Atraksi yang dilakukan oleh Pembina Perguruan Silat Pagar Nusa Ponpes Syekh Abdul Qodir Al Jaelani H Abdul Aziz benar-benar membuat Ribuan pasang mata terkesima. Pemilik padepokan Pendowo Limo ini membakar hidup-hidup anak buahnya, lalu menguburnya di Alun-alun Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Minggu (14/2/2010).
Atraksi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Anak buah H Abdul Aziz yang dibakar itu adalah Abu Sony (35), warga Desa Wangkal, Kecamatan Gading.
Sony dibungkus dengan karung warna coklat. Beberapa petugas Pagar Nusa dengan cekatan mengikat karung tersebut. Karung berisi tubuh Sony kemudian dimasukkan ke dalam liang lahat berukuran 1 x 2 meter. Setelah dipastikan masuk liang, beberapa petugas menyiramkan bensin.
Petugas lain bersiap membakar karung berisi manusia tersebut. Sebelum api berkobar, H Abdul Aziz terlihat khusyuk di atas liang lahat merapalkan doa. Ia kemudian menginstruksikan kepada petugas untuk menyalakan api dan membakar karung berisi tubuh Sony.
Api berkobar-kobar. Beberapa ibu-ibu berteriak histeris menyaksikan manusia dimasukkan karung, lalu dibakar hidup-hidup. Tujuh menit kemudian, setelah api mulai mengecil, H Abdul Aziz memberikan perintah kepada petugas untuk mengubur jasad yang dimasukkan ke dalam karung.
Liang lahat tertutup sekitar pukul 10.20 WIB. Suasana pun hening. Beberapa ibu-ibu kemudian meneriakkan kalimat "Allahu Akbar". “Saya tidak tega. Takut mati sungguhan orang itu,” ujar Ny Lilik, asal Jalan RA Kartini.
Berselang dua jam kemudian, H Abdul Aziz memberikan perintah kepada beberapa petugas Pagar Nusa supaya menggali liang lahat. Ribuan penonton terlihat tegang. Mereka mulai menebak-nebak apa yang akan terjadi. Setelah dapat digali, H Abdul Aziz kembali duduk di atas liang lahat dan terlihat khusyuk membaca doa.
Lima menit berselang, penonton tercengang. Jasad Sony tidak ada di dalam liang lahat. H Abdul Aziz lalu mengambil mikrofon dan meminta penonton tenang. “Tenang. Semua terjadi karena Allah,” ujarnya lalu menghampiri kotak berukuran 1 meter x 1 meter, yang berjarak sekitar 5 meter dari liang lahat.
Lalu, kotak warna hitam dibuka. Ternyata, Sony sudah di dalam kotak tersebut dan terlihat berdiri. Sontak, ribuan penonton bertepuk tangan dan berteriak kegirangan, terutama kalangan ibu-ibu yang sejak awal pertunjukan terlihat tegang histeris.
Abu Sony, ketika dikonfirmasi Surya, hanya memberikan sedikit keterangan. Ketika hendak diambil fotonya dia menolak. Menurut dia, ketika dimasukkan ke dalam karung dia masih sadar. Setelah itu, dia seperti jatuh pingsan. Namun, setelah itu, dia mengaku bisa melihat atraksi di sekitar lokasi. Namun, dia heran, karena tidak ada satu penonton pun menyapanya. “Saya masih bisa lihat penonton,” tukasnya.
H Abdul Aziz menjelaskan, apa yang dilakukan adalah peragaan ilmu supranatural, yakni ilmu Latifatul Roh. “Atas izin Allah, saya memindahkan jasad dan rohnya untuk sementara waktu. Memang, sewaktu dibakar, Sony masih berada di lokasi dengan radius 100 meter,” katanya.
H Abdul Aziz mengaku, dia sudah lama tidak memeragakan ilmu kanuragan tersebut. “Saya sudah lama tidak main. Takut dikira sombong. Ini kebetulan saja, ada pentas budaya. Makanya, saya mau bermain,” paparnya.
Ia meyakinkan tidak semua orang bisa melakukan atraksi ini. “Ilmu itu bisa dipelajari. Tapi, kalau tidak memiliki bakat alami, enggak akan bisa maksimal,” tandasnya.
[kompas.com]
Atraksi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Anak buah H Abdul Aziz yang dibakar itu adalah Abu Sony (35), warga Desa Wangkal, Kecamatan Gading.
Sony dibungkus dengan karung warna coklat. Beberapa petugas Pagar Nusa dengan cekatan mengikat karung tersebut. Karung berisi tubuh Sony kemudian dimasukkan ke dalam liang lahat berukuran 1 x 2 meter. Setelah dipastikan masuk liang, beberapa petugas menyiramkan bensin.
Petugas lain bersiap membakar karung berisi manusia tersebut. Sebelum api berkobar, H Abdul Aziz terlihat khusyuk di atas liang lahat merapalkan doa. Ia kemudian menginstruksikan kepada petugas untuk menyalakan api dan membakar karung berisi tubuh Sony.
Api berkobar-kobar. Beberapa ibu-ibu berteriak histeris menyaksikan manusia dimasukkan karung, lalu dibakar hidup-hidup. Tujuh menit kemudian, setelah api mulai mengecil, H Abdul Aziz memberikan perintah kepada petugas untuk mengubur jasad yang dimasukkan ke dalam karung.
Liang lahat tertutup sekitar pukul 10.20 WIB. Suasana pun hening. Beberapa ibu-ibu kemudian meneriakkan kalimat "Allahu Akbar". “Saya tidak tega. Takut mati sungguhan orang itu,” ujar Ny Lilik, asal Jalan RA Kartini.
Berselang dua jam kemudian, H Abdul Aziz memberikan perintah kepada beberapa petugas Pagar Nusa supaya menggali liang lahat. Ribuan penonton terlihat tegang. Mereka mulai menebak-nebak apa yang akan terjadi. Setelah dapat digali, H Abdul Aziz kembali duduk di atas liang lahat dan terlihat khusyuk membaca doa.
Lima menit berselang, penonton tercengang. Jasad Sony tidak ada di dalam liang lahat. H Abdul Aziz lalu mengambil mikrofon dan meminta penonton tenang. “Tenang. Semua terjadi karena Allah,” ujarnya lalu menghampiri kotak berukuran 1 meter x 1 meter, yang berjarak sekitar 5 meter dari liang lahat.
Lalu, kotak warna hitam dibuka. Ternyata, Sony sudah di dalam kotak tersebut dan terlihat berdiri. Sontak, ribuan penonton bertepuk tangan dan berteriak kegirangan, terutama kalangan ibu-ibu yang sejak awal pertunjukan terlihat tegang histeris.
Abu Sony, ketika dikonfirmasi Surya, hanya memberikan sedikit keterangan. Ketika hendak diambil fotonya dia menolak. Menurut dia, ketika dimasukkan ke dalam karung dia masih sadar. Setelah itu, dia seperti jatuh pingsan. Namun, setelah itu, dia mengaku bisa melihat atraksi di sekitar lokasi. Namun, dia heran, karena tidak ada satu penonton pun menyapanya. “Saya masih bisa lihat penonton,” tukasnya.
H Abdul Aziz menjelaskan, apa yang dilakukan adalah peragaan ilmu supranatural, yakni ilmu Latifatul Roh. “Atas izin Allah, saya memindahkan jasad dan rohnya untuk sementara waktu. Memang, sewaktu dibakar, Sony masih berada di lokasi dengan radius 100 meter,” katanya.
H Abdul Aziz mengaku, dia sudah lama tidak memeragakan ilmu kanuragan tersebut. “Saya sudah lama tidak main. Takut dikira sombong. Ini kebetulan saja, ada pentas budaya. Makanya, saya mau bermain,” paparnya.
Ia meyakinkan tidak semua orang bisa melakukan atraksi ini. “Ilmu itu bisa dipelajari. Tapi, kalau tidak memiliki bakat alami, enggak akan bisa maksimal,” tandasnya.
[kompas.com]