DIKUTIP.COM - Sebagai seorang wanita yang cantik,  Dina memiliki hampir segala yang diimpikan kaum wanita. Parasnya ayu,  manies dan selalu enak dipandang. Bentuk hidung, mata, alis, bulu mata  hingga ke garis pipi yang tertata indah bak bulu perindu diatas bintang  timur diwaktu senja. Posturnya tubuhnya sangat ideal untuk seorang  wanita. Kulitnya yang putih dan jenis rambutnya yang panjang hitam  bergelombang menambah nilai keaggunannya. Kemolekan lekuk tubuhnya  menyebabkan ia sering disebut wanita terseksi.Dina, seorang wanita karir pada  salah satu perusahaan swasta besar di Ibukota, termasuk wanita yang  cerdas. Ditunjang pendidikan formalnya yang merupakan alumni Pasca  Sarjana Komunikasi Universitas ternama. 
Loyalitas terhadap perusahaan tidak  diragukan lagi, sehingga menjadikan dirinya sebagai salah satu ’maskot’  pegawai diperusahaannya. Tak heran bila karirnya bagai ’rising’ star.  belum sepuluh tahun bekerja, dia sudah menduduki jabatan penting,  setingkat Department Head (Kepala Bagian). Dikenal dekat dengan bawahan.  Suppel dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan jajaran pimpinan.  Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan dikalangan pegawai,  gunjingan hingga tentu saja ’fitnah’ dari orang-orang yang tidak  menyukainya. Apalagi ketika terdengar kabar bahwa dia akan dipromosikan  menjadi salah satu deputy kepala divisi. 
’ah…paling dengan keseksiannya’ kata mereka yang tidak suka.
—oooOooo—
”Ibu mau kemana….?” tanya Fitri, puteri bungsunya
”Ibu mau berangkat ke kantor nak…” jawab Dina, sambil merapihkan pakaiannya
”Kok masih gelap bu….bareng ayah gak bu…?” tanya Fitri lagi dengan bahasa anak yang agak cadel
”Ayah khan belum pulang nak. Masih di Bandung…” jawab dina, tanpa memalingkan wajah dari cermin hiasnya
Jam masih menunjukkan pk. 04.25  pagi. Hari masih gelap. Anak-anaknya masih terlelap, kecuali Fitri yang  terbangun karena mendengar suara peralatan riasnya.
”Aku tidak boleh terlambat…aku harus tiba sebelum Bos dan Klienku datang..” pikir Dina dalam hati
”Bu, aku masih mau tidur….” kata Fitri
”Iyya nak….”
.Dina mencium kening anak puteri  satu-satunya itu. Dengan penuh kasih sayang dipeluknya erat sambil  berkata pelan, ”Nanti sekolah sama si Mbok ya….sarapan disekolah juga  gak apa-apa kok…Ibu harus berangkat pagi-pagi…”
”Ah, Ibu…kemarin sudah pegi pagi…kemarinnya lagi pagi, sekarang pagi lagi…” keluh Fitri, dengan menggeleng-gelengkan kepalanya
”Fitri, Ibu bekerja juga untuk  Fitri. Untuk sekolah Fitri dan Adit…..untuk membelikan Fitri  rumah-rumahan dan masak-masakan…” jawab Dina pelan
”Tapi Ibu selalu pulang malam.  Fitri gak pernah tidur bareng Ibu. Makan sama si Mbok…sekolah juga sama  si Mbok….” keluh Fitri lagi sambil menggulingkan tubuhnya.
”Fitri, Ibu mau berangkat…..kamu berangkat sama si Mbok ya…!” seru Dina dengan sedikit keras dan wajah agak memerah.
Dina segera keluar kamar. Dia memang tidur bersama anak puterinya yang masih berusia tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina menyempatkan diri melihat raut wajahnya dicermin.
Terlihat jelas rona merah  diwajahnya. Warna kulitnya yang putih menambah kejelasan ’rona  merahnya’. Dina menghela nafas panjang, kemarahan sesaat telah merubah  tutur bahasanya. Sudah merubah pula paras ayunya…
”Huh…Fitri selalu membuat aku marah….Fitri sering memperlambat jalanku ke kantor…” keluhnya sambil mengusap keringat didahinya.
”Ah sudah pk. 04.45…aku bisa terlambat …”
Dina mempercepat langkahnya. Sampai  diteras rumah keraguan muncul dihatinya….Dia belum sempat bicara dengan  Adit, anak sulungnya…
”Ah dia khan sudah tujuh tahun. Sudah lebih besar. Dia pasti ngerti lah…”
—oooOooo—
Presentasi mengenai  pengembangan perusahaan, khususnya bidang komunikasi, kemitraan dan  pemasaran yang dipaparkan Dina memdapatkan sambutan luar biasa dari  Stake Holder (Pemegang Saham, Komisaris, Jajaran Direksi dan Mitra  Kerja). Sambutan itu ditandai dengan tepuk tangan meriah sambil berdiri  dan ucapan selamat yang seolah tak putus.
Senyum sumringah tersembul dari  wajah Dina. Perasaan puas memenuhi rongga hatinya. Dia menghela nafas  panjang. Memejamkan mata sesaat….”Akhirnya aku berhasil….”
Untung aku bisa mempersiapkan diri dengan baik. Untung juga aku tiba lebih awal sehingga bisa mengkondisikan semuanya…….
”Dina selamat ya….tidak sia-sia  kami menempatkan kamu sebagai Dept Head Promosi & Kemitraan…..”  kata seorang Direksi sambil menjabat erat tangan Dina.
Jabatan tangan yang terasa ’lain’.  Terasa ada getaran ’hangat’ yang menjalar melalui jari-jari terus hingga  pangkal tangan, dan meluncur deras dihati. Jantung berdegup  kencang…entah perasaan apa itu. Yang jelas perasaan itu membuatnya  pikirannya ’kacau’, hatinya diliputi oleh suatu misteri..entah misteri  apa
”Dina, kerja kamu luar  biasa…..masih muda, cantik, jenius….tak salah jika Perusahaan memberimu  posisi tsb…..” kata seorang Komisaris
Pujian komisaris menambah kencang  degup jantungnya…seolah darah berhenti mengalir. Seolah kaki sulit untuk  digerakkan. Dengan menghirup nafas pelan, Dina membalas pujian tsb
”Terima kasih Pak..terima kasih…semua berkat bantuan dan bimbingan Bapak…”
”Berapa usiamu sekarang… adakah 40…?” tanya Komisaris itu lagi
Dina tersipu malu…..rona merah kembali menghiasi wajahnya….
”Saya baru 34…. Pak…” jawab Dina sambil tertunduk malu
”Wow…Surprise…kita memiliki calon direksi termuda. Cantik, jenius dan ber-visi…semoga kamu sukses ya….”
Dina terkesima. Tak percaya. Calon direksi….? ah, gak mungkin… aku salah dengar….
—oooOooo—
Minggu, pk. 04.00 Dina terbangun. 
Ohhhhh….lelah pikiran dan badannya  membuatnya agak sedikit malas untuk bangun. Namun undangan stake holder  untuk sekedar minum kopi pagi di Kafe Padang Golf mengharuskan dia untuk  segera bergegas…..
”Ah….ngantuknya…..”
Dina kembali merahkan  badannya….rasanya dia ingin meliburkan diri bersama  anak-anaknya….terutama Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah….
Tapi…undangan Direksi dan Komisaris  adalah sebuah ’Perintah’…laksana titah Raja yang harus dijalankan,  meskipun hanya ajakan sambil lalu…
”Ahhhh…..”
Dina mulai menyiapkan diri. Mandi  pagi dan sedikit bersolek….tampil agak cantik dan…hmmmm..seksi dikit  rasanya tidak apa-apa. Toh akan bersantai bersama orang-orang penting  ’penguasa’ kantor….’apalagi bila….bila ada yg tertarik padaku…’  pikirnya..
’ah pikiran ngelantur…..’ pikirnya lagi
”Ibuuuu….Tolong tiduri aku Bu….” seru Adit sambil berjalan pelan dan membawa bantal guling yang sarung entah kemana
”Adiiit….?” tanyanya heran
”Adiit….” seru Dina kembali. Heran, tidak biasanya Adit bangun pagi dan pindah ke kamarnya.
”Ibuuu…tolong tiduri aku bu…semalam aku gak bisa tidur…aku kepikiran Ayah….aku ingin bermain bersama Ayah….”
”Adit. Hari ini Ibu masuk kantor….Ibu akan bertemu Bos di kantor…” jawab Dina
”Ibuuu…tolong tiduri aku…aku  ngantuk …pengen tidur bareng Ibu…” pinta Adit, kemudian merebahkan  kepalanya di pangkuan Dina, Ibundanya…
Dina terdiam. Hatinya semakin  membuncah….perasaan malas memenuhi undangan Direksi kembali muncul….tapi  motivasi untuk memperlihatkan loyalitas demikian tinggi…dus, dia sudah  berdandan seksi.
Diusap-usap perlahan kepala  Adit. Rambutnya yang sedikit ikal bergelombang mirip seperti rambutnya.  Bentuk wajahnya yang agak oval dan halus merujuk pada ayahnya…
”ahhh..aku jadi ingat Mas  Darman. Wajah Adit mirip ayahnya….semalam dia memberi kabar kalau  Meeting di bandung diperpanjang karena banyak Klien baru yang ikut  datang….” bathin Dina dalam hati….seketika ia merasa bersalah dengan  suaminya.
”Adiiit, Ibu harus pergi sayang…..Ibu harus masuk kantor…..”
”Tapi buu…” Adit tidak bisa  meneruskan kalimatnya, karena Dina mengangkat kakinya perlahan, sehingga  kepala Adit berpindah ke bagian pinggir tempat tidur.
Dina meneruskan riasannya  dimuka cermin yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. Bibirnya diolesi  lipstick tipis warna merah muda, sesuai dengan pakaian yang  dikenakannya. Pakaian terbaik yang dimilikinya, hadiah Ulang Tahun dari  Mas Darman suami tercinta.
”Mas Darman pasti akan silau  bila melihat aku sekarang. Pasti akan memujiku ’Cantiiik’..hehehe…sayang  dandananku saat ini untuk orang lain….”
”Huk..huk..huk..” suara batuk kecil beriak keluar dari mulut Adit
”Adiit, kamu batuk. Jajan apa kamu kemarin” tanya Dina sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya
”Huk..huk..huk..” suara itu kembali terdengar
“Mboookkk….tolong ambilkan air putih hangat. Adit batuk nih” teriak Dina dari dalam kamarnya 
Tepat pk. 05.00 Dina meluncur menuju Kafe Padang Golf. Perjalanan akan memakan waktu 30 menit. Cukuplah. Karena  pertemuan dan sarapan kopi pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi  biasanya banyak yang sudah datang dengan perlengkapan stick golf,  termasuk pemilihan ’caddy’ pendamping permainan golfnya nanti.
—oooOooo—
Dina sangat menikmati suasana  Kopi Paginya. Dia begitu cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.  Tidak ada lagi perasaan canggung, malu dan minder bercengkerama dengan  jajaran Direksi, Komisaris dan Pimpinan Unit Mitra Kerja. Apalagi dalam  acara yang dikemas secara informal ini. Seolah ia sudah menjadi bagian  dari mereka. Jajaran elit perusahaan.
”Penuhi jiwa ini dengan satu  rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu…meski tak layak ku harap debu  Cinta-MU” ringtone HP Dina berbunyi….
”Maaf Pak,,,,,,,” Dina tak sanggup meneruskan kata-katanya untuk meminta ijin mengangkat Hpnya
”Silakan ..silakan….ini suasana santai kok” jawab salah seorang Direksi
”Permisi Pak” 
”Meski begitu ku akan bersimpuh…  Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu….” ringtone itu terus berbunyi…
Ditempat yang agak jauh dari kerumunan orang Dina mengangkat Hpnya…
”Hallo….” sapanya
”Bu…kamu ada dimana sekarang….?” tanya suara disana dengan lembut
”Sedang bersama Direksi dan komisaris di kantor.. Yahas…” jawab Dina
Ohhh,…ternyata dari mas Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah, menyesuaikan diri dengan panggilan anak-anaknya
”Loch emangnya masuk… ?” tanya Mas Darman lagi
”Iyya Yah…”
”kapan pulangnya…Adit sakit di rumah kata si Mbok…”
”nanti siang…..atau mungkin juga sore…”
”Yaa sudah…biar Ayah saja yang pulang segera”
—oooOooo—
Pk. 15.30 Dina kembali  kerumahnya. Sarapan Kopi Pagi di kafe Padang Golf ternyata diteruskan  dengan acara ramah tamah dan meeting informal dengan Mitra Kerja dan  Klien. Beberapa Kontrak Kerja ’deal’ setengah kamar dalam ramah tamah  itu. Dina baru mengetahui kalau banyak ’deal’ ’deal’ kontrak kerja yang  putus di Kafe, Padang Golf serta jamuan makan. Mungkin karena lebih  santai dan informal….pikirnya, sehingga lebih mudah untuk bicara dari  hati ke hati
Tiba di ujung jalan pemukiman,  Dina melihat banyak orang berduyun menuju satu rumah dengan membawa  nampan, rantang dan gelas-gelas kecil.
”Ada apa ini…?” tanya Dina dalam hati
Ada bendera kuning terikat di atas tiang listrik tepi jalan…
”Ohh ada yang meninggal….”
Dina mempercepat langkahnya. Ia juga ingin melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial di lingkungannya….
Tak berapa lama Dina tersentak.  Kakinya kaku tak bisa digerakkan….dia melihat banyak orang berkerumun  dipekarangan rumahnya. Kebanyakan ibu-ibu dan wanita yang mengenakan  pakaian berwarna gelap dan berkerudung. Bapak-bapak ada di ruang tengah…
”ohh…apakah…apakah…..”
”Tidaaaakkkkkkkkk”
Dina mencoba untuk berlari. Namun kakinya semakin sulit bergerak. 
Air mata Dina deras mengalir  ketiak ia melihat seorang bapak berpeci hitam dan berpakaian muslim  putih sedang melantunkan ayat-ayat Qur’an. Dari suaranya tersendat  terlihat jelas bahwa Bapak itu menahan tangis. Kadang sesegukan sesekali  menghambat laju bacaan Qur’annya..
”Mas Darman…..Ayahhhhhh” seru Dina setengah berteriak
“Ayah siapa yang meninggal Yah….?” tanya Dina kepada Bapak yang sedang mengaji tadi
”Ayah..siapa yah….?” tanyanya lagi
Bapak tadi tidak menjawab. Telunjuk jarinya mengisyaratkan bahwa Dina bisa membuka kain kafan yang belum tertutup
Dengan sedikit merangkak, Dina berjalan tersendat, dan membuka kain kafan penutup wajah si mayit.
”Yaa Allah…Aadiiitttt” Dina langsung memeluk tubuh jenazah itu
”Maafkan Ibu Nak….maafkan Ibu  nak…….” teriak Dina keras, membuat seisi rumah menoleh kepadanya. Bahkan  beberapa orang yang berada di luar juga berlari kearah rumah
”Adddiiiiittttt….Sini nak…Ibu akan tiduri kamu…Ibu akan tidur bersamamu Nak…..”
”Addiiittttt bangun nak..Ibu sudah pulang…Ibu sudah pulang nak….”
”Ibu ingin tidur bersama mu….”
Dina meraung keras seperti anak  kecil yang kehilangan orang tuanya….air matanya mengalir deras. Tak  kuasa menahan sedih. Rasanya ingin sekali ia menggoyang-goyangkan tubuh  kaku itu agar kembali bergerak….namun Mas Darman segera merangkulnya.  Memeluknya. Dan mencium keningnya…
”Bu….ini salah kita..salah Ayah….Ayah terlalu sering meninggalkan keluarga..” 
”Bukan Yah…ini salah Ibu…tadi pagi Adit minta ditemani tidur, tapi Ibu tolak…”
”Ya sudahlah…ini salah kita semua. Adit terkena paru-paru basah akut. Dan terlambat ditolong…..”
—oooOooo—
Anak, isteri, suami dan  keluarga adalah perhiasan dunia. Perhiasan yang paling indah adalah  istri yang sholeh (Amar’atush-Sholihah), suami yang adil (’imamun  ’adilun) dan anak-anak yang mendoakan orang tuanya (awaladdun sholihin  yad’ulah)
Salam ukhuwah elha