Miniatur sepeda Onthel buatan Maryanto, pengerajin asal desa Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta, sangat mirip dengan bentuk asinya. Hanya saja, karena ukurannya yang kecil, sepeda-sepeda tersebut, selanjutnya di sebut miniature sepeda.

Dibantu 10 orang karyawannya di bengkel kerjanya di rumah, Maryanto setiap hari membuat miniatur sepeda Onthel mulai dari proses awal hingga akhir.

Bahan yang digunakan untuk membuat kerajinan unik itu berasal dari barang rongsokan yang mengandung timah dan alumunium, seperti bekas onderdil sepeda motor yang tidak dipakai. Bahan baku yang didapat dari pasar barang bekas tersebut kemudian dilebur dengan api hingga mencair.

Sementara itu, cetakan bagian - bagian miniatur sepeda Onthel seperti setang, rangka sepeda, dibuat dari tanah. Cairan timah dan alumunium yang masih panas kemudian dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari tanah tersebut. Beberapa menit kemudian cetakan tanah dibongkar dan terbentuk rangka miniatur sepeda Onthel, meski masih dalam bentuk kasar, sehingga harus dihaluskan dan dipotong.

Bagian-bagian miniatur sepeda Onthel, kemudian dirangkai dengan cara di las, dirakit satu persatu kemudian dilengkapi dengan ban rantai sepeda. Semua kompenen yang ada pada miniatur sepeda Onthel itu semuanya berfungsi layaknya sepeda Onthel sungguhan, seperti roda yang bisa berputar bila pedal diputar. Saat dijalankan pun miniatur ini bisa berjalan.

Ukuran miniatur sepeda Onthel ini beraneka ragam. Paling besar adalah dengan panjang 30 Centimeter dan tinggi 15 Centimeter.

Menurut Maryanto, ide pembuatan miniatur ini adalah untuk melestarikan kendaraan tradisional di Yogyakarta yang jaman dulu pernah berjaya. Selain itu juga untuk menjaga kelestarian kota Yogyakarta sebagai kota sepeda. Sebab sepeda Onthel kuno saat ini sudah tidak diproduksi lagi. “Titik berat pembuatan kerajinan ini adalah melestarikan sepeda model onthel kuno”. Ujarnya.

Selain sepeda Onthel, Maryanto juga membuat miniatur becak dengan desain model becak khas Yogyakarta.

Kerajinan buatannya kini sudah banyak dikenal disejumlah kota seperti Bandung, Jakarta, Surabaya hingga Bali. Bahkan tak jarang pesanan datang juga dari negara Belanda, tempat asal sepeda Onthel dibuat.

Miniatur sepeda Onthel dan becak Maryanto dipasarkan dengan harga antara 50 ribu hingga 70 Ribu Rupiah tergantung ukurannya. Dalam sebulan Maryanto dapat membuat sekitar 200 miniatur sepeda Onthel dan becak.

Setidaknya hasil kerajinan ini juga dapat mengingatkan kepada generasi yang akan datang bahwa dua kendaraan ini dulunya pernah berjaya dan memenuhi jalan jalan di kota Yogyakarta. (86)



Pagu Raskin atau beras miskin untuk Kabupaten Lamongan tahun ini turun drastis dibanding pagu tahun 2009. Yakni turun dari sejumlah 104.954 rumah tangga miskin sasaran penerima manfaat (RTSPM) di tahun 2009 menjadi sebanyak 84.694 RTSPM di tahun 2010. Atau turun sebesar 20.260 RTSPM.

Selain adanya perubahan pagu, mulai tahun ini alokasi setiap bulannya juga turun. Yakni dari sebelumnya 15 kilogram perRTSPM selama 12 bulan, menjadi 13 kilogram perRTSPM setiap bulannya. Keterangan tersebut disampaikan Kabag Perekonomian Nurrosos melalui Kabag Humas dan Infokom Aris Wibawa kemarin.

Dikatakan olehnya, meski ada penurunan pagu dan alokasi perbulannya, namun untuk harga jual tidak mengalami perubahan. “Ada sejumlah penurunan alokasi dan pagu raskin tahun ini. Penetapan turunnya pagu raskin di Lamongan ini sesuai dengan hasil pendataan RTS Program Perlindungan Sosial 2008 oleh Badan Pusat Statistik. Meski demikian, untuk harga jualnya masih tidak mengalami perubahan. Yakni di titik distribusi sebesar Rp 1.600 perkilogram. Dan alokasinya juga masih untuk 12 bulan, “ terangnya.

Lebih lanjut disampaikannya, raskin di Lamongan akan disalurkan melalui dua Gudang Beras Bulog (GBB) di Kecamatan Lamongan dan Babat. Sementara penjualan raskin ini dilakukan dengan sistem cash and cary. “Sistem ini terbukti efektif untuk mencegah resiko gagal bayar, “ ungkap dia.
Sementara dengan turunnya besaran pagu dan alokasi raskin maka total raskin juga turun menjadi 13.212.264 kilogram. Sedangkan tahun lalu mencapai 18.891.720 kilogram. Alokasi terbanyak akan diterima Kecamatan Babat yakni sebesar 1.450.800 kilogram. Sedangkan alokasi terkecil diterima Kecamatan Sukorame sebesar 131.508 kilogram.

“Bersama Bulog, Pemkab tahun ini juga melakukan sejumlah upaya untuk mempercepat distribusi raskin. Untuk jadwal distribusi bulan Januari sudah mulai ada kecamatan yang menebus jatahnya. Diharapkan dengan mulai disalurkannya jatah raskin ini bisa membantu menstabilkan harga beras, “ pungkas dia. (arf)

  • Senin, Januari 25, 2010
  • Administrator
Matahari bersinar begitu terik. Seorang pria paruh baya, berperawakan kurus, dan bermata sipit duduk berteduh di bawah sebuah pohon rindang di sekitar Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Sesekali kepalanya terangguk-angguk. Bukan karena memberikan isyarat mengiyakan. Malahan ia tampak kesakitan dengan anggukan kepalanya itu.

"Saya sakit saraf leher, Mas. Urat sarafnya tertarik," kata lelaki paruh baya bernama Suparman (58) ini dalam perbincangan dengan Kompas.com ketika tak sengaja bertemu di depan gerbang Mabes Polri, Minggu (24/1/2010).

Parman, demikian pria ini biasa dipanggil, adalah seorang gelandangan yang saban hari menggelandang di seputaran kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Sosok Parman memang agak "lain" dengan tampilan gelandangan jalanan lainnya. Meski tubuhnya kurus kering seperti hanya tulang berbalut kulit, penampilannya masih lebih bersih dibanding gelandangan mana pun di Jakarta.

Tutur katanya pun menandakan ia pernah mengenyam pendidikan tinggi. Pun guratan-guratan tua di wajahnya masih menyisakan paras tampan dan sisa-sisa kejayaan di masa lalu. "Sudah enam bulan ini saya menggelandang di Jakarta. Tidak punya tempat tinggal," kata Parman sambil tetap "mengangguk-angguk".

Sakit saraf itu tampaknya cukup banyak menyedot energi Parman. Wajahnya terlihat letih manakala kepalanya selalu mengangguk-angguk sekenanya tanpa bisa dikendalikan oleh lehernya. Siapa pun yang menyaksikan Parman tentu miris dengan sosok pria yang ternyata bekas pengusaha garmen sukses ini.

Dampak krisis

Parman merupakan salah satu dari sekian banyak korban yang jatuh akibat krisis moneter yang mendera Indonesia pada 1998. Usaha garmen miliknya ambruk lantaran merugi dihunjam krisis keuangan. Inilah awal yang menggiring Parman pada situasi seperti sekarang ini. Kondisi ekonomi yang tak menentu saat itu membuatnya kelimpungan dan tak mampu bertahan. Usaha garmen yang dirintisnya sedari kecil hingga besar itu jatuh dalam sekejap. "Dulu saya bisa dapat keuntungan hingga Rp 400 juta sebelum krisis. Sekarang sudah habis semua," kata Parman.

Frustrasi akibat kebangkrutan bisnisnya rupanya menohoknya begitu dalam. Entah bagaimana awalnya, sakit saraf pun mendera fisik Parman. Pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Parahyangan ini mesti masuk keluar rumah sakit karena penyakit saraf leher itu. Padahal, kata Parman, keuangannya saat itu pun sudah sangat minim karena bangkrut. "Semua uang habis untuk biaya pengobatan. Puluhan kali keluar masuk rumah sakit, tapi enggak ada yang bisa mengobati," ucapnya.

Sudah jatuh tertimpa tangga

Nasib buruk yang menimpa Parman rupanya tak berhenti sampai di situ saja. Di tengah kondisi sakitnya, tak dinyana sang istri tiba-tiba menggugat cerai Parman. "Sekitar enam bulan lalu saya diceraikan. Mungkin dia sudah enggak tahan sama saya yang sakit-sakitan," ungkapnya.

Vonis cerai pun akhirnya dijatuhkan oleh pengadilan. Ketujuh anak Parman pun dimenangkan pengadilan untuk diasuh istrinya. "Setelah itulah saya menggelandang begini. Saya sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Kedua orangtua dan saudara-saudara saya sudah meninggal semua," kata Parman.

Tiap hari Parman menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang. Untuk tidur dan istirahat, ia selalu merebahkan diri di masjid-masjid di sekitaran Blok M. Sementara untuk makan dan minum, ia hanya berharap pada kebaikan hati orang yang ditemuinya. "Kalau makan siang, saya selalu dikasih sama polisi-polisi di Mabes Polri. Jatah makanan sisa mereka selalu dikasih kepada saya," ucap Parman.

Begitulah Parman setiap hari bertahan hidup. Pria keturunan Tionghoa asal Salatiga ini pun sebenarnya tak ingin hidup menjadi gelandangan. Ia mengaku sudah dua kali menyambangi panti sosial untuk bisa tinggal di panti. "Tapi ditolak. Katanya, saya masih bisa jalan dan masih bisa keliling-keliling. Jadi enggak usah masuk panti," tuturnya.

Berharap pada anak

Parman mengaku tidak ingin merepotkan orang lain dengan kondisi fisiknya. Saat diceraikan istrinya, ia pun tak mengharapkan belas kasihan untuk bisa tetap tinggal bersama anak-anaknya. Terlebih ketujuh anaknya pun belum ada yang bisa dikatakan mapan dan memiliki tempat tinggal sendiri. "Semua anak saya masih ikut ibunya. Saya juga enggak mau kalau harus ngerepotin," tukasnya.

Meski demikian, ia pun memiliki harapan agar kelak anak-anaknya bisa segera mandiri. Ia yakin, meski istrinya sudah meninggalkannya, anak-anaknya masih menyayanginya. "Saya berdoa, kalau anak-anak saya sudah punya tempat tinggal sendiri, insya Allah saya tinggal sama mereka," tandas pria muslim ini.

Matahari makin meninggi. Parman beranjak melangkahkan kakinya untuk mencari tempat persinggahan berikutnya. "Saya mau ke masjid dulu, Mas. Mau istirahat dulu," katanya mengakhiri pembicaraan singkat siang ini.

Parman mungkin hanya sepenggal kisah korban krisis ekonomi yang pernah mendera Indonesia. Hancurnya keuangan menjadi sabab musabab dari segala bencana yang kemudian datang bertubi-tubi. Perhatian pemerintah kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial tentu masih belum sepenuhnya menjangkau sosok seperti Parman.

Di tengah maraknya pemberitaan mengenai upaya penertiban anak-anak jalanan oleh Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta, alangkah baiknya jika gelandangan-gelandangan seperti Parman pun mendapat perhatian dan perlakuan yang manusiawi dari pemerintah, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945.
>> Sedih..tinggal sendirian...Roda berputar sob, semua sudah diatur oleh NYA
Sumber: kompas.com
Andi Malarangeng mantan Juru Bicara Kepresidenan menyambut baik diluncurkannya album Ku Yakin Sampai di Sana hasil karya Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. "Berkesenian memang jadi kehidupan beliau, sejak SMA dan Akabri sudah biasa main band. Ini hasil karya beliau, dan untuk dipersembahkan kepada bangsa"

Berbeda dari album musisi kebanyakan, album ketiga Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang bertajuk "Ku Yakin Sampai di Sana" dibuat lebih istimewa. Di samping karena digarap oleh musisi dan penyanyi-penyanyi andalan, album terbaru SBY ini istimewa karena rencananya akan dipasarkan dengan cara yang unik.

Album "Ku Yakin Sampai di Sana" ini nantinya akan dipasarkan dalam bentuk Compact Disc (CD) yang dibagi dalam dua versi, yakni versi kolektor dan versi biasa. Menurut musisi Reni Djayusman, yang juga terlibat dalam produksi album ini, CD album SBY sengaja dibuat dalam dua versi untuk menjangkau semua kalangan.

"CD yang versi biasa sengaja dibuat untuk mereka-mereka yang suka membeli versi bajakan. Harganya murah, enggak jauh beda dengan CD bajakan, cuma Rp 20 ribu," ujar Reni sambil berkelakar.

Sementara itu, CD versi kolektor sengaja dibuat dengan tampilan yang lebih menarik dan tentunya dengan harga lebih mahal. CD versi ini memang dikhususkan bagi mereka-mereka para pecinta musik yang berminat mengoleksi album SBY.

"CD versi kolektor dibuat lebih istimewa. Dalam satu paket CD terdiri dari satu CD yang berisi sembilan lagu dan ada beberapa CD yang isinya video klip dari tiap lagu," kata Reni saat ditemui Kompas.com dalam acara peluncuran album, Minggu (24/1/2010).

Uniknya, diakui Reni, bentuk CD album dengan versi seperti ini baru pertama kalinya dan satu-satunya diproduksi di Indonesia bahkan mungkin di dunia. Kabarnya, selain dipasarkan melalui toko-toko kaset dan CD yang ada di seluruh Indonesia, CD album SBY akan dipasarkan melalui sistem multi level marketing (MLM) dan satu perusahaan waralaba terkemuka dengan empat ribu unitnya yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sumber: kompas.com
Ck-ck-ck.... Luar biasa! Bagi para pemain bola Eropa, terutama Inggris, mobil memang tak lagi sekadar alat transportasi. Tapi, kendaraan bermesin itu juga sudah jadi simbol kemewahan selain hobi.

Tak terkecuali El Hadji Diouf. Bintang Blackburn Rovers asal Senegal ini juga penggemar mobil mewah. Diof tak ingin membeli mobil begitu saja tanpa sentuhan yang sesuai dengan seleranya.

Pemain berumur 29 tahun itu amat suka dengan krom. Dia punya mobil Cadillac yang dikrom emas sehingga setiap melaju di jalanan, mobil Diouf itu mengundang perhatian. Selain mobil mahal, krom emas juga membuat sangat istimewa dan terkesan mewah.

Mobil ini kabarnya nilainya mencapai 100.000 poundsterling (sekitar Rp 1,5 miliar). Diouf pernah mengendarai sendiri mobil itu ke Manchester. Di Blackburn, mobil ini juga sering dia bawa ke tempat latihan atau sekadar jalan-jalan.

Tunggu dulu. Itu belum mobil termewahnya Diouf. Dia masih memiliki Mercedes. Nah, mobil yang ini dia krom warna perak. Kesannya juga amat mewah dan megah.

Tentu saja banyak orang akan ngiler melihatnya. Sebab, mobil itu nilainya sampai 420.000 pound (sekitar Rp 6,3 miliar). Tentu hanya orang berduit tebal yang bisa memiliki mobil seperti ini dan memang pemain bola di Inggris termasuk bertabur uang.


Diouf masih memiliki beberapa mobil, tapi tak terlalu dia banggakan. Dua mobil itu yang sangat dia sukai dan banggakan. Namun, jika ditotal, harga kedua mobil itu senilai 320.000 pound (sekitar Rp 7,8 miliar).
Mau donk...
Sumber: kompas.com
  • Senin, Januari 25, 2010
  • Administrator
Entah dikarenakan mandat keluarga untuk membalas dendam atau mau pecahkan rekor... Yang jelas saat ini rekor pengelana termuda dipegang oleh Mike Perham asal Inggris yang melakukannya saat berusia 17 tahun. Perham berlayar tahun lalu dan memecahkan rekor yang sebelumnya dipegang Zac, kakak kandung Abby. (gambar disebelah hanya ilustrasi doang)

Abby Sunderland yang berasal dari Thousand Oaks, Kalifornia memulai pelayaran mengarungi Samudera Pasifik, Sabtu setelah sempat tertunda karena hambatan badai di Kalifornia.

Abby akan mengarungi lautan seorang diri dengan menggunakan perahu berukuran 40 kaki (12 meter) buatan ayahnya sendiri, Laurence. Ayah Abby tersebut ikut melepas puterinya bersama keluarga besar dan teman-teman ya di Del Rey Yacht Club.

Ia rencananya akan berlayar dalam lima atau enam bulan. Ia akan mengarungi samudera sendirian, namun akan tetap berkomunikasi dengan menggunakan telepon satelit mau pun melalui blognya. (bisa blogwalking ke blognya goceng donk, hehehe...)

Mantab dech..smoga berhasil...
Sumber: kompas.com

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive