Di era modern ini, banyak orang begitu bergantung pada kecanggihan teknologi peranti (gadget). Hidup seakan tak lengkap jika jari-jari tak menari di atas telepon seluler, iPad, atau komputer. Tapi hati-hati, jari-jari yang dipaksa bekerja melebihi kemampuannya ini bisa melukai tendon.
Anto (38) tiba-tiba panik ketika jempolnya tak bisa ditekuk ke arah dalam. Awalnya, ia mengira ibu jari tangannya itu keseleo akibat terjatuh. ”Begitu tahu jempolku tak bisa digerakkan, dokter langsung memastikan penyebabnya karena kebanyakan menggunakan telepon seluler,” kata Anto.
Dokter menyatakan Anto terkena sindrom De Quervain. Padahal, bagi Anto, jempol menjadi bagian tubuh yang paling aktif digunakan. Dengan jempolnya, Anto bekerja mengetik, berkomunikasi mengirim pesan singkat, berselancar di dunia maya, hingga bermain game.
Karena jempol tangan kanannya cedera, dokter meminta Anto istirahat total selama dua pekan. Pada tahap awal penyembuhan, ia diobati dengan injeksi steroid ke dalam pembungkus tendon untuk mengurangi peradangan. Pergelangan tangannya pun dibidai untuk mengurangi gerakan.
Seusai pelepasan bidai ternyata Anto masih merasakan sesekali sakit di tangannya. Ia pun lantas memilih membatasi penggunaan telepon seluler. ”Pantangan yang sulit dilakukan karena sehari-hari sudah sangat tergantung pada peranti-peranti itu,” keluh Anto.
Anto merasa penggunaan gadgetnya sehari-hari masih pada taraf wajar. Namun, ia mengakui sering kali mengisi waktu dengan bermain telepon seluler tiap kali terkena insomnia.
Sindrom Carpal Tunnel
Tak hanya sindrom De Quervain, penggunaan jari yang berlebihan juga bisa memunculkan sindrom Carpal Tunnel. Jempol tangan kanan dan kiri Yopi (36) didiagnosis dokter terkena sindrom Carpal Tunnel. Hingga kini, Yopi merasa tidak pernah benar-benar sembuh.
Jika tidak membatasi penggunaan telepon selulernya, rasa sakit di kedua jempol tangan yang mulai diderita sejak 2008 ini biasanya akan kambuh. Gara-gara sering kelamaan menelepon sambil tiduran, kini jari manis tangan kiri Yopi juga mulai terasa sakit dan berbunyi kletak-kletuk ketika digerakkan.
Awalnya, kedua jempol tangan Yopi bengkak memerah setelah ia bermain dengan alat pengendali game (game console) selama dua pekan berturut-turut. Tiap kali bermain game, ia biasa menghabiskan waktu tiga hingga empat jam. Jari-jarinya sempat sampai gemetar tiap kali memegang sesuatu.
Stik game (alat pengendali) yang runcing itu menekan batas antara telapak tangan dan jempol sehingga terasa sakit. Pertama kali merasa sakit, Yopi mengira tangannya keseleo. Ia pun lantas pergi ke tukang urut. Akibat diurut, kedua jempolnya justru semakin terasa sakit.
Baru sebulan setelah merasa sakit, Yopi memutuskan berobat ke dokter. Ia disarankan beristirahat total selama dua pekan dan terus-menerus mengompres jari-jarinya dengan air dingin. ”Bukan tulang yang terkena, melainkan otot tendonnya yang sobek. Jangan menggunakan jari tanpa istirahat selama lebih dari lima jam,” ujar Yopi.
Gaya hidup modern
Dokter Kemal Hastasubrata membenarkan bahwa gaya hidup manusia modern seperti penggunaan telepon seluler yang berlebihan bisa memicu sindrom De Quervain. Penyakit ini, menurut Kemal, menimbulkan rasa nyeri pada daerah Prossesus Stiloideus tulang Radius akibat inflamasi atau peradangan.
Akibat peradangan itu timbul bengkak pada jaringan pembungkus tendon otot Abduktor Pollicis Longus dan Ekstensor Pollicis Brevis. ”Penyakit ini bisa disembuhkan, tidak berbahaya atau mengancam nyawa, tetapi akan menyebabkan perasaan tidak nyaman sehingga mengganggu aktivitas,” kata Kemal.
Sindrom De Quervain dipicu oleh gerakan yang berulang-ulang, berlebihan, dan tidak biasa pada ibu jari seperti memeras kain dan permainan game. Selain itu, sindrom De Quervain juga bisa terjadi spontan pada wanita usia pertengahan dan ibu hamil. Dampak terburuk penyakit ini, pasien tidak dapat menggerakkan sendi pangkal ibu jari tangan.
Menurut dokter Kemal, sindrom De Quervain bisa dikenali berdasarkan keluhan pasien berupa nyeri ibu jari terutama saat adduksi pasif dari pergelangan tangan dan ibu jari. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan nyeri tekan pada daerah pergelangan tangan. Ibu jari juga bisa mengalami nodul (benjolan).
Pemeriksaan medis dilakukan dengan tes Finkelstein, yaitu melipat ibu jari ke arah telapak tangan, ditekan oleh empat jari yang lain dan seluruh tangan ditekuk ke arah kelingking (ulnar). Pasien dengan sindrom ini akan kesulitan menggerakkan ibu jari ke arah dalam.
Dokter biasanya akan memberikan injeksi steroid dan bidai pergelangan tangan di tahapan awal. ”Pada kasus yang lebih berat diperlukan tindakan operasi dengan memotong pembungkus tendon,” tambah Kemal.
Dokter Rika Haryono menambahkan, sindrom Carpal Tunnel hampir mirip dengan sindrom De Quervain, tetapi sindrom Carpal Tunnel ini menyerang bagian tengah pergelangan tangan. Sindrom Carpal Tunnel terjadi akibat peningkatan tekanan pada saraf median dan tendon di terowongan karpal.
Gerakan berulang menekuk pergelangan tangan dan gerakan terus-menerus mencengkeram bisa memicu sindrom Carpal Tunnel. Sindrom Carpal Tunnel juga dapat disebabkan oleh kondisi medis seperti diabetes, kehamilan, dan obesitas. ”Supaya otot tidak tegang, penggunaan ponsel, dan mouse (tetikus) komputer harus diselingi istirahat,” kata Rika. (Mawar Kusuma)
sumber: kompas.com
Anto (38) tiba-tiba panik ketika jempolnya tak bisa ditekuk ke arah dalam. Awalnya, ia mengira ibu jari tangannya itu keseleo akibat terjatuh. ”Begitu tahu jempolku tak bisa digerakkan, dokter langsung memastikan penyebabnya karena kebanyakan menggunakan telepon seluler,” kata Anto.
Dokter menyatakan Anto terkena sindrom De Quervain. Padahal, bagi Anto, jempol menjadi bagian tubuh yang paling aktif digunakan. Dengan jempolnya, Anto bekerja mengetik, berkomunikasi mengirim pesan singkat, berselancar di dunia maya, hingga bermain game.
Karena jempol tangan kanannya cedera, dokter meminta Anto istirahat total selama dua pekan. Pada tahap awal penyembuhan, ia diobati dengan injeksi steroid ke dalam pembungkus tendon untuk mengurangi peradangan. Pergelangan tangannya pun dibidai untuk mengurangi gerakan.
Seusai pelepasan bidai ternyata Anto masih merasakan sesekali sakit di tangannya. Ia pun lantas memilih membatasi penggunaan telepon seluler. ”Pantangan yang sulit dilakukan karena sehari-hari sudah sangat tergantung pada peranti-peranti itu,” keluh Anto.
Anto merasa penggunaan gadgetnya sehari-hari masih pada taraf wajar. Namun, ia mengakui sering kali mengisi waktu dengan bermain telepon seluler tiap kali terkena insomnia.
Sindrom Carpal Tunnel
Tak hanya sindrom De Quervain, penggunaan jari yang berlebihan juga bisa memunculkan sindrom Carpal Tunnel. Jempol tangan kanan dan kiri Yopi (36) didiagnosis dokter terkena sindrom Carpal Tunnel. Hingga kini, Yopi merasa tidak pernah benar-benar sembuh.
Jika tidak membatasi penggunaan telepon selulernya, rasa sakit di kedua jempol tangan yang mulai diderita sejak 2008 ini biasanya akan kambuh. Gara-gara sering kelamaan menelepon sambil tiduran, kini jari manis tangan kiri Yopi juga mulai terasa sakit dan berbunyi kletak-kletuk ketika digerakkan.
Awalnya, kedua jempol tangan Yopi bengkak memerah setelah ia bermain dengan alat pengendali game (game console) selama dua pekan berturut-turut. Tiap kali bermain game, ia biasa menghabiskan waktu tiga hingga empat jam. Jari-jarinya sempat sampai gemetar tiap kali memegang sesuatu.
Stik game (alat pengendali) yang runcing itu menekan batas antara telapak tangan dan jempol sehingga terasa sakit. Pertama kali merasa sakit, Yopi mengira tangannya keseleo. Ia pun lantas pergi ke tukang urut. Akibat diurut, kedua jempolnya justru semakin terasa sakit.
Baru sebulan setelah merasa sakit, Yopi memutuskan berobat ke dokter. Ia disarankan beristirahat total selama dua pekan dan terus-menerus mengompres jari-jarinya dengan air dingin. ”Bukan tulang yang terkena, melainkan otot tendonnya yang sobek. Jangan menggunakan jari tanpa istirahat selama lebih dari lima jam,” ujar Yopi.
Gaya hidup modern
Dokter Kemal Hastasubrata membenarkan bahwa gaya hidup manusia modern seperti penggunaan telepon seluler yang berlebihan bisa memicu sindrom De Quervain. Penyakit ini, menurut Kemal, menimbulkan rasa nyeri pada daerah Prossesus Stiloideus tulang Radius akibat inflamasi atau peradangan.
Akibat peradangan itu timbul bengkak pada jaringan pembungkus tendon otot Abduktor Pollicis Longus dan Ekstensor Pollicis Brevis. ”Penyakit ini bisa disembuhkan, tidak berbahaya atau mengancam nyawa, tetapi akan menyebabkan perasaan tidak nyaman sehingga mengganggu aktivitas,” kata Kemal.
Sindrom De Quervain dipicu oleh gerakan yang berulang-ulang, berlebihan, dan tidak biasa pada ibu jari seperti memeras kain dan permainan game. Selain itu, sindrom De Quervain juga bisa terjadi spontan pada wanita usia pertengahan dan ibu hamil. Dampak terburuk penyakit ini, pasien tidak dapat menggerakkan sendi pangkal ibu jari tangan.
Menurut dokter Kemal, sindrom De Quervain bisa dikenali berdasarkan keluhan pasien berupa nyeri ibu jari terutama saat adduksi pasif dari pergelangan tangan dan ibu jari. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan nyeri tekan pada daerah pergelangan tangan. Ibu jari juga bisa mengalami nodul (benjolan).
Pemeriksaan medis dilakukan dengan tes Finkelstein, yaitu melipat ibu jari ke arah telapak tangan, ditekan oleh empat jari yang lain dan seluruh tangan ditekuk ke arah kelingking (ulnar). Pasien dengan sindrom ini akan kesulitan menggerakkan ibu jari ke arah dalam.
Dokter biasanya akan memberikan injeksi steroid dan bidai pergelangan tangan di tahapan awal. ”Pada kasus yang lebih berat diperlukan tindakan operasi dengan memotong pembungkus tendon,” tambah Kemal.
Dokter Rika Haryono menambahkan, sindrom Carpal Tunnel hampir mirip dengan sindrom De Quervain, tetapi sindrom Carpal Tunnel ini menyerang bagian tengah pergelangan tangan. Sindrom Carpal Tunnel terjadi akibat peningkatan tekanan pada saraf median dan tendon di terowongan karpal.
Gerakan berulang menekuk pergelangan tangan dan gerakan terus-menerus mencengkeram bisa memicu sindrom Carpal Tunnel. Sindrom Carpal Tunnel juga dapat disebabkan oleh kondisi medis seperti diabetes, kehamilan, dan obesitas. ”Supaya otot tidak tegang, penggunaan ponsel, dan mouse (tetikus) komputer harus diselingi istirahat,” kata Rika. (Mawar Kusuma)
sumber: kompas.com