ia sembuh bukan karena dokter, tapi oleh obat dari ”dukun” Budha. Sejak itu Kartini merasa sebagai ”anak” Budha dan pantang makan daging.

Pramoedya menulis, ”Bagi Kartini semua agama sama, sedangkan nilai manusia terletak pada amalnya pada sesamanya, yaitu masyarakatnya.” Kartini menemukan dan mengutamakan isi lebih daripada bentuk-bentuk dan syariat-syariat, yaitu kemuliaan manusia dengan amalnya pada sesama manusia seperti dibacanya dalam rumusan Multatuli: ”Tugas manusia adalah menjadi Manusia, tidak menjadi dewa dan juga tidak menjadi setan”.

Menurut Kartini, ”Tolong-menolong dan tunjang-menunjang, cinta- mencintai, itulah nada dasar segala agama. Kalau saja pengertian ini dipahami dan dipenuhi, agama akan menguntungkan kemanusiaan, sebagaimana makna asal dan makna keilahian daripadanya: karunia.” (hlm 235). Sebelumnya Kartini telah menegaskan, ”Agama yang sesungguhnya adalah kebatinan dan agama itu bisa dipeluk baik sebagai Nasrani maupun sebagai Islam, dan lain-lain.” (hlm 234)

Kartini dan Alquran
Di dalam buku Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia terdapat sebuah bab yang berjudul ‘Pengaruh Al Quran terhadap Perjuangan Kartini’. Pandangan Kartini tentang Islam disoroti secara positif. ”Segenap perempuan bumiputra diajaknya kembali ke jalan Islam. Tidak hanya itu, Kartini bertekad berjuang, untuk mendapatkan rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat agama lain memandang agama Islam, agama yang patut dihormatinya” (surat kepada Ny van Kol, 21 Juli 1902.)

Menurut Ahmad Mansur Suryanegara, Ny. Van Kol berusaha mengajak Kartini beralih kepada agama Kristen. Namun hal ini ditolak oleh sang putri Bupati Jepara itu. Bahkan ia mengingatkan zending Protestan agar menghentikan gerakan Kristenisasinya. Jangan mengajak orang Islam memeluk agama Nasrani.

Sejak lama Kartini resah sebab tidak mampu mencintai Alquran karena Alquran terlalu suci, tiada boleh diterjemahkan ke dalam bahasa manapun. Di sini tiada seorang pun tahu bahasa Arab. Orang di sini diajarkan membaca Alquran, tetapi yang dibacanya tiada yang ia mengerti. Demikian pengakuan dirinya tentang kebutaannya terhadap Alquran kepada Stella Zeehandelaar (18 Agustus 1899). Kartini merindukan tafsir Alquran agar dapat dipelajari.
Betapa bahagianya Kartini setelah mendapat penjelasan kandungan isi Alquran, seperti digambarkannya kepada EC Abendanon, ”Alangkah bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa sepanjang hidup ada gunung kekayaaan di samping kami”. Dirasakannya ada semacam perintah Allah kepada dirinya, ”Barulah sekarang Allah berkehendak membuka hatimu, mengucap syukurlah!”

”Sekarang ini kami tiada mencari penghibur hati pada manusia, kami berpegang teguh teguh di tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pun menjadi terang dan angin ribut pun menjadi sepoi-sepoi”. Kata habis gelap terbitlah terang selain tercetus 17 Agustus 1902 juga karena pengaruh cahaya yang menerangi lubuknya hatinya. Minazh zhulumati ilan nur Ini tafsiran Ahmad Mansur Suryanegara.

Akrab dengan Ajaran Kristen
Di dalam buku yang ditulis Th. Sumartana diakui bahwa Kartini lahir dan meninggal sebagai muslimat (hlm 67). Namun ia memiliki kedekatan dengan ajaran Kristen. Bagaimana pendapatnya tentang zending? Berbeda dengan uraian Ahmad Mansur Suryanegara, Th Sumartana melihat dari sudut pandang lain. Menurutnya, Kartini menganggap tidak jujur apabila zending memancing di air keruh dan mempropagandakan agama Kristen di tengah-tengah orang Jawa yang miskin, penuh penyakit dan bodoh, tanpa lebih dulu mendidik mereka, mengobati dan menolong mereka dari kemiskinan. Iman dan kepercayaan yang benar menurut Kartini hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang sudah benar-benar sadar memilih, dan mereka yang sudah dewasa (hlm 47). Jadi bagi Th Sumartana, persoalannya bukankah masalah mengkristenkan orang Islam, sebagaimana yang disoroti oleh banyak ulama.

Kartini menggambarkan bahwa ada hubungan yang dekat dan intim antara dirinya dengan Tuhannya. Kedekatannya dengan Tuhan tersebut pada gilirannya memperoleh gambaran tertentu yang diambil dari kehidupan keluarganya sendiri, yaitu hubungan antara bapak dan anak. Ia sendiri amat dekat dengan ayahnya, sekalipun dalam banyak perkara mereka tidak sependapat, hal itu tidak mengurangi rasa kasih sayang dan saling menghormati di antara mereka berdua.

Sebab itu ketika Ny van Kol mengintroduksi ungkapan ”Tuhan sebagai Bapa”, Kartini segera menyambutnya dengan semangat. Ungkapan tersebut dianggap tepat, sebagai cetusan pengalaman batinnya sendiri. Dengan demikian, dapat dipahami jikalau dalam surat-surat Kartini ungkapan Tuhan sebagai Bapa yang penuh kasih sayang tersebar di sana-sini. Dalam suratnya kepada Ny. van Kol tanggal 20 Agustus 1902, ia menulis: ”Ibu sangat gembira… beliau ingin sekali bertemu dengan Nyonya agar dapat mengucapkan terima kasih secara pribadi kepada Nyonya atas keajaiban yang telah Nyonya ciptakan pada anak-anaknya; Nyonya telah membuka hati kami untuk menerima Bapa Cinta Kasih!”

Pada surat lain, Kartini menulis ”Agama dimaksudkan supaya memberi berkah. Untuk membentuk tali persaudaraan di antara semua makhluk Allah, berkulit putih dan cokelat. Tidak pandang pangkat, perempuan atau lelaki, kepercayaan semuanya kita ini anak Bapa yang Satu itu, Tuhan yang Maha Esa!”

Dari Ny. van Kol pula Kartini belajar membaca Bibel dan mengerti sebagian dari beberapa prinsip teologis dari ajaran Kristen. Malahan turut pula mengambil alih beberapa kata yang punya arti tertentu dalam cerita Al-Kitab, seperti Taman Getsemani, tempat Yesus berdoa dan menderita sengsara.

Dalam surat kepada Ny. van Kol, Agustus 1901, Kartini menyebutkan bahwa derita neraka yang dialami oleh kaum perempuan itu disebabkan oleh ajaran Islam yang disampaikan oleh para guru agama pada saat itu. Agama Islam seolah membela egoisme lelaki. Menempatkan lelaki dalam hubungan yang amat enak dengan kaum perempuan, sedangkan kaum perempuan harus menanggungkan segala kesusahannya. Perkawinan cara Islam yang berlaku pada masa itu, dianggap tidak adil oleh Kartini. (hlm 41).

Itu bukan dosa, bukan pula aib; ajaran Islam mengizinkan kaum lelaki kawin dengan empat orang wanita sekaligus. Meskipun hal ini seribu kali tidak boleh disebut dosa menurut hukum dan ajaran Islam, selama-lamanya saya tetap menganggapnya dosa. Semua perbuatan yang menyebabkan sesama manusia menderita, saya anggap sebagai dosa. Dosa ialah menyakiti makhluk lain; manusia atau binatang. (hlm 41)

Kritik Kartini yang keras terhadap poligami mengesankan ia anti-Islam. “Tetapi sebetulnya tidak demikian,” ujar Haji Agus Salim. ”Suara itu haruslah menjadi peringatan kepada kita bahwa besar utang kita dan berat tanggungan kita akan mengobati kecelakaan dan menolak bahaya itu. Kepada marhumah yang mengeluarkan suara itu, tidaklah mengucapkan cela dan nista, melainkan doa mudah-mudahan diampuni Allah kekurangan pengetahuannya karena kesempurnaan cintanya kepada bangsanya dan jenisnya.” (hlm 43).

St. Sunardi, dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta mengulas aspek emansipasi yang dilancarkan oleh Kartini yang mencakup emansipasi kelembagaan dalam bidang pendidikan, emansipasi keluarga, bahasa, dan olah rasa. Ginonjing adalah nama gending kegemaran Kartini dan adik-adiknya yang menggambarkan pengalaman batin yang tidak menentu. Ada suasana muram saat Kartini mengunyah ide emansipasi di Eropa dan membandingkan dengan keadaan di Jepara saat itu. ”Siapa pun yang terpilih oleh nasib menjadi ibu ruhani untuk melahirkan yang baru harus menanggung derita. Ini adalah hukum alam siapa yang melahirkan harus menanggung kesakitan saat melahirkan bayi yang teramat sangat kami cintai.”

Ternyata kemudian Kartini tidak jadi belajar ke negeri Belanda. Ia menerima lamaran Bupati Rembang yang sudah beristri tiga dan punya anak tujuh. Kartini memang manusia biasa dengan segala keterbatasannya. Namun wacana tentang perempuan yang satu ini masih tetap hidup, baik di kalangan penganut aliran kepercayaan, Islam, Protestan, Katholik, dan komunis, dengan berbagai versi dan beraneka kepentingan.

Kartini dan Theosofi
Dalam catatan Ridwan Saidi, orang-orang Belanda gagal mengajak Kartini berangkat studi ke negeri Belanda. Karena gagal, maka mereka menyusupkan ke dalam kehidupan Kartini seorang gadis kader Zionis bernama Josephine Hartseen. Hartseen, menurut Ridwan adalah nama keluarga Yahudi.

Siapa yang berperan penting merekatkan hubungan Kartini dengan para elit Belanda? Adalah Christian Snouck Hurgronje orang yang mendorong J.H Abendanon agar memberikan perhatian lebih kepada Kartini bersaudara. Hurgronje adalah sahabat Abendanon yang dianggap oleh Kartini mengerti soal-soal hukum agama Islam. Atas saran Hurgronje agar Abendanon memperhatikan Kartini bersaudara, sampailah pertemuan antara Abendanon dan Kartini di Jepara.

Sebagai seorang orientalis, aktivis Gerakan Politik Etis, dan penasihat pemerintah Hindia Belanda, Snouck Hurgronje juga menaruh perhatian kepada kepada anak-anak dari keluarga priyayi Jawa lainnya. Hurgronje berperan mencari anak-anak dari keluarga terkemuka untuk mengikuti sistem pendidikan Eropa agar proses asimilasi berjalan lancar.

Langkah ini persis seperti yang dilakukan sebelumnya oleh gerakan Freemasonry lewat lembaga ”Dienaren van Indie” (Abdi Hindia) di Batavia yang menjaring anak-anak muda yang mempunyai bakat dan minat untuk memperoleh beasiswa. Kader-kader dari ”Dienaren van Indie” kemudian banyak yang menjadi anggota Theosofi dan Freemasonry.
Surat-surat Kartini kepada Ny. Abendanon, orang yang dianggap satu-satunya sosok yang boleh tahu soal kehidupan batinnya, dan surat-surat Kartini lainya para humanis Eropa keturunan Yahudi di era 1900-an sangat kental nuansa Theosofinya. Seperti ditulis dalam surat-suratnya, Kartini mengakui ada orang yang mengatakan bahwa dirinya tanpa sadar sudah masuk kedalam alam pemikiran Theosofi.

Bahkan, Kartini mengaku diperkenalkan kepada kepercayaan dengan ritual-ritual memanggil roh, seperti yang dilakukan oleh kelompok Theosofi. Selain itu, semangat pemikiran dan perjuangan Kartini juga sama sebangun dengan apa yang menjadi pemikiran kelompok Theosofi. Inilah yang kemudian, banyak para humanis yang menjadi sahabat karib Kartini begitu tertarik kepada sosok perempuan ini.

Episode akhir hidup Raden Adjeng Kartini
“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?“

Pertanyaan ini diajukan Kartini kepada Kyai Haji Muhammad Sholeh bin Umar, atau lebih dikenal dengan Kyai Sholeh Darat, ketika berkunjung ke rumah pamannya Pangeran Ario Hadiningrat, Bupati Demak. Waktu itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga dan Kartini ikut mendengarkan bersama para raden ayu lainnya dari balik tabir. Karena tertarik pada materi pengajian tentang tafsir Al-Fatihah, setelah selesai Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui Kyai tersebut.

Tertegun mendengar pertanyaan Kartini, Kyai balik bertanya,

“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?“
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?“

Ibu Kartini muda yang di kala itu belajar Islam dari seorang guru mengaji, memang telah lama merasa tidak puas dengan cara mengajar guru itu karena bersifat dogmatis dan indoktrinatif. Walaupun kakeknya Kyai Haji Madirono dan neneknya Nyai Haji Aminah dari garis ibunya, M. A. Ngasirah adalah pasangan guru agama, Kartini merasa belum bisa mencintai agamanya. Betapa tidak? Beliau hanya diajar bagaimana membaca dan menghapal Al-Qurâ’an dan cara melakukan shalat, tapi tidak diajarkan terjemahan, apalagi tafsirnya. Pada waktu itu penjajah Belanda memang memperbolehkan orang mempelajari Al-Qurâ’an asal jangan diterjemahkan.

Tergugah dengan kritik itu, Kyai Sholeh Darat kemudian menterjemahkan Al-Qurâ’an dalam bahasa Jawa dan menuliskannya dalam sebuah buku berjudul Faidhir Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Ibu Kartini saat beliau menikah dengan R. M Joyodiningrat, Bupati Rembang pada tanggal 12 November 1903.

Kyai Sholeh Darat keburu meninggal pada tanggal 18 Desember 1903 pada saat baru menterjemahkan satu jilid tersebut. Namun dari informasi Ilahi yang tampaknya terbatas itu pun sudah cukup membuka pikiran Ibu Kartini mengenai Islam dan ajaran-ajarannya.

Salah satu hal yang memberikan kesan mendalam pada beliau adalah ketika membaca tafsir Surat Al-Baqarah. Dari situlah tercetus kata-kata beliau dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht. Ungkapan itu sebenarnya terjemahan bahasa Belanda dari petikan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala yaitu Minadz Dzulumaati Ilan Nuur yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 257. Oleh Armijn Pane, ungkapan itu diterjemahkan dalam bahasa Melayu atau Indonesia sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang. Padahal jika berangkat dari petikan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala tersebut lebih tepat dimaknai sebagai Dari Kegelapan Menuju Cahaya, yang dapat ditafsirkan sebagai �dari pemikiran yang tak terarah menuju pemikiran yang dilandasi hidayah Iman dan Islam�.

Petikan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala dalam Surat Al-Baqarah ayat 257 tersebut sebenarnya untuk menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang yang mendapat hidayah Iman dan Islam, di mana dia mendapatkan informasi yang sangat terang dan masuk dalam kalbunya mengenai kebenaran yang hakiki dari Tuhannya. Kondisi seperti itulah yang dialami oleh Ibu Kartini menjelang akhir hidupnya.

Oleh sebab itu penulis membagi perjalanan hidup Ibu Kartini yang mengalami pencerahan dalam dua fase, yaitu fase pra dan selama-pasca mendapat hidayah. Momen perubahannya adalah pada saat beliau menghadiri pengajian tafsir Al-Qur̢۪an yang diberikan oleh Kyai Sholeh Darat tersebut.

Dalam fase pertama, yaitu fase pra-hidayah, Ibu Kartini mendapat pencerahan tentang perlunya mendobrak adat-adat lokal, baik perilaku yang mengistimewakan keturunan ningrat daripada keturunan rakyat biasa maupun yang mengekang hak-hak wanita pada umumnya. Menurut beliau, setiap manusia adalah sederajat dan mereka berhak mendapat perlakuan yang sama. Sedangkan khusus untuk wanita, mereka memiliki hak misalnya untuk memperoleh pendidikan sekolah, hak untuk melakukan aktivitas keluar rumah, hak untuk memilih calon suami. Namun di lain pihak Ibu Kartini juga berusaha untuk menghindar dari pengaruh budaya Barat walaupun juga mengakui bahwa perlu belajar dari Barat karena lebih maju dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dalam fase ini Ibu Kartini juga mengajukan kritik dan saran kepada Pemerintahan Hindia Belanda.

Dalam fase kedua, yaitu selama dan pasca mendapatkan hidayah, beliau mendapat pencerahan tentang agama yang dianutnya, yaitu Islam. Bahwa Islam, jika ajaran-ajarannya diikuti dengan benar sesuai dengan Al-Qur̢۪an, ternyata membawa kehidupan yang lebih baik dan memiliki citra baik di mata umat agama lain. Ibu Kartini menulis dalam surat-suratnya, bahwa beliau mengajak segenap perempuan bumiputra untuk kembali ke jalan Islam. Tidak hanya itu, Kartini bertekad berjuang untuk mendapatkan rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat lain memandang agama Islam sebagai agama yang patut dihormati.

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].
Klimaksnya, nur hidayah itu membuatnya bisa merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh kebanyakan pejuang feminisme dan emansipasi, namun untuk lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai ibu. Ibu Kartini menulis: “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Pikiran beliau ini mengalami perubahan bila dibandingkan dengan pada waktu fase sebelum hidayah, yang lebih mengedepankan keinginan akan bebas, merdeka, dan berdiri sendiri. Ibu Kartini menulis: “Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata “Emansipasi” belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup di dalam hati sanubarai saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri.” [Surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899].

Tidak hanya itu, nur hidayah itu juga bisa menyebabkan perubahan sikap beliau terhadap Barat yang tadinya dianggap sebagai masyarakat yang paling baik dan dapat dijadikan contoh. Ibu Kartini menulis, “Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902].

Dan yang lebih penting lagi, beliau menjadi sadar terhadap upaya kristenisasi secara terselubung yang dilakukan oleh teman-temannya. Ibu Kartini menulis, “Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi?… Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?” [Surat Kartini kepada E. E. Abendanon, 31 Januari 1903].
***
Allah Subhanahu wa Ta`ala Maha Berkehendak dengan menggariskan hidup Ibu Kartini yang terbilang cukup pendek, 25 tahun, yaitu empat hari setelah melahirkan putranya, R. M. Soesalit. Dia juga mentakdirkan hidup Kyai Sholeh Darat tidak cukup panjang untuk menuntaskan buku tafsir Al-Qurâ’an dalam bahasa Jawanya, sehingga informasi mengenai Al-Qurâ’an yang diterima oleh Ibu Kartini masih terbatas. “Manusia itu berusaha, Allah-lah yang menentukan” [Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, Oktober 1900].

Namun sebenarnya itu sudah cukup untuk memberikan gambaran bagaimana sebenarnya visi Ibu Kartini sebagai sosok muslimah, terutama pada masa-masa akhir hidupnya, yaitu fase selama dan pasca hidayah. Itu pun juga cukup bagi kita untuk bisa memahami mengapa beliau pada akhirnya merasa ikhlas menjadi isteri keempat Bupati Rembang, yang kemudian justru mendukung semua cita-cita perjuangannya dalam pendidikan terhadap kaum wanita, yaitu dengan mendirikan sekolah wanita di Kabupaten Rembang. Kartini menulis mengenai suaminya, “Akan lebih banyak lagi yang saya kerjakan untuk bangsa ini bila saya ada di samping seseorang laki-laki yang cakap, yang saya hormati, yang mencintai rakyat rendah sebagai saya juga. Lebih banyak, kata saya, daripada yang dapat kami usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri. “ ? [Habis Gelap Terbitlah Terang, hlm. 187].

Dan itu juga cukup untuk dapat kita bayangkan, bahwa (semoga) Ibu Kartini wafat dalam keadaan husnul khotimah, setelah sebelumnya diombang-ambingkan oleh berbagai pemikiran teman-temannya, dan walaupun banyak orang mengulas kumpulan tulisannya dari berbagai sudut pandang dan agama.

Namun yang juga sangat penting buat kita muslimah generasi penerusnya adalah pesan-pesan beliau secara tersirat agar kembali kepada fitrahnya dan selalu berpegang pada Al-Qurâ’an (dan Hadits). Al-Qurâ’an harus selalu dibaca, dipelajari, dihapalkan, dimengerti maknanya, dan diamalkan, agar benar-benar meninggalkan kegelapan menuju cahaya. Ajakan beliau ini lebih mendasar dan tentu lebih bermanfaat daripada mengedepankan isu-isu tentang feminisme dan kesetaraan gender, misalnya yang pada dasarnya merupakan konsep Barat. Lagipula, sikap yang mempercayai bahwa sesuatu yang berasal dari Barat itu paling baik, justru digugat oleh Ibu Kartini sendiri.

Allah Yang Maha Bijaksana menurunkan Al-Qurâ’an, di mana salah satu kehendak-Nya adalah justru untuk mengangkat harkat dan martabat wanita. Pada dasarnya, gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah peradaban manusia sebenarnya dipelopori oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi wa Sallam tersebut.

Hingga di sini, marilah kita merenung kembali, apakah kita semua telah mengikuti pesan dan teladan Ibu Kartini tersebut?

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive