Sumiati binti Salan Mustapa terkulai lemah di Rumah Sakit King Fahd, Madinah, Arab Saudi, setelah bibirnya digunting dan dibakar dengan besi panas oleh majikannya.
Kasus wanita berusia 23 tahun asal Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat, itu menambah panjang daftar tenaga kerja wanita Indonesia yang disiksa selama bekerja.
Menurut Konsul Indonesia untuk Perlindungan WNI di Arab Saudi, Didi Wahyudi, kemarin, Sumiati tiba di Arab Saudi pada 18 Juli 2010 dan bekerja untuk sebuah keluarga di Madinah. Didi menuntut agar majikan yang menyiksanya bertanggung jawab atas luka-luka para Sumiati itu.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia KJRI di Madinah baru menerima laporan penganiayaan Sumiati pada 8 November 2010. Perwakilan KJRI langsung mengunjungi Sumiati yang tengah dirawat di RS King Fahd.
Dari kunjungan itu diketahui bahwa kondisi Sumiati sangat memperihatinkan. Hampir seluruh bagian tubuh, wajah, dan kedua kakinya luka-luka.
"Kami menginginkan keadilan bagi para pekerja kami. Korban telah diperlakukan sama sekali tidak Islami dan tidak manusiawi. Ini menunjukkan keluarga majikannya tidak bertanggung jawab dan kami ingin mengeluh tentang hal itu," kata Wahyudi, sebagaimana dilansir Liputan6.com.
Kisahnya mulai terungkap ketika Sumiati, yang datang ke Arab Saudi untuk bekerja dengan gaji 800 real per bulan, dibawa ke rumah sakit swasta di Madinah. Rumah sakit itu tak mampu menangani Sumiati karena lukanya terlalu berat, sehingga dipindahkan ke RS King Fahd.
"Sumiati dalam kondisi sangat serius," kata Miea Mirlina, petugas di RS King Fahad.
Miea menambahkan, "Tubuhnya dibakar, kedua kakinya tidak bisa digerakkan, beberapa bagian kulit di atas kepalanya terkelupas dan banyak luka lama di dalam tubuhnya, termasuk kulit di bibir dan kepala, jari tengah retak, dan potongan di dekat mata. Tubuhnya menunjukkan bagaimana dia diperlakukan dengan buruk."
Menurut Miea, pembantu yang tak bisa berbicara bahasa Arab dan Inggris itu diperlakukan sangat buruk oleh ibu dan anak perempuan majikannya. Besi panas sering menjadi alat penyiksaan. Sumiati bisa pulih dalam waktu minimal dua minggu dan akan menjalani operasi plastik.
Indonesia mengutuk
Pemerintah Indonesia mengutuk keras aksi potong bibir Sumiati itu. "Pemerintah Indonesia mengutuk penganiayaan terhadap Sumiati," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene dalam jumpa pers di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, kemarin, sebagaimana dilansir Tribunnews.com.
Media massa di Arab Saudi memberitakan bahwa kedua kaki Sumiati nyaris lumpuh, kulit tubuh dan kepala terkelupas, jari tengah tangan retak, alis mata rusak. Pemerintah Indonesia menyebut perbuatan majikan Sumiati sangatlah tidak berperikemanusiaan.
Karena itu, Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia di Jakarta, Abdulrahman Mohammad Amen Al Khayyat. Dalam pertemuan itu, Pemerintah Indonesia melalui Kemenlu mendesak pemerintah Arab Saudi untuk menyeret pelaku ke pengadilan.
Langkah konkret Pemerintah Indonesia lainnya adalah melalui KJRI telah melaporkan kasus ini ke kepolisian setempat dan mempersiapkan pendamping pengacara kepada korban untuk proses hukum lebih lanjut.
"Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, akan terus memastikan langkah-langkah efektif untuk perlindungan WNI di luar negeri," tegas Michael.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga akan segera bertindak. "Presiden sedang mencari laporan yang lebih lengkap, mencari informasi yang akurat," kata Juru Bicara Kepresidenan Bidang Dalam Negeri Julian Aldrin Pasha kepada Detik.com.
Untuk langkah awal meringankan derita Sumiati, Pemerintah Indonesia segera mendatangkan keluarganya ke Madinah.
"Kementerian Luar Negeri akan memfasilitasi wakil keluarga, didampingi pejabat Kemenlu, ke Madinah untuk memberikan dukungan terhadap Sumiati. Semoga besok pagi (hari ini—Red) sudah bisa ke Jakarta," ujar Michael.
Terjadi pembiaran
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin mendesak pemerintah melalui Kemenlu serta Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi untuk segera bertindak.
"Ini tentu amat memukul rasa kemanusiaan dan harga diri bangsa. Kemenlu dan Kemenaker harus segera bertindak, akhiri penderitaan TKI di luar negeri, akhiri martabat anak bangsa yang selalu dilecehkan," tegas Lukman kepada Tribunnews.com.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah mengatakan, kasus Sumiati ini menegaskan telah terjadi pembiaran terhadap berbagai kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia atas pembantu rumah tangga (PRT) migran.
Menurut Anis, sudah terlalu banyak PRT migran yang menjadi korban, namun pemerintah tak menganggap itu sebagai persoalan serius yang menuntut perhatian dan tindakan kongkret agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan.
"Berdasarkan kasus ini, mestinya, kedua pemerintah, terutama Pemerintah Indonesia, mengakui kegagalan dalam melindungi PRT migran. Ketiadaan Memorandum of Understanding Pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi tentang perlindungan PRT migran Indonesia menjadi cermin buruk bagi kedua negara. Absennya proteksi hukum bagi buruh migran membuka ruang lebar untuk berbagai kekerasan dan pelanggaran terhadap mereka," ucap Anis.
Ironisnya, kedua negara itu juga seragam dalam menolak konvensi organisasi buruh internasional (ILO) untuk perlindungan PRT.