Moa dilahirkan dengan memiliki kondisi langka Mayer Rokitansky Kuster Hauser syndrome (MRKH) yang membuatnya tidak memiliki rahim sehingga Moa tidak akan pernah bisa punya anak.
Kondisi yang dialami oleh Moa membuatnya berpikir apakah bisa ia memiliki keluarga yang utuh, hingga akhirnya ia mengetahui bahwa ada prosedur transplantasi rahim yang akan tersedia di Swedia. Ia pun berusaha mencari tahu dokter dan tim peneliti yang melakukan prosedur tersebut.
Tim peneliti pun menyetujui keinginan Moa dan memintanya untuk bertemu. Setelah mendapat penjelasan dari tim dokter, Moa pun menelepon ibunya dan bertanya dengan sangat sopan apakah ibunya mau menyumbangkan rahimnya untuk Moa.
Sang ibu, Eva yang mendengar kabar tersebut langsung menyetujui tawaran untuk mendonorkan rahim miliknya. Meskipun operasi selama 5 jam yang akan dijalaninya nanti cukup berisiko untuk keduanya.
"Jika Anda bisa melakukannya dan memiliki rahim yang bisa didonorkan, maka saya pikir setiap ibu pasti akan melakukan hal yang sama jika ada di posisi saya," ujar Eva (56 tahun), seperti dikutip dari The Sun, Rabu (7/9/2011).
Transplantasi rahim merupakan operasi yang sangat eksperimental. Sebelumnya operasi ini pernah dilakukan di Arab tahun 2000 ketika seorang perempuan (26 tahun) menerima rahim dari orang yang sudah meninggal (46 tahun). Tapi ia mendapatkan masalah sehingga rahim tersebut harus diangkat setelah 99 hari tanpa sempat melahirkan seorang anak.
"Secara teknis prosedur ini jauh lebih sulit dibanding transplantasi ginjal, hati atau jantung, karena harus menghindari perdarahan dan memastikan pembuluh darah cukup panjang untuk menghubungkan rahim, serta daerah kerja yang sempit karena bentuknya seperti corong," ujar ketua peneliti Dr Mats Brannstrom dari Gothenburg University di Swedia.
Eva dan Moa menyadari hal tersebut, bahwa dibutuhkan operasi selama 4-5 jam dan tidak ada yang bisa memastikan berapa lama waktu pemulihan yang diperlukan oleh pasien. Karenanya Eva akan merasa lebih aman untuk melakukan prosedur ini dengan dokter transplantasi terbaik di dunia.
Keberanian Moa untuk menjalani operasi ini tidak hanya agar dirinya bisa memiliki anak, tapi juga memberikan orang lain yang memiliki kondisi sama dengannya bahwa ada harapan bagi mereka untuk bisa memiliki anak.
Hasil tes awal untuk Eva berjalan dengan baik dan dokter percaya bahwa rahim yang dimilikinya bisa cocok ditransplantasikan ke Moa. Para ahli bedah berharap bisa melaksanakan prosedur tersebut tahun depan.
"Saya tidak sabar untuk bisa segera memegang bayi sendiri di tangan saya, saya tidak punya keraguan sama sekali bahwa apa yang saya lakukan ini tidak akan sia-sia," ujar Moa.