• Senin, Februari 13, 2012
  • Administrator
DIKUTIP.COM - Cara Membuat Rambut Sehat dan Indah, Rambut indah merupakan dambaan setiap kaum hawa, namun rambut indah juga belum tentu sehat. Lalu bagaimana cara agar rambut kita sehat dan terlihat indah alami.

Mahkota wanita yang satu ini merupakan bagian dari gaya hidup yang tak dapat dipisahkan dari mode dan fashion terbaru sepanjang masa. Setiap tahun selalu ada model rambut unik dan keren. Tentunya apabila rambut sehat dan indah maka akan sangat mudah untuk dipotong sesuai trend saat ini.

Berikut 7 tips cara membuat rambut sehat alami dan indah yang dikutip dari tradisi Ayurveda yang berumur 5.000 tahun mengenai keindahan dan kesehatan rambut:

1.  Mulailah dengan mengatur makanan. Pilih makanan yang mengandung sayuran hijau dan buah manis. Produk susu dan yogurt juga baik untuk rambut. Demikian juga dengan kelapa.

2.  Hindari makanan olahan atau kalengan. Ayurveda mengatakan bahwa makanan dengan pengawet buatan dan bahan kimia tambahan tidak akan memberi manfaat gizi untuk tubuh dan badan. Minuman dingin juga mengganggu proses pencernaan dan asimilasi zat gizi.

3.  Bumbu seperti lada hitam bermanfaat untuk kesehatan rambut. Tambahkan bumbu ini ke dalam sup atau masakan lain.

4.  Hindari stres karena dapat berakibat serius dalam jangka panjang dan mempengaruhi warna rambut. Cobalah atur waktu dan tugas untuk meminimisasi tekanan. Lakukan rileksasi/meditasi.

5.  Jauhi produk kimia keras yang dapat merusak rambut. Cari sampo dan kondisioner alami dan lembut, terutama bila Anda mencuci rambut tiga kali seminggu.

6.  Pijat kulit kepala dengan minyak kelapa atau minyak zaitun untuk menstimulasi dan memberi kelembaban kulit kepala.

7.  Jangan sisir rambut dengan sikat ketika rambut basah

Google Logo
Google kini memperlebar sayapnya ke produk elektronik konsumen. Google dilaporkan sedang mengembangkan home entertainment system secara online. Ini berarti dapat streaming musik secara nirkabel di seluruh rumah.

Menurut keterangan dari sumber yang mengetahui rencana ini, produk tersebut nantinya akan dipasarkan dengan menggunakan merek Google.

Wall Street Journal mengatakan bahwa langkah ini akan menjadi penanda pertama kalinya bagi Google dalam menyasar pasar dan desain perangkat elektronik konsumen. Sebelumnya, Google pernah mencobanya secara tidak langsung, dan terbilang gagal.

Misalnya Google TV, yang software-nya bakal memasok smart-TV dan perangkat berkoneksi web. Selain Google TV, upaya gagal yang lain yakni Nexus One atau Google Phone, perangkat yang dibuat dengan HTC ini terbilang gagal secara komersial.

Tapi, sistem operasi Android yang ditanamkan pada ponsel telah menjadi kejutan besar untuk operator yang menawarkan software dalam handset mereka.

Jika dalam proyek Nexus One dan Google TV, perusahaan mesin pencari ini bekerja sama dengan pembuat hardware, kali ini Google mengerjakan sendiri. Pengerjaan ini bukan berarti Google tak mengetahui bagaimana membuat hardware.
Perusahaan mempertimbangkan desain inovatif untuk rumahan mengingat Google mengalami masalah saat berhubungan dengan barang konsumen.

Pada Mei tahun lalu, Google berencana untuk menanamkan Android pada pusat sejumlah perangkat yang terkoneksi secara elektronik, dari penerangan dan sistem perairan di rumah, hingga pengendali game serta keyboard.

Google juga mengatakan bahwa pihaknya berencana memasukkan perangkat Android kecil yang disebut Project Tungsten, yang akan menghubungkan speaker dan sistem stereo rumah ke streaming musik dari sistem musik berbasis komputasi awan Google.

Upaya Google ini disebut seperti Sonos dan Bose, pembuat sistem audio rumahan untuk kalangan kelas atas, yang akan segera mendapat kompetitor besar dengan kehadiran Google dalam segmen ini.

sumber: vivanews.com
  • Senin, Februari 13, 2012
  • Administrator

“Kami wasiatkan kepada diri kami pribadi dan jamaah sekalian untuk bertaqwa kepada Allah dan jangan tertipu dengan gemerlap dunia. Karena orang yang memilih dunia adalah orang yang rugi.”
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Kewajiban kita sebagai muslim adalah merenungi dan memperhatikan berbagai kenikmatan yang Allah berikan, yang tidak Allah berikan kepada generasi-generasi sebelum kita. Nikmat itu bisa berupa nikmat ilmu pengetahuan, teknologi pengajaran, informasi, komunikasi, pengobatan, ekonomi, transportasi dan lain-lain.

Kita melihat bahwa perkembangan dunia ini terjadi begitu luar biasa. Oleh karena itu, seorang muslim yang baik tentu akan bertanya-tanya di manakah keberkahan, ketenangan hati, atau kehidupan yang menyenangkan yang Allah janjikan? Sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS an-Nahl: 97)

Adakah perkembangan yang ada ini menyebabkan hati menjadi tenang, kebahagiaan, dan turunnya keberkahan? Saat ini merupakan jaman kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi apakah jaman ini merupakan jaman penuh keberkahan?
Banyak kita jumpai orang yang berbadan sehat dan kaya, tetapi hidup dalam kesengsaraan. Hatinya selalu diliputi rasa cemas dan kegalauan, serta tidak pernah merasakan nikmatnya rasa aman. Pertanyaan-pertanyaan ini tentu menggelitik kita untuk bertanya. Apakah sebenarnya keberkahan? Dan dimanakah keberkahan itu berada?
Allah berfirman (yang artinya), “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raf: 96)
Jamaah Jumat yang berbahagia,

Keberkahan adalah bertambah dan berkembangnya kebahagiaan dan kebaikan yang banyak. Keberkahan yang Allah turunkan sangatlah banyak. Semua kebaikan datangnya dari Allah dan di tangan-Nya. Allahlah yang memiliki segala kesempurnaan dan dari Allah-lah bersumber segala kebaikan. Tidak ada yang sulit bagi Allah untuk mengabulkan segala doa dan permohonan.

Kekayaan Allah tidaklah berkurang sedikit pun karena sering diberikan. Bahkan seluruh alam semesta menengadahkan tangan meminta kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS ar-Rahman: 29)

Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu.” Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. Tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya. Dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS Al-Maidah: 64)

Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kebaikan di dunia ini sebagai rizki untuk semua-Nya, baik orang yang bertaqwa ataupun orang yang durjana. Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan banyak dari makhluk-Nya yang mengandung keberkahan, air hujan itu mengandung keberkahan, makan sahur mengandung keberkahan, Ka’bah rumah Allah-pun mengandung keberkahan. Minyak wangi yang harum juga mengandung keberkahan. Masjid al-Aqsha juga Allah berkahi dan Allah berkahi segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Allah turunkan Al-Quran sebagai kitab yang penuh berkah, di malam Qodar yang penuh berkah.

Ringkasnya segala sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil bahwa sesuatu itu mengandung berkah, maka berarti Allah telah meletakkan keberkahan di dalamnya. Sedangkan manusia yang berkah sebagaimana kata al-Imam Ibn al-Qoyyim adalah orang yang memberi manfaat kepada sekelilingnya dimana dia berada. “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup.” (QS Maryam: 31). Allah meletakkan keberkahan dalam harta, anak, keluarga, kondisi, waktu, tempat amal dan lain-lain.
Jamaah yang dimuliakan Allah,
Cara untuk mendapatkan keberkahan adalah dengan beriman, bertaqwa, bersikap adil, kasih sayang dan berbuat baik kepada orang. Dikatakan kepada Adam, Bapak Manusia yang pertama, saat pertama kali turun ke dunia ini Allah berfirman (yang artinya): “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta“. (QS Thaha 123-124). 

Kepada Nuh alaihis salam Bapak Manusia yang kedua, Allah juga berfirman (yang artinya), “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka , kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.” (QS Huud: 48)

Maka iman, taqwa, dan mengikuti petunjuk adalah cara untuk mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi sehingga rizki bercurah-curah tiada henti. Dan Allah tidak pernah menyelisihi janji
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min dan harta mereka dengan memberikan surga kepada mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. Janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah 111)
Jamaah Jumat sekalian,
Agama dengan aqidah dan syariatnya akan menyebabkan kebahagian dunia kemudian kebahagian akhirat. Ini merupakan sebuah kepastian sejak manusia yang pertama Adam sehingga akhir jaman nanti. Orang-orang yang beriman menerima hal ini dengan hati penuh rasa percaya dan tidak ragu meskipun hanya sekejap mata. Keimanan ketaqwaan, keshalihan, dan petunjuk merupakan sebuah kekuatan pendorong untuk memakmurkan.
  • Senin, Februari 13, 2012
  • Administrator
J'ART KALIGRAFI ( pengrajin kaligrafi jarum dan benang )



Dari Amirul Mukminin, Umar bin Khathab ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung kepada niatnya dan tiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka ia akan mendapatkan pahala hijrah karena Allah dan Rasulullah. Barang siapa yang hijrahnya karena faktor duniawi yang akan ia dapatkan atau karena wanita yang akan ia nikahi, maka ia dalam hijrahnya itu ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari-Muslim)
Setiap amal bergantung kepada niatnya. Yup, benar banget. Niatnya pun kudu ikhlas karena ingin mengharap keridhoan Allah Swt. semata. Hmm.. kudu ikhlas ya? Waduh, kayaknya kata itu buat kita jadi makin asing neh. Bukan kenapa-kenapa, susah juga nemuin orang yang mau ikhlas di jaman sekarang. Segalanya diukur dengan duit, dengan harta benda, ketenaran, cari muka dan sejenisnya. Iya, maksudnya kalo kita mau nolong orang kadang yang kepikiran: nih orang mau ngehargai gue nggak sih; orang ini kalo gue bantu mau balas jasa nggak ke gue; kalo gue menolong dia nama gue harum nggak sih; kalo gue nolong orang ini, kira-kira berapa gue dibayar; dan seabreg pikirin lainnya yang ujungnya itung-itungan deh.
Bro en Sis, secara teori udah banyak orang yang jelasin. Seperti kata teori pula, kayaknya gampang untuk bisa ikhlas. Tapi praktiknya, duh kita bisa rasakan sendiri gimana susahnya jaga hati dan jaga pikiran biar ikhlas kita nggak ternoda. Soalnya, ada aja celah yang bisa bikin kita melenceng dari niat awal dalam berbuat. Awalnya sih insya Allah bakalan ikhlas, eh nggak tahunya di tengah jalan ada yang godain kita supaya nggak ikhlas. Halah, gawat bener kan?
Sobat muda muslim, sekadar ngingetin memori kita, dalam Islam ikhlas ternyata mendapat perhatian khusus lho. Soalnya, ini erat kaitannya dengan amal perbuatan kita dan keimanan kita kepada Allah Swt. Jangan sampe deh kita beramal diniatkannya bukan karena perintah Allah Swt. atau bukan karena ingin mendapat ridho Allah Swt. Kalo sampe diniatkan dalam beramal karena ingin dipuji manusia gimana tuh? Duh, nggak tega deh saya nyebutinnya. Soalnya, tuh amal nggak bakalan ada bekasnya alias nggak mendapat ridho Allah Swt. Amal kita jadi sia-sia, Bro. Ih, nggak mau kan kita beramal tapi nggak dapat pahala? Amit-amit deh!
Bro en Sis, ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan maupun perbuatan ditujukan untuk Allah Ta’ala semata. Allah Swt. dalam al-Quran menyuruh kita ikhlas, seperti dalam firmanNya (yang artinya): “dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS Yunus [10] :105)
Rasulullah saw, juga ngingetin kita melalui sabdanya (yang artinya), “Allah tidak menerima amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata.” (HR Abu Daud dan Nasa’i)
Imam Ali bin Abu Thalib r.a juga berkata, “orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.”
Bro, sekadar tahu aja bahwa ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seseorang nggak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Firman Allah Swt (yang artinya): Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS al-An’aam [6]: 162)
Allah Swt. juga berfirman dalam ayat lain (yang artinya), “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS al-Bayyinah [98]: 5)
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
Karena itu nggak heran kalo Ibnu Qayyim al-Jauziyah ngasih perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau menulis, “Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”
Bro, lawannya ikhlas itu adalah ujub dan riya’. Itulah sebabnya orang yang sekaliber Umar bin Abdul ‘Aziz r.a. pun sangat takut akan penyakit riya’. Ketika ia berceramah kemudian muncul rasa takut dan penyakit ujub, segera ia memotong ucapannya. Dan ketika menulis karya tulis dan takut ujub, maka segera merobeknya. Subhanallah!
Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengomentari ayat kedua dari surat al-Mulk (liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalaa), bahwa maksud dari amal yang ihsan (paling baik) adalah amal yang akhlash (paling ikhlas) dan yang ashwab (paling benar). Ada dua syarat diterimanya amal ibadah manusia, ikhlas dan benar. Amal perbuatan, termasuk ibadah yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah semata tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan syariat Islam, maka amal tersebut tidak akan diterima Allah. Begitu juga sebaliknya, jika perbuatan dan ibadah dilakukan sesuai dengan syariat, tetapi yang melaksanakannya tidak semata-mata ikhlas karena Allah, maka amalnya tidak diterima.
Ikhlaskah kita?
Ikhlaskah kita jika beramal tapi ngarepin imbalan materi? Ah, kamu pasti bisa menilai sendiri deh. Iyalah. Misalnya nih, kalo ortu kamu minta tolong sama kamu untuk belanja kebutuhan dapur ke warung dekat rumah, kemudian kamu minta imbalan ke ortu kamu, ati-ati lho. Itu bisa termasuk nggak ikhlas kamu berbuat. Sebaiknya lurus-lurus aja. Nggak ngerasa ada ruginya alias nothing to lose, gitu lho. Mau dapet materi apa nggak dari apa yang kita usahain, kita nggak peduli. Nolong aja. Apalagi itu sama ortu. Jangan sampe deh ketika ortu minta tolong, eh kita malah pake tarif segala: Jauh-dekat Rp 2000 (idih, emangnya naik angkot!).
Bro, kalo kebetulan kamu ditunjuk jadi ketua OSIS atau ketua Rohis, nggak usah ngarepin materi dari jabatan yang kamu sandang. Kalo kamu beranggapan bahwa dengan menjadi ketua OSIS kamu bakalan bisa dengan mudah narikin iuran dari siswa terus kamu bisa memperkaya diri, wah itu namanya bukan cuma nggak ikhlas tapi udah melakukan penyalahgunaan jabatan.
Bro, meski kita nggak ngarepin imbalan secara materi, tapi yakin deh bahwa apa yang kita lakukan pasti mendapat ganjaran kebaikan lain di sisi Allah Swt. Jadi, nothing to worry about alias nggak perlu cemas dengan jaminan kebaikan dalam bentuk lain yang Allah berikan sebagai ‘imbalan’ atas keikhlasan kita. Intinya sih, jangan ngarepin imbalan dari manusia, cukup ridho dari Allah Ta’ala aja yang kita harepin. Setuju kan?
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan selendang dari Najran yang kasar pinggirnya. Tiba-tiba seorang badui berpapasan dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika aku memandang ke sisi leher Rasulullah saw. ternyata pinggiran selendang telah membekas di sana, karena kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata: Hai Muhammad, berikan aku sebagian dari harta Allah yang ada padamu. Rasulullah saw. berpaling kepadanya, lalu tertawa dan memberikan suatu pemberian kepadanya. (HR Muslim)
Subhanallah, Rasulullah saw. malah memberikan harta (berinfak), padahal orang badui itu memintanya dengan kasar. Tapi itulah Rasulullah saw. sudah mengajarkan kepada umatnya bahwa beramal baik harus ikhlas dan tanpa pertimbangan untung-rugi lagi. Hebat kan, Bro?
Oya, keikhlasan kita juga akan diuji saat kita merasa ingin dilihat oleh orang lain, lho. Kalo mikirin hawa nafsu sih, kadang kita kepikiran ya pengen dilihat oleh teman kita ketika kita berbuat sesuatu. Ketika masukkin duit ke keropak di masjid, kita bahkan kepengin banget diliatin ama temen di sebelah kita. Emang sih, duitnya kita tutupi dengan tangan satunya saat masukkin ke keropak yang diedarkan di masjid kalo ada acara di sana. Apalagi kalo sampe terbersit di pikiran dan hati kita akan adanya decak kagum dari teman yang ngeliat amal kita, “subhanallah ya, dia rajin shadaqahnya”. Duh, itu bisa menodai amalan kita, Bro. Emang nggak mudah berbuat ikhlas ya. Tapi bukan berarti nggak bisa dilakukan.
Saat tampil jadi imam shalat, dan kebetulan bacaan al-Quran kita maknyus alias enak didengerin sama jamaah lain, jangan sampe deh kita punya pikiran ingin dianggap paling hebat. Apalagi kalo sampe diam-diam kita malah mengagumi diri sendiri, “orang lain nggak ada yang bisa kayak saya. Mereka pantas memilih saya jadi imam shalat”. Ah, ngeri deh. Ngeri kalo amalan kita bakalan nguap begitu aja. Insya Allah cara shalatnya sih bener asal ngikutin aturan yang udah ditetapkan dalam fiqih, tapi persoalan niat yang ada di pikiran dan hati bisa merusak amalan baik kita. Bener lho. Gara-gara nggak ikhlas, amal kita jadi sia-sia. Karena kita lebih ngarepin agar diliat oleh orang daripada ingin diliat sama Allah Swt.
Bro en Sis, emang sih kita bisa merasakan langsung kalo targetnya ingin diliat orang. Begitu suara kita mengalun manis dan easy listening saat mendendangkan nasyid terbaru dan kemudian para jamaah penonton konser nasyid tingkat RT yang kita ikutin itu bersorak gembira dan mengelu-elukan kita, pasti deh ada aja sedikit rasa jumawa en bangga diri (gue gitu, lho!). Awalnya sih boleh-boleh aja kita merasa ingin dihargai orang lain. Wajar kok. Tapi yang nggak wajar adalah kita merasa harus memposisikan diri selalu ingin dihargai dan dihormati. Kalo nggak dihargai ngambek dan kecewa. Nah, yang bisa merusak amal kita adalah karena niat yang udah tercemar “ingin selalu diliat orang”. Padahal, menjadi “dilihat orang” adalah efek samping, bukan tujuan kita dalam berbuat/beramal. Orang yang sering tampil dimuka umum wajar atuh kalo akhirnya dikenal. Tul nggak sih?
Muhasabah diri
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hasyr [59]: 18)
Ayat ini merupakan isyarat untuk melakukan muhasabah setelah amal berlalu. Karena itu Umar bin Khaththab ra berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab” (Ibnu Qudamah, Minhajul Qashidin (terj.), hlm. 478)
Muhasabah di sini artinya senantiasa memeriksa diri kita sendiri. Sudah sejauh mana sih yang kita raih dalam beramal baik. Sudah banyak nggak pahala yang kita perbuat, atau jangan-jangan malah sebaliknya kedurhakaan yang mengisi penuh pundi-pundi amal yang bakalan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah?
Yuk, kita bareng-bareng meningkatkan kualitas amalan kita dan memperbanyak amal shaleh. Senantiasa ikhlas, bersabar, dan bersyukur kepada Allah Swt. Nggak jamannya lagi mengingkari kelemahan kalo sejatinya kita emang lemah dan nggak mampu. Juga nggak perlu malu mengakui kesalahan jika memang kita salah. Jangan menyerang orang lain yang kita tuding sebagai biang kesalahan kita, tapi kita melakukan interospeksi diri. Sebab, kita hidup bersama orang lain. Dan kita memang saling membutuhkan satu sama lain. Kita juga pasti butuh kepedulian dari orang lain (termasuk kita sendiri harus peduli dengan orang lain). Itu sebabnya, kita harus ikhlas menerima teguran dan nasihat dari teman kita. Jangan merasa terhina jika dinasihati. Tapi sebaliknya, merasa diistimewakan karena selalu diingatkan.
Nikmati dunia ini dengan cara yang benar dan tuntunan yang sesuai ketetapan Allah Swt. dan RasulNya. Tak perlu khawatir, karena semua yang diberikan oleh Allah Swt. kepada kita adalah demi kebaikan kita. Tetaplah kita bersama Allah Swt. dan RasulNya. Jalani hidup dengan ikhlas, insya Allah nikmat, bahagia, tanpa perlu merasa was-was. Ikhlas menjadikan kita lebih terhormat di hadapan Allah Swt., juga menjadikan orang lain berusaha mencontoh pribadi kita yang baik. Semoga, kita semua bisa menjadi hamba-hamba Allah Swt. yang senantiasa ikhlas menghadapi berbagai kenyataan hidup sembari berdoa memohon ampun dan pertolongan kepada Allah Swt. Kita muhasabah diri: seberapa ikhlaskah kita? Hanya kita yang mampu menjawabnya. Interospeksi yuk!

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive