Baru di abad 1 SM Virgil sebagai penulis Latin yang pertama kali menyebut-nyebut soal takhayul ini, kemudian diikuti oleh Propertius, Servius, dan Petronius. Petronius yang kepala urusan hiburan zaman pemerintahan Kaisar Nero (54 – 68) bertutur tentang manusia serigala dalam bentuk sastra roman Satyricon. Dengan bumbu terang bulan, pekuburan, dan luka abadi setelah kembali jadi manusia, membuat roman itu sebagai bacaan hiburan.
Sebagian tradisi Roma dan Yunani menganggap manusia berubah jadi serigala sebagai hukuman dewa, karena ia telah mempersembahkan korban berupa manusia, ujar Pliny (61 – 113).
Meski baru abad XVIII kisah tentang manusia serigala diterbitkan, bukan berarti orang berkurang minat terhadap manusia serigala. Justru kepercayaan itu demikian kuat, bahkan sering diterima sebagai kebenaran, bukan fiksi.
Menurut kepercayaan lama ada tiga macam manusia serigala. Pertama, yang memperolah kemampuan itu melalui keturunan. Konon, kutukan terhadap nenek moyang menjadikan setiap keturunannya menjadi manusia serigala. Kedua, orang yang dengan sukarela jadi serigala dengan alasan dan tujuan jahat. Sedangkan yang terakhir adalah manusia serigala berhati lembut dan baik. Kondisinya yang tidak lazim, malah membuatnya merasa malu.
Sebenarnya, transformasi sering dilakukan oleh dukun-dukun suku tertentu dengan tujuan baik untuk mengatasi masalah di kelompoknya. Saat langka makanan, misalnya, si dukun bisa saja berubah ujud menjadi binatang jadi-jadian serupa makhluk yang akan diburu, supaya lebih mudah melacak buruan itu.
Ada juga yang tidak berubah ujud tetapi meminjam tubuh binatang untuk memata-matai, menyantet, atau sekadar menakut-nakuti musuh.
Kasus manusia serigala yang mencolok terjadi di Prancis, awal abad XVII. Adalah Jean Grenier (13) yang merasa yakin dirinya manusia serigala. Di pengadilan Bordeaux, Grenier mengaku, 2 tahun sebelumnya membuat perjanjian dengan setan di hutan. Dengan kulit serigala yang menurut pengakuannya pemberian setan, tiap malam ia bisa berkeliaran sebagai serigala, namun di siang hari kembali ke bentuk manusia. Ia telah membunuh dan memangsa beberapa anak kecil yang sendirian di ladang, juga menculik bayi yang ditinggal di rumah.
Sejauh menyangkut perilaku kanibalisme, penyelidikan menunjukkan kebenaran pengakuannya. Namun dari sudut kedokteran, remaja ini digolongkan penderita lycanthropy. Kelainan jiwa ini menyebabkannya berkhayal tubuhnya berubah bentuk menjadi hewan. Menilik usianya yang masih belia, Grenier cuma dihukum kurungan seumur hidup di Biara Fransiskan, Bordeaux.
Perubahan Grenier dengan menyamar di bawah kulit serigala serupa dengan cara transformasi manusia beruang di Skandinavia yang menggunakan kulit beruang. Selain kulit binatang, konon ada alat lain, yaitu korset. Ada yang terbuat dari kulit asli binatang, ada yang dari kulit manusia yang dihukum gantung. Dua alat itu banyak dipakai di Prancis, Jerman, Skandinavia, dan beberapa negara Eropa Timur. “Benda sakti” lainnya adalah salep khusus berisi ramuan dari kelompok tanaman solanaceae yang membangkitkan halusinasi.
Selain itu ada lagi alat dan cara untuk bertransformasi yang berupa jimat, ramuan, dan mantera pemujaan pada iblis. Khusus pemakaian jimat, justru orang di sekitar si pemakai yang terpengaruh seakan melihat manusia serigala, padahal si pelaku tidak berubah. Di luar saat bulan purnama, perubahan sering terjadi spontan dan lepas dari kendali pelakunya.
Penampilan si pelaku yang menakutkan, tindak kejahatannya yang mengerikan, dan terutama karena kengerian terhadap kekuatan setan, membuat manusia serigala jadi obyek yang harus diburu dan dimusnahkan. Penghukuman terhadap mereka terjadi di hampir sepanjang sejarah di Eropa. Malah pelaku kejahatan apa pun dengan mudahnya dapat dijuluki manusia serigala.
Pembunuhan massal sering disebut akibat kejahatan serigala. Seperti yang menimpa Peter Stubbe di tahun 1590 (ada yang menyebut Peter Stump di tahun 1589) dari Bedburg, dekat Cologne. Ia dituduh sebagai serigala yang kanibal setidaknya pada 2 pria, 2 wanita hamil, dan 13 kanak-kanak, dan inses dengan adik perempuannya.
Hukuman yang diterimanya luar biasa. Setelah dicabik-cabik dengan penjepit, dilindas roda, dipancung, akhirnya tubuh tanpa kepala itu dibakar. Hukuman bakar hidup-hidup juga diberlakukan untuk gundik dan anak perempuannya.
Di Prancis dan Jerman, manusia serigala biasanya memang dibakar atau digantung. Seperti yang terjadi terhadap lebih dari 200 laki-laki dan perempuan Pirenea (antara Prancis dan Spanyol) di seputar abad XVI, karena diduga manusia serigala.
Menurut Elton B. McNeil dalam The Psychoses (1970), demam berburu manusia serigala bisa disamakan dengan perburuan terhadap penyihir. Secara kejiwaan mereka yakin, orang akan diberkati bila mampu menangkap pelayan atau sekutu iblis.
Tak heran, saat itu di Prancis banyak ditemukan manusia serigala kagetan. Dalam satu periode – antara 1520 – 1630 – di Prancis tercatat 30.000 kasus manusia serigala.
Ada beberapa patokan untuk menentukan apakah seekor serigala jadi-jadian atau tidak. Konon, manusia serigala akan mempertahankan suara dan mata manusianya. Sedangkan menurut suku Indian, yang berubah jadi serigala hanya bagian kepala, tangan, dan kaki.
Dalam ujud manusia, ada beberapa ciri khas yang membedakannya dengan manusia biasa. Dua ujung alisnya saling bertemu di tengah, jari-jari tangannya yang panjang agak kemerahan, dengan jari tengah yang sangat panjang. Selain telinganya agak ke bawah dan sedikit ke belakang, tangan dan kakinya cenderung berbulu lebat.
Rasa takut terhadap manusia serigala lebih mudah dipahami dengan mengetahui alasan takut terhadap serigala. Sebelum abad XX di Eropa dan Asia Utara, serigala dianggap binatang paling cerdik yang berbahaya bagi manusia dan ternak. Apalagi bila serigala itu gila. Cukup sekali gigit korbannya bisa tewas mengerikan. Sampai-sampai ada institusi pemerintah Prancis yang khusus mengontrol serigala, paling tidak sejak pemerintahan Charlemagne (768 – 814), hingga abad ini.
Di Eropa pada abad pertengahan, serigala terkadang digantung bersebelahan dengan pelaku kejahatan di tiang gantungan, sebagai simbol ditaklukkannya kejahatan. Serigala pernah jadi masalah serius Irlandia abad XVII, sehingga sepotong kepala serigala sama nilai hadiahnya dengan kepala pemberontak.
Pemahaman terhadap manusia serigala memasuki era baru menyusul keputusan terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu tidak mungkin lagi mengabaikan “koor” pendapat para dokter, yang yakin manusia serigala sebenarnya adalah penderita berbagai jenis dan tingkatan gangguan jiwa. Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai gejala kemurungan jiwa akibat cairan tertentu yang dihasilkan empedu, yang diduganya telah menyerang otak.
Maka dibedakan antara makhluk mitos manusia serigala dan penderita kejiwaan (lycanthrope).
Lycanthropy berakar dari kata Yunani lycos artinya serigala dan anthropos atau manusia. Meski ada yang menyebut secara berbeda. Robert Burton dalam buku pengobatan klasik The Anatomy of Melancholy (1621) misalnya, menggunakan istilah kegilaan terhadap serigala.
Mula-mula lycanthrope dipakai untuk menggambarkan fenomena kuno berupa kemampuan orang bermetamorfosis jadi binatang. Namun lama-lama istilah itu diaplikasikan khusus untuk orang yang di alam subnormal yakin mampu berubah bentuk. Keyakinan itu dikuatkan dengan dorongan bersikap sadis dan obsesi terhadap darah dan daging yang terus bertahan dari waktu ke waktu di berbagai tempat – bahkan di negara beradab. Selera terhadap daging manusia itulah yang mengubah manusia menjadi monster. Namun secara nyata penderita lycanthrope tidak pernah berubah bentuk, suara, dan perilaku menjadi serigala.
Mengenai penampilannya yang tetap manusia, pada abad XV – XVI penderita lycanthrope berkilah, bahwa bulu-bulu mereka tumbuh di bawah kulit. Seperti yang terjadi di Padua, Spanyol, tahun 1541, ketika seorang petani dengan keji membunuh dan mengoyak-ngoyak tubuh beberapa orang korbannya. Saat tertangkap, ia mengaku sebagai serigala meski secara fisik tidak berujud binatang. Itu tak lain karena bulu-bulunya tersembunyi di bawah, bukan di atas, kulit. Untuk membuktikan ucapannya, penduduk segera memotong lengan dan kakinya. Alhasil, kecewa yang didapat, yang ada cuma darah, otot, dan tulang biasa.
Malah dalam buku klasik tentang sadisme, masokisme, dan lycanthropy Man into Wolf, antropolog Inggris Dr. Robert Eisler menyebut kemungkinan Adolf Hitler sebagai penderita lycanthropy. Ia merujuk pada kesaksian bagaimana sang Fuhrer memiliki kebiasaan menggigit karpet saat mengamuk.
Sedangkan manusia serigala adalah orang yang dengan kekuatan sihir atau mantera khusus dipercaya mampu mengubah diri menjadi serigala. Ia benar-benar serupa serigala baik keganasan, kekuatan, kelicikan, dan kecepatan larinya. Ia bisa bertahan dalam kondisi itu selama beberapa jam saja atau bahkan permanen.
Pendapat yang menguatkan keberadaan manusia serigala didukung oleh spiritualis Rose Gladden dengan dasar pemikiran perjalanan astral. “Katakanlah ada orang yang pada dasarnya jahat, suka dengan hal-hal yang mengerikan. Saat ia melakukan perjalanan astral, roh jahat yang banyak berkeliaran bebas di udara akan menangkap, mengubahnya menjadi serigala atau binatang lainnya, dan memanfaatkannya untuk tujuan keji.”