Ocimnet - Pernyataan IMF bahwa ekonomi RI ‘kepanasan’ mungkin benar. Paling tidak, dilihat dari kenaikan pesat inflasi di atas PDB, pertumbuhan kredit dan jumlah uang yang beredar.
Sebelumnya, Laporan World Economic Outlook International Monetary Fund (IMF) menunjukkan, ekonomi Indonesia termasuk yang dianggap mulai kepanasan (overheating). Indikatornya, pertumbuhan Indonesia yang terlalu cepat, angka pengangguran yang dianggap terlalu rendah dan inflasi yang tinggi.
Pengamat ekonomi David Sumual mengatakan, salah satu ciri ekonomi yang ‘kepanasan’ (overheating) adalah pesatnya kenaikan inflasi di atas produk domestik bruto (PDB). Menurutnya, inflasi Indonesia cukup tinggi yakni pada Januari 2011 mencapai 7,02% dan 6,65% (year on year) pada Maret 2011.
Yang krusial, menurut David adalah tingginya ekspektasi inflasi 2011 ini. Di sisi lain, tren inflasi inti pun meningkat dari Januari 2011 di level 4,18%, lalu pada Februari mencapai 4,36% dan 4,45% pada Maret 2011. “Jadi, ada benarnya, IMF menyatakan ekonomi RI sedikit ‘kepanasan’,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Senin (18/4).
Secara historis, lanjut David, jika produk domestik bruto (PDB) RI mendekati 6,5%, cenderung kepanasan yang dinyatakan dengan peningkatan inflasi. “Hal ini dipicu oleh adanya gap pembangunan infrastruktur antar daerah sehingga memicu tingginya biaya transportasi,” papar David.
Karena itu, menurutnya, pada saat RI tumbuh 6,5%, sektor rill tak mampu menopang. Padahal, akhir 2010, RI sudah tumbuh 6,1% dan diekspektsikan bisa tumbuh ke level 6,4% di 2011. “Sama seperti kecepatan Ferrari tapi mesin yang digunakan adalah Toyota Kijang sehingga kepanasan di gigi tiga atau gigi empat,” tukas David menganalogikan.
Dia menegaskan, infrastruktur belum memadai baik di pusat maupaun antar daerah. Lebih jauh dia mengatakan, ciri lain dari overheating-nya ekonomi Indonesia adalah pertumbuhan kredit mendekati 25%. Menurutnya, setiap level tersebut tercapai, inflasi tinggi sehingga ekonomi kepanasan.
Bank Indonesia (BI) mencatat kredit perbankan sampai akhir Februari 2011 tumbuh sebesar 24,6% (year on year) atau mencapai Rp1.772,4 triliun. Dilihat dari data-data beberapa tahun terakhir, menurut David, walaupun pertumbuhan kredit digenjot, inflasi naik lebih kencang dibandingkan pertumbuhan.
“Ekonomi seperti mesin yang panas, tidak bisa tumbuh sementara inflasi terus naik. Itulah tanda-tanda overheating,” ungkapnya. Dia kembali menekankan, sektor manufaktur (sektor riil) tidak jalan karena keterbatasan infrastruktur. Karena itu, orang cenderung kredit konsumtif atau impor.
Idealnya, GDP harus selalu berada di atas inflasi. Artinya, pertumbuhan pendapatan, lebih tinggi daripada pertumbuhan harga barang-barang (inflasi). “Jika sebaliknya, daya beli jadi turun sehingga ekonomi tak bisa berkutik,” tukasnya. Karena itu, kalaupun perbankan sudah menggenjot pertumbuhan kredit 25%, tidak akan memacu pertumbuhan pendapatan. Kondisi itu hanya memacu pertumbuhan harga.
Indikasi ‘memanasnya’ ekonomi RI juga bisa dilihat dari pertumbuhan peredaran uang belakangan ini yang cukup tinggi. Pada Januari 2011, pertumbuhan uang beredar mencapai 17,5% dan 17,1% pada Februari. Tanda lain adalah angka pengangguran yang turun saat ini ke level 7,14% dari 7,9% di 2009 dan 8,6% di 2008. “Tapi, ini indikator terakhir, bukan yang utama,” timpalnya.
Di atas semua itu, dia menyimpulkan, keterbatasan infrastruktur yang telah memicu ekonomi kepanasan. Kondisi itu memicu biaya transportasi dan logistik menjadi mahal. Di sisi lain, struktur pasar Indonesia yang tidak efisien karena masih ada monopoli dan oligopoli di beberapa produk komoditas.
Lalu, persoalan birokrasi yang korup sehingga memicu ekonomi biaya tinggi dan persoalan hukum. Ekonomi RI mulai kepanasan karena PDB RI ke arah 6,5%. Perbaikan infrastruktur menjadi syarat utama sehingga bisa tumbuh di atas 6,5% tanpa ada risiko overheating.
“Overheating adalah pertumbuhan cukup tinggi, tapi inflasinya pun tinggi sekali sehingga menggerogoti daya beli. Jika dibiarkan terus kepanasan, lama-kelamaan akan kolaps ekonominya,” tandas David.
[via -
inilah]