Pembangunan  Biang Kerok Ancaman Jakarta   Tenggelam. Tidak terkendalinya  pembangunan gedung-gedung tinggi, serta   penggunaan air tanah secara  berlebihan ditenggarai menjadi faktor utama   munculnya ancaman Jakarta  tenggelam. Situasi di atas juga semakin   didukung tingginya volume air  kiriman dari Bogor dan sekitarnya yang   mengalir melewati Sungai  Ciliwung. Berdasarkan analisis Institut Hijau   Indonesia (IHI),  penggunaan air bawah tanah di Jakarta sudah melampaui   batas kewajaran. “Ini   disebabkan semakin banyaknya kawasan  industri di Jakarta yang   menggunakan air bawah tanah tanpa bisa  dikontrol oleh pemerintah,” kata   Direktur Eksekutif IHI Slamet Daroyani  kepada okezone belum lama ini.   Pada 2010, IHI memperkirakan kelebihan  penggunaan air bawah tanah di   Jakarta sebesar 251,8 juta meter kubik  per tahun. Padahal, batas  amannya  hanya 186,2 juta meter kubik per  tahun, artinya akan ada  devisit 66,6  juta meter kubik dalam satu tahun.
PDAM  sendiri tidak bisa berbuat banyak  dalam  pemenuhan kebutuhan air bagi  masyarakat. PDAM hanya mampu memenuhi   kebutuhan air penduduk sebanyak  295,6 juta meter kubik per tahun.   Daroyani mengatakan, PDAM sudah  mengeluh sejak lama tidak bisa memasok   air ke masyarakat karena  keadaan alat pendukung sudah tidak memadai.   “Alat-alat PDAM sudah  digunakan sejak zaman Belanda, maka wajar saja   jika banyak yang  bocor,” tegasnya.
Kebutuhan  air di Jakarta saat ini  sebanyak 547,5 juta m3 per  tahun. Hitungan  tersebut mengacu jika per  orang menggunakan air  sebanyak 150 liter per  harinya, dengan estimasi  penduduk Jakarta pada  2010 sebesar sepuluh  juta jiwa. “Hal ini berakibat  pada berkurangnya  daya dukung kekuatan  lingkungan. Sebab, 17,16 persen  wilayah Jakarta  mengalami daya dukung  kekuatan lingkungan rendah dan  berpotensi pada  penurunan, terutama di  Jakarta Utara,” pungkasnya.
Pada  kesempatan berbeda, pengamat  lingkungan  Sony Keraf meminta Pemprov  DKI menyetop pemberian izin  mendirikan  bangunan mal, hotel, apartemen,  dan lain sebagainya untuk  mengurangi  kerusakan lingkungan di Ibu  Kota. “Untuk dilakukan kajian  komperhensif  terlebih dahulu,” ujarnya,  belum lama ini. Mantan Menteri  Lingkungan  Hidup era Megawati ini  menegaskan, berdasarkan data yang  diperoleh,  saat ini daya tampung  pembangunan di Jakarta sudah tidak  kuat. Artinya,  lanjut dia, mulai  saat ini Pemprov DKI harus menghentikan  pemberian  izin mendirikan  bangunan.
“Kalau   pemerintah terus memberi izin  sebaiknya Ibu Kota dipindahkan saja.   Karena untuk membongkar bangunan  yang ada tidak mungkin. Selain   merugikan pekerja, juga akan merugikan  investor,” tandasnya. Selain   itu, penegakkan hukum terhadap masalah  lingkungan juga dinilai Sony   masih lemah. Hal ini terjadi akibat ada  tarik menarik kepentingan.   “Sebenarnya dalam RUU tata ruang sudah  dituangkan ada pidana bagi   pemberi izin yang melanggar tata ruang.  Tetapi dalam pembahasannya itu   tidak diterima. Banyak rekomendasi ilmiah  yang dikalahkan rekomendasi   politik,” pungkasnya.(ful)
Tanda-Tanda  Jakarta Tenggelam Sudah Bermunculan
Sejumlah  kalangan memprediksi Jakarta  akan  tenggelam, meski soal waktu mereka  masih berbeda pendapat. Hal ini   dikarenakan aktivitas air kerap  menggenangi wilayah Jakarta. Tak hanya   pada musim penghujan, di musim  kemarau pun banjir kerap menggenangi   wilayah Ibu Kota. Sedikit menoleh  ke belakang, hampir setiap lima tahun,   hampir seluruh kawasan Jakarta  tergenang banjir. Tak  tanggung-tanggung,  di beberapa wilayah tinggi  air banjir nyaris  menutupi atap rumah.  Tengok saja seperti yang  terjadi di Jatinegara,  Kampung Pulo,  Penjaringan, dan sebagainya.
Seperti  tidak belajar dari pengalaman,  banjir  Jakarta semakin menggila jika  hujan tiba. Bahkan, frekuensinya  pun  lebih dahsyat dari sebelumnya.  Masih teringat di benak kita jika  Istana  Negara sempat menjadi korban  banjir lima tahunan. Selain itu,  sejumlah  ruas protokol pun ikut  tergenang dan tak bisa dilalui  pengendara  sepeda motor atau pun mobil.
Selain  banjir  tahunan, masyarakat  pesisir Jakarta juga kerap disibukkan  dengan air  rob. Tak ada hujan dan  tak ada petir, rob bisa datang kapan  saja, di  saat gelombang air laut  sedang meninggi. Masyarakat di  pesisir Jakarta  seperti Tanjung Priok dan  Muara Angke seakan sudah  terbiasa dengan  situasi semacam ini. Mereka  pun tetap menjalankan  aktivitas seperti  biasa kendati rumah atau tempat  kerjanya tergenang  air.
Ironisnya,  hingga saat ini belum ada  langkah  kongkret yang dilakukan pemerintah.  Dari tahun ke tahun,  masyarakat  pesisir dan masyarakat yang tinggal  di bantaran kali tidak  merasakan  perubahan yang lebih baik. Hanya  banjir dan banjir. Pemerintah  pun tak  tinggal diam. Untuk  mengantisipasi hal ini pemerintah  mendirikan proyek  Banjir Kanal Timur  (BKT). Namun entah mengapa, proyek  yang sempat  kontroversi di  masyarakat ini tidak kunjung terealisasi.
Terakhir,  bukti bahwa kondisi Jakarta   bermasalah adalah longsornya jalan raya  di Jalan RE Martadinata, Jakarta   Utara. Pengamat menilai, kejadian  tersebut dikarenakan telah terjadi   abrasi. Peneliti dari Indonesia  Water Institut (IWI) Firdaus Ali   mengatakan, untuk mendapatkan tanah  keras di Jakarta harus di kedalaman   25 sampai 40 meter. Jadi, lanjut  dia, saat ini mayoritas masyarakat   Jakarta berada di atas permukaan  lumpur.
“Semakin  lama akan menjadi penurunan dan  itu  sangat berbahaya. Penyebab  lainnya adalah beban bangunan di Jakarta   saat ini terlalu besar,” ujar  Firdaus, kepada okezone, beberapa waktu   lalu. Dia menambahkan,  gerakan tektonik sangat berpengaruh pada kondisi   tanah Jakarta.  Kendati skala gerakan terbilang kecil, namun hal  tersebut  cukup  berpengaruh kepada pergeseran tanah di Jakarta sebesar  87 persen.
“Faktor  yang  terpenting adalah  penggunaan air tanah yang berlebihan. Hal ini   memberikan pengaruh  sebesar 17 persen. Pengaruhnya memang kecil, tapi   jika tidak segera  ditanggulangi akan berakibat besar. Persoalan ini   sering  dikesampingkan,” tandas akademisi Universitas Indonesia ini.   Firdaus  mengulas, Mexico City dan Bangkok juga pernah mengalami masalah   seperti  ini. Namun, mereka langsung tanggap dan langsung diatasi.  Kala  itu,  Mexico City butuh waktu 40 tahun untuk mengalihkan  penggunaan air  bawah  tanah ke air permukaan.
”Saat   ini kondisi paling rawan memang  Jakarta Utara. Di sana jika ingin   membuat bangunan tiang pancangnya  paling tidak harus sampai 40 meter.   Selain itu, Jakarta Pusat juga  rawan. Ini dikarenakan penggunaan air   bawah tanah yang berlebihan,”  pungkasnya. (ful)
Jakarta Terancam Tenggelam 2012
Jakarta  akan tenggelam pada 2012?  Ungkapan ini  bukanlah isu murahan. Hal  tersebut, dinilai bisa terjadi  jika  pemerintah setempat tidak  memperdulikan kondisi lingkungan dalam   menjalankan pembangunan.  Berdasarkan keterangan sejumlah pakar   lingkungan, kondisi tanah  Jakarta saat ini memang mengalami persoalan.   Setiap tahunnya,  settlement amblesan terjadi di wilayah Jakarta hingga   10 sentimeter.  Proses itu terjadi secara pelan-pelan tapi pasti.
“Jika  penggunaan air tanah secara  berlebihan  tidak bisa dikontrol oleh  pemerintah. Saya tidak bisa  bayangkan,  mungkin rumor mengenai Jakarta  tenggelam bisa saja terjadi  pada 2012,”  ujar Pendiri Indonesia Water  Institut (IWI) Firdaus Ali  kepada okezone  belum lama ini. Hal senada  diutarakan pakar geotenik dari  Institut  Teknologi Bandung (ITB)  Masyhur Irsyam. Menurut dia, kondisi  tanah di  Jakarta terus mengalami  penurunan. Hal ini dikatakannya usai   menganalisa peristiwa jalan  ambles di Jalan RE Martadinata, Jakarta   Utara.
Dengan   terjadinya konsolidasi tanah  lunak akan turun lima sampai 10  sentimeter  per tahun akan memadat dan  kekuatan tanahnya makin lama  akan semakin  meningkat. Kejadian ini dalam  istilah geoteknik disebut  “Drained  Condition”. Jadi kalau tidak ada  perubahan lingkungan,  semakin lama  timbunan badan jalan akan semakin  stabil.
“Tapi  kenyataannya terjadi kelongsoran,   sehingga penyebabnya adalah  perubahan lingkungan yang kemungkinan dapat   diakibatkan oleh beberapa  hal seperti beban lalu lintas yang besar,   pasang surut air laut yang  tinggi dan surut mendadak, serta perubahan   geometri lereng jalan,”  ujar Masyhur. Tak hanya itu, kejadian longsor   tersebut juga diprediksi  akan merambah ke sejumlah kawasan lainnya di   Ibu Kota. Karena itu,  pemerintah diimbau untuk mewaspadai agar peristiwa   serupa tidak  terulang.
Administrator