J'ART KALIGRAFI ( pengrajin kaligrafi jarum dan benang )
Manusia adalah makhluk yang lalai. Tidak hanya lalai untuk  mengerjakan amal ketakwaan namun juga lalai dari dosa-dosa. Lebih  memilukan lagi jika manusia acap mengentengkan dosa atau maksiat yang ia  perbuat. Seolah-olah dengan sikapnya itu, ia aman dari adzab Allah  Subhanahu wa Ta'ala di dunia ataupun di akhirat. Allah Subhanahu wa  Ta'ala telah menciptakan bumi dan menghiasinya dengan berbagai perhiasan  yang indah dan menawan untuk menguji hamba-Nya, siapa di antara mereka  yang taat kepada-Nya dan siapa yang membangkang perintah-Nya. Allah  Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً  لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً. وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ  مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا“Sesungguhnya Kami telah  menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami  menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya. Dan  sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di  atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. ” (Al-Kahfi: 7-8)
Diperintahnya  hamba untuk melakukan kebaikan dan dilarangnya dari kemaksiatan adalah  semata-mata demi kebaikan hamba, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat  penyayang terhadap manusia. Dan suatu hal yang pasti bahwa tidaklah  Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan suatu kebaikan sekecil apapun  kecuali pasti di dalamnya terkandung maslahat, baik disadari ataupun  tidak. Demikian pula jika melarang sesuatu, tentu di dalamnya terdapat  mudarat yang membahayakan hamba. Kewajiban Mengagungkan Allah Subhanahu  wa Ta'ala dan Takut Kepada-Nya
Tak kenal maka tak sayang. Demikian  keadaan orang yang tidak mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan  nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sehingga, sesuai dengan kadar pengetahuan  seseorang terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebatas itu pula  pengagungannya terhadap-Nya. Sesungguhnya mengenal Allah Subhanahu wa  Ta'ala dengan sebenar-benar pengenalan merupakan pokok kebaikan.  Dengannya, seseorang selalu merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa  Ta'ala. Sehingga tidaklah dia berucap kecuali yang benar dan tidak  berbuat melainkan yang baik. Berbeda dengan orang yang tidak mengenal  Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sebenar-benar pengenalan. Allah  Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا قَدَرُوا اللهَ حَقَّ قَدْرِهِ“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. ” (Az-Zumar: 67)
Ayat  ini mencakup setiap orang yang meremehkan kedudukan Allah Subhanahu wa  Ta'ala seperti orang-orang atheis yang mengingkari adanya Allah  Subhanahu wa Ta'ala. Demikian pula orang–orang musyrik yang meyakini  adanya Allah Subhanahu wa Ta'ala serta meyakini bahwa Ia yang mengatur  alam semesta, namun dalam beribadah mempersekutukan Allah Subhanahu wa  Ta'ala dengan makhluk-Nya. Ayat ini juga meliputi orang–orang yang  mengingkari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sifat-sifat-Nya atau  memercayainya tetapi menakwilkannya dengan selain makna yang  sesungguhnya. 
Termasuk meremehkan keagungan Allah Subhanahu wa  Ta'ala adalah bermaksiat kepada-Nya dan melakukan apa yang  diharamkan-Nya berupa kemaksiatan, serta meninggalkan ketaatan yang  Allah Subhanahu wa Ta'ala wajibkan. 
Suatu hal yang tidak diragukan  lagi bahwa orang yang membangkang kepada makhluk (misalnya raja) berarti  dia telah meremehkannya. Bagaimana dengan orang yang membangkang  terhadap Al-Khaliq (Allah Subhanahu wa Ta'ala)?! (Lihat I’anatul  Mustafid bi Syarhi Kitab At-Tauhid Asy-Syaikh Al-Fauzan, 2/442-447)
Sebab-sebab Terjatuhnya Seseorang dalam Maksiat
Sesungguhnya  lemahnya keimanan dan keyakinan seseorang terhadap Allah Subhanahu wa  Ta'ala, Dzat yang menciptakan makhluk dan yang mengaturnya, merupakan  perkara yang berbahaya. Tidak adanya perasaan takut kepada Allah  Subhanahu wa Ta'ala akan menyebabkan seseorang meremehkan janji Allah  Subhanahu wa Ta'ala dan ancaman-Nya. Janji-Nya di dunia (bagi yang taat)  adalah kemenangan dan kebahagiaan, serta di akhirat adalah surga yang  luasnya seperti langit dan bumi. Adapun ancaman-Nya (bagi yang  membangkang) di dunia adalah kehinaan dan ketidaktentraman, serta di  akhirat kelak adalah belenggu yang melilit tubuhnya dan diseret ke dalam  neraka yang menyala-nyala. 
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan  atas hamba yang beriman untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala  serta takut kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi  larangan-Nya. Adalah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata:  “Kalau seandainya ada yang memanggil dari langit: ‘Wahai manusia,  seluruh kalian masuk surga kecuali satu orang,’ maka saya khawatir bahwa  sayalah orangnya. “
Di antara sebab terjatuhnya seseorang ke dalam  maksiat adalah kebodohan seseorang tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala dan  syariat-Nya. Kebodohan merupakan penyakit kronis yang jika tidak segera  diobati akan membinasakan pemiliknya. Obat dari kebodohan adalah  mempelajari Al-Qur`an dan Sunnah (hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi  wa sallam). 
Cinta dunia dan tenggelam dalam kelezatannya sehingga  melalaikan dari ketaatan juga faktor utama yang menyebabkan seseorang  terjerumus ke dalam dosa. Demikian pula lalai dengan tujuan hidup yang  sesungguhnya serta tidak mau mengambil pelajaran dari yang telah lewat.  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَاأَيُّهَا  النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ  وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ  اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ  يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ“Hai manusia, bertakwalah  kepada Rabb kalian dan takutlah suatu hari yang (pada hari itu) seorang  ayah tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula)  menolong ayahnya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka  janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayamu dan jangan pula  penipu (syaitan) memperdayamu dalam menaati Allah. ” (Luqman: 33)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوا فِي الْبِلاَدِ هَلْ مِنْ مَحِيصٍ“Dan  berapa banyak umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang  mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, padahal mereka  (yang telah dibinasakan itu) pernah menjelajahi beberapa negeri. Adakah  (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?” (Qaf: 36) [Lihat  Taujihul Muslimin ila Thariq An-Nashri Wat Tamkin karya Muhammad Jamil  Zainu, dkk, hal. 39-45) Tingkatan-tingkatan Dosa
Dosa adalah bentuk  pelanggaran terhadap larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala atau  meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya. Dan dosa itu bertingkat-tingkat  kejahatannya. Ada yang besar dan ada pula yang kecil. Adapun dosa besar  adalah setiap pelanggaran yang pelakunya mendapatkan had (hukuman yang  telah ada ketentuannya dari syariat) seperti membunuh, berzina dan  mencuri, atau yang ada ancaman secara khusus di akhirat nanti berupa  adzab dan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau yang pelakunya  dilaknat melalui lisan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.  (Al-Kaba`ir karya Adz-Dzahabi rahimahullahu hal. 13-14, cet. Maktabah As  Sunnah)
Adapun jumlah dosa besar lebih dari tujuh puluh. Sekian  banyak dosa besar itupun bertingkat-tingkat. Ada dosa besar yang paling  besar misalnya syirik, membunuh jiwa tanpa hak, dan durhaka kepada  orangtua. Karena bahaya yang mengancam pelaku dosa besar di dunia dan di  akhirat nanti, kita dapati sebagian ulama Ahlus Sunnah menulis kitab  tentang dosa-dosa besar (al-kaba`ir) semisal Al-Imam Adz-Dzahabi dan  Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumallah. Hal ini agar orang  tahu tentang dosa-dosa besar sehingga mereka akan menjauhinya. 
Allah  Subhanahu wa Ta'ala telah menjanjikan surga dan ampunan-Nya bagi yang  menjauhi dosa-dosa besar sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلاً كَرِيْمًا“Jika  kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu  mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu  yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). ”  (An-Nisa`: 31)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah menjadikan orang  yang meninggalkan dosa-dosa besar masuk dalam golongan orang yang  beriman dan bertawakal kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَمَا  أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ  اللهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ  يَتَوَكَّلُونَ. وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ اْلإِثْمِ  وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ“Maka  segala sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di  dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi  orang–orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka  bertawakal, dan bagi orang–orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan  perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. ”  (Asy-Syura: 36-37)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلاَة ُالْـخَمْسُ وَالْـجُمُعَةُ إِلَى الْـجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ“Shalat  lima waktu dan Jum’at ke Ju’mat (berikutnya) adalah penghapus apa yang  di antaranya dari dosa selagi dosa besar tidak didatangi (dilakukan). ”  (HR. Muslim Kitabut Thaharah Bab Fadhlul Wudhu wash Shalah ‘Aqibihi no.  233 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu) Kapan suatu Dosa menjadi  Besar?
Ketika hendak melakukan dosa, janganlah melihat kepada  kecilnya dosa. Namun lihatlah, kepada siapa dia berbuat dosa? Patutkah  bagi seseorang yang diciptakan dan diberi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala  sarana yang lengkap dan cukup, lantas melanggar larangan-Nya?!
Sesungguhnya suatu dosa bisa menjadi besar karena hal-hal berikut:
1.  Dosa yang dilakukan secara rutin. Sehingga dahulu dikatakan: “Tidak ada  dosa kecil jika dilakukan terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika  diikuti istighfar (permintaan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala).  “
2. Menganggap remeh suatu dosa. Ketika seorang hamba menganggap  besar dosa yang dilakukannya maka menjadi kecil di sisi Allah Subhanahu  wa Ta'ala. Namun jika ia menganggap kecil maka menjadi besar di sisi  Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dalam suatu atsar bahwa seorang  mukmin melihat dosa-dosanya laksana dia duduk di bawah gunung di mana ia  khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat  dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu dia halau  dengan tangannya. (Shahih Al-Bukhari no. 6308)
3. Bangga dengan dosa  yang dilakukannya serta menganggap bisa melakukan dosa sebagai suatu  nikmat. Setiap kali seorang hamba menganggap manis suatu dosa, maka  menjadi besar kemaksiatannya serta besar pula pengaruhnya dalam  menghitamkan hati. Karena setiap kali seorang berbuat dosa, akan dititik  hitam pada hatinya. 
4. Menganggap ringan suatu dosa karena mengira  ditutupi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan diberi tangguh serta tidak  segera dibeberkan atau diadzab. Orang yang seperti ini tidak tahu bahwa  ditangguhkannya adzab adalah agar bertambah dosanya. 
5. Sengaja  menampakkan dosa di mana sebelumnya tidak ada yang mengetahuinya kecuali  Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga mendorong orang yang pada dirinya  ada bibit–bibit kejahatan untuk ikut melakukannya. Demikian pula orang  yang sengaja berbuat maksiat di hadapan orang. Nabi Shallallahu 'alaihi  wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِـي مُعَافًى  إِلاَّ الْـمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْـمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ  الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ  فَيَقُولُ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا؛ وَقَدْ  بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ“Semua  umatku dimaafkan oleh Allah kecuali orang yang berbuat (maksiat)  terang-terangan. Dan di antara bentuk menampakkan maksiat adalah seorang  melakukan pada malam hari perbuatan (dosa) dan berada di pagi hari  Allah menutupi (tidak membeberkan) dosanya lalu dia berkata: ‘Wahai Si  fulan, tadi malam aku melakukan begini dan begini. ’ Padahal dia berada  di malam hari ditutupi oleh Rabbnya namun di pagi hari ia membuka apa  yang Allah Subhanahu wa Ta'ala tutupi darinya. ” (HR. Al-Bukhari no.  6069 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Ibnu Baththal  rahimahullahu mengatakan: “Menampakkan maksiat merupakan bentuk  pelecehan terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul-Nya, dan  orang–orang shalih dari kaum mukminin…” (Fathul Bari, 10/486)
Sebagian  salaf mengatakan: “Janganlah kamu berbuat dosa. Jika memang terpaksa  melakukannya, maka jangan kamu mendorong orang lain kepadanya, nantinya  kamu melakukan dua dosa. “
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ“Orang–orang  munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain  adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat  yang ma’ruf. ” (At-Taubah: 67)
6. Dosa menjadi besar jika dilakukan  seorang yang alim (berilmu) yang menjadi panutan. (Lihat Taujihul  Muslimin ila Thariq An-Nashri Wat Tamkin hal. 29-32 karya Muhammad Jamil  Zainu)
Pengaruh Dosa atau Maksiat
q Pengaruh dosa terhadap hati seperti  bahayanya racun bagi tubuh. Dan tidak ada suatu kejelekan di dunia dan  di akhirat kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat. 
Apakah yang  menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga -tempat yang penuh  kelezatan dan kenikmatan- kepada negeri yang terdapat berbagai  penderitaan (dunia)?!
Apa pula yang menyebabkan Iblis diusir dari kerajaan yang ada di langit serta mendapat kutukan Allah k?!
Dengan  sebab apa kaum Nabi Nuh 'alaihissallam yang kufur ditenggelamkan oleh  banjir, kaum ‘Aad dibinasakan oleh angin, serta berbagai siksaan di  dunia yang menimpa umat-umat terdahulu sehingga ada yang diubah tubuhnya  menjadi kera dan babi?!
Itu semua adalah akibat dari dosa yang  mereka lakukan. Hendaklah peristiwa yang telah berlalu cukup menjadi  pelajaran yang berharga bagi orang-orang yang setelahnya. Karena orang  yang baik adalah yang mampu mengambil pelajaran dari orang lain dan  bukan menjadi pelajaran yang jelek bagi generasi setelahnya. Allah  Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَكُلاًّ  أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا  وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ  اْلأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللهُ لِيَظْلِمَهُمْ  وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ“Maka masing-masing  (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya, maka di antara mereka ada yang  Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang  ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami  benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan.  Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi  merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. ” (Al-‘Ankabut: 40)
q Dosa  menghalangi seorang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu  merupakan cahaya yang Allah Subhanahu wa Ta'ala letakkan pada hati  seseorang, sedangkan maksiat yang akan meredupkan cahaya tersebut.  Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu duduk di hadapan gurunya,  Al-Imam Malik t, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i t.  Maka ia berpesan kepadanya: “Sungguh, aku memandang Allah Subhanahu wa  Ta'ala telah meletakkan pada hatimu cahaya, maka janganlah kau padamkan  dengan gelapnya kemaksiatan. “
q  Maksiat menyebabkan seorang terhalang dari rizki, sebagaimana sebaliknya  yaitu takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendatangkan rizki. 
q Adanya kegersangan pada hati orang yang berbuat maksiat dan kesenjangan antara dia dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. 
q Disulitkan urusannya, sehingga tidaklah ia menuju kepada suatu perkara kecuali ia mendapatkannya tertutup. 
q  Kegelapan yang ia dapatkan pada hatinya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu  'anhuma berkata: “Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah,  cahaya di hati, luasnya rizki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk.  Sedangkan kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah,  gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rizki, dan kebencian hati  para makhluk. 
q Kemaksiatan  melenyapkan barakah umur serta memendekkannya. Karena, sebagaimana  kebaikan menambahkan umur, maka (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan  umur. 
q Tabiat dari kemaksiatan adalah  melahirkan kemaksiatan yang lainnya. Lihatlah hasad yang ada pada  saudara-saudara Nabi Yusuf 'alaihissallam yang menyeret mereka kepada  tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan  kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap  dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya. 
q  Kemaksiatan menjadikan seorang hamba hina di mata Allah Subhanahu wa  Ta'ala. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Mereka (pelaku  maksiat) rendah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga mereka  bermaksiat kepada-Nya, karena seandainya mereka orang yang mulia di  hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala niscaya Allah k akan jaga mereka dari  dosa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَنْ يُهِنِ اللهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. ” (Al-Hajj: 18)
q  Kemaksiatan mengundang kehinaan, merusak akal. Dan jika dosa telah  banyak maka pelakunya akan ditutup hatinya sehingga digolongkan sebagai  orang–orang yang lalai. 
q Dosa memunculkan berbagai kerusakan di muka bumi, pada air, udara, tanaman, buah-buahan, dan tempat tinggal. 
q Kemaksiatan menghilangkan sifat malu yang merupakan pokok segala kebaikan serta melemahkan hati pelakunya. 
q  Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan adzab. Ali  bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata: “Tidaklah turun suatu bencana  kecuali karena dosa, dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan  taubat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ“Dan  apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan  tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari  kesalahan-kesalahanmu). ” (Asy-Syura: 30) [Lihat Al-Jawabul Kafi:  113-208, Taujihul Muslimin hal. 58-61]
Pelajaran dan Nasihat
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta'ala  menciptakan Adam 'alaihissallam dengan Tangan-Nya, Ia memuliakannya di  hadapan para malaikat dengan memerintahkan mereka sujud kepadanya. Allah  Subhanahu wa Ta'ala mengajarinya nama-nama segala sesuatu serta  menempatkannya bersama istrinya Hawa di dalam surga, tempat berhuninya  beragam nikmat. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memperingatkan kepada  keduanya dari bahaya godaan Iblis serta melarang keduanya dari memakan  dari buah pohon di surga, sebagai ujian. 
Tetapi Iblis yang terkutuk  selalu menggoda dengan bujuk rayunya yang manis hingga Adam dan Hawa  memakan dari pohon yang terlarang tersebut. Keduanya pun bermaksiat  kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka dengan serta-merta lepaslah baju  keduanya sehingga tampak auratnya. Kemudian keduanya dikeluarkan dari  surga ke bumi, tempat yang penuh dengan kekeruhan dan keletihan. Namun  Allah Subhanahu wa Ta'ala masih sayang kepada mereka berdua di mana  keduanya sadar akan kesalahannya dan bertaubat sehingga Allah Subhanahu  wa Ta'ala mengampuninya. 
Perhatikan peristiwa yang menimpa Adam dan  Hawa! Tadinya menempati surga dengan keindahannya serta dihormati oleh  malaikat. Namun dengan satu kemaksiatan, kemuliaan dicabut, bajupun  menjadi lepas sehingga tersingkap auratnya, serta harus menjalani  kehidupan yang sengsara di dunia setelah sebelumnya hidup sentosa di  surga. 
Demikian pula di saat perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah,  Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menempatkan pasukan pemanah di atas  bukit. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada mereka untuk  tidak meninggalkan posisi mereka baik muslimin kalah atau menang. Pada  awalnya muslimin mampu memukul mundur pasukan musyrikin sehingga tiba  saatnya mereka memunguti harta rampasan perang. 
Para pemanah  menyangka bahwa perang telah usai dan mengira tidak ada manfaatnya lagi  mereka tetap di atas bukit. Sehingga sebagian mereka ingin turun, tetapi  ditegur oleh sebagian yang lain dengan pesan dari Nabi Shallallahu  'alaihi wa sallam untuk tidak turun. Namun sebagian nekad turun dan  bermaksiat pada perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika  itulah sebagian musyrikin melihat benteng pertahanan muslimin di atas  bukit telah bisa ditembus sehingga mereka menyerang dari belakang bukit  sisa-sisa pasukan pemanah sehingga mereka terbunuh. 
Mereka pun  menyerang muslimin dari belakang dalam keadaan pedang-pedang telah  dimasukkan ke dalam sarungnya. Lalu datang pula serangan dari depan  hingga mereka terjepit. Gugurlah sekian sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi  wa sallam sebagai syuhada dan sebagian lagi terluka, sampai Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam pun terluka dan terperosok ke dalam lubang  yang dibuat oleh musyrikin. Sehingga mereka pulang ke Madinah dengan  kekalahan, kaki terseok-seok, serta tubuh yang penuh luka. Itu semua  disebabkan kemaksiatan sebagian pasukan muslimin. 
Cobalah  perhatikan! Dengan satu kemaksiatan, kemenangan yang sudah di depan mata  hilang. Dan pahitnya kekalahan dirasakan oleh seluruh pasukan, padahal  di dalamnya ada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang  mulia. Maka bisa dibayangkan bagaimana orang–orang yang setiap saat  melanggar perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak takutkah  mereka terhadap adzab yang akan ditimpakan?! Tidak Mengentengkan Dosa
Terkadang  seseorang menganggap enteng suatu dosa terlebih jika itu dosa kecil.  Sehingga ia terus-menerus melakukannya dan kurang memedulikannya. Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan akan hal ini dengan  sabdanya:
إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ  فَإِنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا  بَطْنَ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، حَتَّى حَمَلُوا  مَا انْضَجُّوا بِهِ خُبْزَهُمْ وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى  يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ“Berhati-hatilah kalian  dari dosa-dosa kecil. Karena perumpamaan dosa kecil seperti suatu kaum  yang singgah pada suatu lembah lalu datang seorang dengan membawa satu  dahan (kayu bakar) dan yang lain (juga) membawa satu dahan hingga mereka  telah mengumpulkan sesuatu yang bisa menjadikan roti mereka matang. Dan  sesungguhnya dosa-dosa kecil, ketika pelakunya diadzab dengannya maka  akan membinasakannya. ” (HR. Ahmad, Ath-Thabarani, dan lain-lain dari  jalan Sahl bin Sa’d radhiyallahu 'anhu dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh  Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 2686)
Waspadalah  dari dosa dan jangan tertipu karena kecil atau sedikitnya. Lihatlah  bagaimana dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memotong tangan  seorang pencuri karena mencuri (hanya) 3 dirham seperti dalam Shahih  Al-Bukhari (no. 6795). 
Dan seorang wanita masuk neraka gara-gara  kucing yang dikurungnya. Dia tidak memberinya makan dan tidak melepasnya  agar bisa memakan serangga bumi sehingga kurus dan mati. (Lihat Shahih  Muslim no. 2619)
Demikian pula dahulu di zaman Nabi Shallallahu  'alaihi wa sallam ada seorang yang terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa  Ta'ala sehingga para sahabat memberikan ucapan selamat kepadanya. Tetapi  Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: “Tidak. Sesungguhnya  pakaian yang dia curi dari harta rampasan perang Khaibar yang belum  dibagi-bagi akan menyala atasnya api neraka. ” [Lihat Shahih Muslim no.  115 Kitabul Iman]
Menjauhi Tempat Maksiat
Pelaku maksiat membawa kesialan bagi  dirinya dan orang lain. Sebab dikhawatirkan akan turun kepadanya adzab  yang menyebar kepada yang lainnya, terkhusus bagi yang tidak mengingkari  kemaksiatannya. Sehingga menjauh dari pelaku maksiat adalah suatu  keharusan. Karena, jika kejahatan telah merajalela maka manusia akan  binasa secara umum. 
Demikian pula tempat-tempat orang yang  bermaksiat dan tempat diadzabnya pelaku maksiat harus dijauhi karena  dikhawatirkan turunnya adzab. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi  wa sallam kepada sahabatnya tatkala melewati daerah kaum Tsamud yang  diadzab Allah Subhanahu wa Ta'ala (yang artinya): “Janganlah kalian  masuk kepada mereka-mereka yang diadzab kecuali dengan menangis, karena  dikhawatirkan akan menimpa kalian apa yang telah menimpa mereka. ” (HR.  Ahmad, lihat Ash-Shahihah no. 19)
Demikian pula tatkala ada seorang  dari Bani Israil yang telah membunuh seratus nyawa lalu ia ingin  bertaubat dan bertanya kepada seorang ‘alim, apakah masih ada taubat  baginya? Dia menjawab: “Ya. ” Lalu dia menyarankan orang itu untuk pergi  dari kampungnya yang jahat ke kampung yang baik. 
Dari sini jelas  bahwa menjauhi tempat-tempat maksiat dan pelaku maksiat termasuk perkara  yang diperintahkan. Ibrahim bin Ad-ham rahimahullahu mengatakan:  “Barangsiapa ingin taubat, hendaklah ia keluar dari tempat-tampat  kedzaliman serta meninggalkan bergaul dengan orang yang dahulu ia  bergaul dengannya (dalam maksiat). Jika hal ini tidak dilakukan maka dia  tidak mendapatkan yang diharapkan. “
Waspadailah dosa karena dia  suatu kesialan! Akibatnya sangat tercela, hukumannya pedih, hati yang  menyukainya berpenyakit. Terbebas dari dosa suatu keberuntungan, selamat  dari dosa tak ternilaikan, dan terfitnah (diuji) dengan dosa terlebih  setelah rambut beruban adalah musibah besar. (Lihat Qala Ibnu Rajab hal.  53-55)
Segera Kembali ke Jalan Allah k
Wahai orang yang tenggelam dalam  dosa dan perbuatan nista, kembalilah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala!  Sadarlah bahwa kamu akan menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk  mempertanggungjawabkan segala amal perbuatanmu di dunia ini! Belumkah  tiba saatnya engkau berhenti dari diperbudak setan yang ujungnya engkau  menjadi temannya di neraka yang menyala-nyala?! Lepaskanlah belenggu  setan yang melilit dirimu, dan larilah menuju Ar-Rahman (Allah Subhanahu  wa Ta'ala) dengan bersimpuh di hadapan-Nya, niscaya kamu diberi jaminan  keamanan dan kebahagiaan. Lembaran hitam kelammu akan diganti dengan  yang putih lagi bersih serta akan dibentangkan di hadapanmu jalan yang  terang. Bersegeralah sebelum segala sesuatunya terlambat. Allah  Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang–orang yang beriman supaya kamu beruntung. ” (An-Nur: 31)
Wallahu a’lam.