• Senin, April 06, 2009
  • Administrator

Panwas Pemilu 2009 ternyata menghadapi kendala serius dalam menghadirkan saksi pada pembuktian pelanggaran Pemilu Legislatif 2009. Hal ini terjadi karena Undang-Undang pemilu baik undang-undang nomor 22 tahun 2007 serta undang-undang nomor 10 tahun 2007, tidak mengatur tentang perlindungan saksi, sehingga para saksi menolak saat akan di ajukan sebagai saksi.

Hal ini teruingkap dalam acara rapat koordinasi antara jajaran Kepolisian Resort Gresik dengan ke 54 anggota Panwascam Pemilu 2009 di Aula Mapolres Setempat (06/04/2009).


Hadir dalam Kesempatan ini, Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Fadli Widjianto serta Kasat Intelkam AKP Bambang.

Menurut Kasat Reskrim AKP Fadli Widjianto, tidak di aturnya perlindungan saksi, sangat menyulitkan aparat penegak hukum seperti Panwas dan Kepolisian dalam mengungkap kasus pelangggaran. Padahal, dalam kasus narkoba, saksi mendapat perlindungan cukup baik. Antara lain, tidak di hadirkan saat persidangan.

“Untuk kasus narkoba, saksi tidak di hadirkan dalam persidangan serta identitasnya di rahasiakann mulai saat proses penyidikan hingga peradilan. Sementara dalam kasus pelanggaran Pemilu, hal ini tidak di atur” ujar Kasat Reskrim.

Menurut Fadli, hal ini adalah bagian dari kelemahan undang-undang Pemilu agar segera di perbaiki, terutama dalam menghadapi Pemilu Presiden selanjutnya.

Dari beberapa kasus pelanggaran pemilu selama tahapan pemilu yang sudah berjalan, pihak Panwas dan Kepolisian, belum menemukan seorang pun saksi yang bersedia di ajukan ke proses penyidikan dan peradilan.

Di samping itu, undang-undang pemilu juga memiliki celah hukum lainnya, sehingga mudah di gunakan para peserta pemilu untuk menghindar dari jeratan hukum. Salh satu contoh adalah Money Politic yang mengharuskan pembuktian adanya keterlibatan Caleg dalam proses pembagian barang bukti.

Sejauh ini, baru satu kasus Pidana Pemilu yang di ajukan Panwas setempat ke pihak Kepolisian. Namun, kasus tersebut menemui jalan buntu karena kesulitan menghadirkan saksi.

  • Senin, April 06, 2009
  • Administrator

Sejumlah 31 benda budaya yang ada di Kabupaten Lamongan kini resmi dijadikan sebagai benda cagar budaya. Kepastian ini sesuai dengan surat penetapan benda cagar budaya dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Mojokerto yang ditandatangai Kepala BPPP Mojokerto I Made Kusumajaya.

Disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lamongan Suwadji melalui Kabag Humas dan Infokom Aris Wibawa, penetapan benda budaya menadi benda cagar budaya tu setelah melalui penelitian dan riset dari Tim Peneliti dan Penilai Cagar Budaya BPPP Mojokerto. “Dengan adanya penetapan ini, maka pemerintah maupun pemilik serta pengelola bersama masyarakat mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan dan pemeliharaan secara rutin. Selain itu juga berhak untuk memanfaatkan benda cagar budaya tersebut selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, “ terang dia.


Benda cagar budaya itu sendiri, seperti dituturkan Aris, tersebar di delapan kecamatan. Yakni Kecamatan Ngimbang, Sambeng, Mantup, Babat, Modo, Sugio, Bluluk serta termasuk yang berada di Kecamatan Kota Lamongan. Sejumlah besar benda cagar budaya itu berbentuk prasasti, yakni ada 20 benda jenis prasasti. Kemudian lima buah berbentuk Yoni, dua buah berbentuk Umpak, serta masing-masing satu buah berbentuk Tempayan, Situs Punden Sentono, Genta dan Situs Bluluk.

Menurut Aris, benda-benda cagar budaya itu merupakan warisan peninggalan nenek moyang Lamongan dari berbagai zaman. Seperti prasasti yang berada di Desa Drujugurit/Ngimbang. Prasasti yang terbuat dari batuan kapur (lime stone) ini diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Raja Airlangga (awal abad XI). Prasasti ini berada di lahan persawahan milik warga setempat, Wito.

“Tempayan yang berada di halaman Masjid Agung Lamongan juga kini dimasukkan sevagai benda cagar budaya. Tempayan yang dibuat dari batuan andesit ini memiliki tinggi 42,5 centimeter dengan diameter 78 centimeter dan memiliki dasar berbentuk silindrik yang ditanam ke dalam sebuah pondasi, “ urai dia.

Sementara genta yang berada di Kantor Dinas Pendidikan Kebudayaan Lamongan (kini Kantor Dinas Kebudayaan Pariwisata) yang terbuat dari bahan perunggu juga dijadikan benda cagar budaya. Genta ini berbentuk silindrik, melebar di bagian bawah dengan tepian membentuk dua tingkatan. Pada genta ini terdapat tulisan mennggunakan aksara Jawa Baru yang menjelaskan tentang pembelian genta tersebut pada bulan Dulhijah tahun Jimawal atau tahun 1677.

Selain itu ada juga prasasti yang oleh masyarakat Desa Sumbersari/Sambeng disebut sebagai Watu Sabuk. Hal ini karena 60 cm di atas dasar prasasti terdapat tonjolan mendatar dengan ukuran lebar 20 cm dan tebal 35 cm mengelilingi batu prasasti sehingga seakan-akan diikat (jawa : sabuk). Batu prasasti yang terbuat dari bahan batuan kapur ini berada di tengah perkebunan dekat Waduk di Dusun Sempur.

Meski sudah ada 30 jenis benda budaya yang kini dijadikan sebagai benda cagar budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tetap berusaha mendata semeua keberadaan benda-benda warisan budaya di Lamongan. Ini dilakukan agar keberadaan dan kondisi benda-benda itu dapat terus dipantau. Jumlahnyapun mencapai puluhan unit. Benda-benda itu sebagain besar berbentuk makam dan prasasti, termasuk makam Mbah Lamong, Mabah Sabilan dan Mabh Punuk yang setiap tahun selalu menjadi bagian perayaan hari jadi Lamongan. (arf, Humas Pemkab Lamongan)

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive