DIKUTIP.COM - Diriwayatkan bahawa surah Al-Maidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada hari Jum’at di Padang Arafah pada musim haji penghabisan (Wada’). Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingati isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan. Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:
Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Karena itu, kumpulkan para sahabatmu dan beritahu mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.”
Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat, pun menceritakan apa yang telah diberitahu malaikat Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengarnya berita itu, mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna! Agama kila telah sempurna!”
Ketika Abu Bakar ra. mendengar kabar Rasulullah s.a.w. itu, ia tidak dapat menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga ke malam. Kisah tentang Abu Bakar ra. menangis ini sampai kepada para sahabat lain. Maka berkumpullah mereka di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Seharusnya engkau merasa gembira sebab agama kita telah sempuma.” Mendengarkan itu, Abu Bakar r.a. pun berkata, “Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahwa apabila suatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda.”
Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar r.a.. sadarlah mereka lalu mereka menangis dengan sejadi-jadinya. Kabar tangisan mereka kemudian sampai ke para sahabat yang lain, mereka pun memberitahu Rasulullah s.a.w. Berkata salah seorang dari sahabat, “Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar ra. dan kami dapati banyak orang menangis dengan suara keras sekali di depan rumah beliau.” Berubahlah muka Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar ra.. Setelah sampai, Rasulullah s.a.w. melihat kesemua mereka yang menangis dan bertanya, “Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis?.” Kemudian Ali ra. berkata, “Ya Rasulullah s.a.w., Abu Bakar ra. mengatakan bahwa turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?.” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata: “Semua yang dikatakan oleh Abu Bakar ra. adalah benar, dan sesungguhnya waktu untuk aku meninggalkan kamu semua telah dekat”.
Setelah Abu Bakar ra. mendengar pengakuan Rasulullah s.a.w., maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan. Saat semuanya sedang ditimpa duka, seorang sahabat ‘Ukasyah ra. berkata kepada Rasulullah s.a.w.:“Ya Rasulullah, engkau pernah memukul tulang rusukku hingga sakit. Saya ingin tahu apakah engkau sengaja memukulku atau hendak memukul unta Baginda.”
Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai ‘Ukasyah, Aku sengaja memukul kamu.”
Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal ra., “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku ke mari.” Bilal keluar dari masjid dan menuju rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas (diqishash).”
Setelah Bilal sampai di rumah Fathimah, memberi salam dan mengetuk pintu. “Siapakah di pintu?.”
“Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w. untuk mengambil tongkat beliau.”
“Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
“Wahai Fathimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.” “Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?”
Bilal ra. tidak menjawab kemudian membawa tongkat itu kepada Rasulullah s.a.w. Setelah Rasulullah s.a.w. menerima tongkat tersebut dari Bilal ra. maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah.
Melihat itu, Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata:
“Wahai ‘Ukasyah, janganlah kamu qishash Rasulullah s.a.w. tetapi kamu qishashlah kami berdua.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Abu Bakar, Umar duduklah, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua.” Kemudian Ali ra. bangun, “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah s.a.w., pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah s.a.w.” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai Ali duduklah kamu, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu, Hasan dan Husein bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, kami ini cucu Rasulullah s.a.w., kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah s.a.w.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata, “Wahai buah hatiku duduklah kamu berdua.”
“Wahai ‘Ukasyah pukullah aku, lakukanlah balasanmu,” kata Rasulullah s.a.w.
‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., engkau memukulku waktu aku tidak memakai baju.” Maka Rasulullah s.a.w. pun membuka baju. Setelah Rasulullah s.a.w. membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Suasana tegang dan haru. Begitu ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah s.a.w. yang putih bersih, ia segera melempar tongkatnya dan langsung memeluk dan mencium badan Rasulullah dan berkata: “Aku tebus engkau dengan jiwaku ya Rasulullah. Siapa yang sanggup memukulmu. Aku melakukan ini karena ingin menyentuhkan badanku dengan badanmu yang dimuliakan Allah. Dan aku ingin Allah menjagaku dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu ingin melihat seorang ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun berkata, “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh darajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah s.a.w. di surga.”
Ketika ajal Rasulullah s.a.w. semakin dekat, beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah ra. dan berkata: “Selamat datang, semoga Allah s.w.t. mengasihimu semua. Aku berwasiat kepadamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara aku denganmu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah s.w.t. dan menempatkannya di surga.
Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri atau kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku adalah Allah s.w.t., kemudian Jibril a.s., kemudian diikuti Israfil, Mikail, dan yang akhir sekali adalah lzrail berserta dengan semua pembantunya. Setelah itu baru kamu semua masuk bergantian berkelompok menshalatkanku.”
Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu mereka pun menangis pilu sejadi-jadinya dan berkata, “Ya Rasulullah s.a.w. engkau adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami, engkau selama ini memberi kekuatan dalam penemuan kami dan sebagai penguasa yang menguruskan perkara kami. Apabila engkau sudah tiada nanti, kepada siapakah akan kami bertanya setiap persoalan yang timbul nanti?” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu semua dua penasihat: yang satu nasehat yang pandai bicara dan yang satu lagi nasehat yang diam. Yang pandai bicara adalah Al-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Sunnah-ku dan sekiranya hati kamu bersikeras maka lembutkan dengan mengambil nasehat dari kematian.”
Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka sakit Rasulullah s.a.w. bermula. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Rasulullah s.a.w. diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin pula penyakit Rasulullah s.a.w. bertambah berat, setelah Bilal ra. menyelesaikan azan subuh, maka Bilal ra. pun pergi ke rumah Rasulullah s.a.w..
Sesampainya Bilal ra. di rumah Rasulullah s.a.w. Bilal ra. pun memberi salam, “Assalaarnualaika ya Rasulullah.” Lalu dijawab oleh Fathimah ra., “Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal ra. mendengar penjelasan dari Fathimah ra. maka Bilal ra. pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah ra. itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah s.a.w. dan memberi salam lagi, kali ini salam Bilal ra. didengar oleh Rasulullah s.a.w: “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjemaah dengan mereka yang hadir.” Setelah mendengar kata-kata Rasulullah s.a.w. maka Bilal ra. pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: “Waah … ini musibah.”
Di masjid Bilal ra. memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah s.a.w. katakan kepadanya. Abu Bakar ra. tidak dapat menahan dirinya, ketika melihat mimbar kosong dengan suara keras ia menangis hingga jatuh pingsan. Melihatkan peristiwa ini, riuh rendah tangisan sahabat terdengar di dalam masjid, sehingga Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Fathimah ra.; “Wahai Fathimah apakah yang terjadi?”
“Kekecohan kaum muslimin, sebab engkau tidak pergi ke masjid.” Kemudian Rasulullah s.a.w. memanggil Ali ra. dan Fadhl bin Abas ra., lalu Rasulullah s.a.w. bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah Rasulullah s.a.w. sampai di masjid maka Rasulullah s.a.w. pun bershalat subuh bersama dengan para sahabat.
Setelah selesai, Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai kaum muslimin, kamu semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah s.w.t., oleh karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkata demikian, Rasulullah s.a.w. pun pulang. Di langit, Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail a.s., “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya maka hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut sekali.
Minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali padaku.”
Malaikal lzrail pun turun mendatangi Nabi dengan menyerupai orang Arab Badwi. “Assalaamu alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danir risaalati a adkhulu?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan pemberi risalah, bolehkan saya masuk?) Fathimah yang mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk sebab sakitnya yang semakin berat.” Kemudian malaikat lzrail memberi salam lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Fathimah ra., “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu.”
“Ya Rasulullah, ada seorang Arab badwi memanggil mu, dan aku telah katakan kepadanya Ayahanda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandang saya dengan tajam sehingga terasa menggigil badan saya.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata; “Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu?” Fathimah menjawab, “Tidak ayah.” “Dia adalah lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.” Fathimah ra. tidak dapat menahan air matanya, perpisahan dengan ayahandanya akan terjadi, dia menangis sepuas-puasnya.
“Janganlah menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu dengan aku.” Kemudian Rasulullah s.a.w. pun mengizinkan lzrail masuk. lzrail dengan tenang mengucap, “Assalamuaalaikum ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah s.a.w. menjawab: “Wa alaikassalam … Wahai lzrail engkau datang menziarahi aku atau untuk mencabut ruhku?” Maka berkata malaikat lzrail: “Kedatangan saya adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun kalau engkau izinkan, kalau engkau tidak izinkan maka aku akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w., “Wahai lzrail, di manakah kamu tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia.” Tidak beberapa lama kemudian Jibril a.s. pun turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah s.a.w.
Ketika Rasulullah s.a.w. melihat kedatangan Jibril a.s. maka Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril, tahukah kamu bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril a.s., “Ya aku tahu” Rasulullah s.a.w. bertanya lagi, “Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah s.w.t” Berkata Jibril a.s., “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi menanti ruhmu dilangit. Kesemua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.” Berkata Rasulullah s.a.w.: “Alhamdulillah, sekarang kamu katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti.” Berkata Jibril a.s., “Allah s.w.t. telah berfirman yang bermaksud,”Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam syurga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki syurga sebelum umatmu memasuki syurga.”
Berkata Rasulullah s.a.w: “Sekarang aku telah puas dan telah hilang keresahan akan umatku. Wahai lzrail … mendekatlah kepadaku …. dan lakukanlah tugasmu.” lzrail pun mulai melakukan tugasnya. Ruh sang Nabi Agung itu dicabutnya pelan-pelan, lembut sekali. Ketika ruhnya sampai di pusat, Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Jibril, sakiit … sekali kematian ini.” Karena tak tanggup melihat wajah kekasih Allah itu merintih kesakitan, Jibril mengalihkan pandangan. Rasulullah s.a.w. pun berkata: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?” Jibril a.s. berkata: “Wahai kekasih Allah, siapa yang akan sanggup melihat wajahmu dalam keadaan sakaratul maut begini?” Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika ruh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada, beliau bersabda,”Aku wasiatkan kepadamu mengerjakan shalat dan kerjakan semua yang Allah perintahkan kepadamu.”
Ali ra. berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. ketika menjelang saat-saat terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku.. umatku….” Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahwa: “Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku; “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca selawat untukmu, barang siapa yang menangkap ikan dari laut tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu.”