Bandung (voa-islam.com) - Astagfirullah, pergaulan bebas di Bandung ternyata sangat mengkhawatirkan, tren "virgin gak oke" rupanya menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap anak. Dalam sebuah kongres anak di Hotel Trio Bandung 28-29 Juni lalu, sekelompok pelajar SMA bahkan berani menyebutkan istilah “virgin gak oke” di kalangan mereka.
“Sekarang pergaulan bebas terjadi di kalangan pelajar. Sekelompok pelajar SMA menyebut istilah ‘virgin gak oke’. Artinya, mereka sudah terkontaminasi pergaulan bebas,” kata Manajer Program Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jabar Dianawati, saat ditemui wartawan di Sekretariat LPA Jabar Jalan Karangtinggal Bandung, Jumat (23/7/2010).
Diana mengatakan, kongres itu diikuti oleh sekitar 50 pelajar di seluruh Jawa Barat. Dia mengaku prihatin dengan munculnya kecenderungan pergaulan bebas tersebut.
“Sekarang pergaulan bebas terjadi di kalangan pelajar. Sekelompok pelajar SMA menyebut istilah ‘virgin gak oke’. Artinya, mereka sudah terkontaminasi pergaulan bebas,” kata Manajer Program Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jabar Dianawati, saat ditemui wartawan di Sekretariat LPA Jabar Jalan Karangtinggal Bandung, Jumat (23/7/2010).
Diana mengatakan, kongres itu diikuti oleh sekitar 50 pelajar di seluruh Jawa Barat. Dia mengaku prihatin dengan munculnya kecenderungan pergaulan bebas tersebut.
...“Sekarang pergaulan bebas terjadi di kalangan pelajar. Sekelompok pelajar SMA menyebut istilah ‘virgin gak oke’. Artinya, mereka sudah terkontaminasi pergaulan bebas,” kata Diana...
Di Indramayu bahkan ada daerah yang warganya terbiasa mendengar seorang anak gadisnya dijual. Itu terjadi karena mereka merupakan keluarga miskin. “Masyarakat di sana sudah cuek ketika mendengar tetangganya ada yang menjual anak gadis mereka,” kata Diana.
Lebih jauh Diana mengatakan, untuk tahun ini LPA Jabar sudah menerima 50 pengaduan kasus kekerasan terhadap anak. Sebagian besar, kata dia, merupakan kasus penelantaran anak yang disebabkan oleh perceraian orang tuanya.
“Selain itu, pelecehan seksual dan perkosaan juga sedang kita tangani, bekerja sama dengan kepolisian setempat,” pungkas Diana.
Lebih jauh Diana mengatakan, untuk tahun ini LPA Jabar sudah menerima 50 pengaduan kasus kekerasan terhadap anak. Sebagian besar, kata dia, merupakan kasus penelantaran anak yang disebabkan oleh perceraian orang tuanya.
“Selain itu, pelecehan seksual dan perkosaan juga sedang kita tangani, bekerja sama dengan kepolisian setempat,” pungkas Diana.
Bandung Kekerasan Paling Tinggi
Memang, kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Barat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Paling banyak, kekerasan terhadap anak tersebut terjadi di Kota Bandung.
Selama dua tahun berturut-turut dari pada tahun 2007 dan 2008, Kota Bandung menyandang predikat tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap anak.
Pada tahun 2008, 789 anak di Jawa Barat menjadi korban kekerasan. Sebagian besar berusia 15 sampai 18 tahun. “Jumlah paling tinggi tingkat kekerasan terhadap anaknya ada di Kota Bandung, urutan kedua Kota Tasikmalaya, dan ketiga Kabupaten Bandung,” tambah Diana.
Pada tahun 2008, kata Diana, dari 789 kasus kekerasan terhadap anak, 20,99 persen terjadi di Bandung. Setelah Bandung, urutan kedua diduduki Kabupaten Bandung dengan 10,16 persen. Sementara urutan ketiga diduduki Kota Tasik sebanyak 10,16 persen.
Pada tahun 2007 tiga besar daerah dengan kasus kekerasan terhadap anak tertinggi, juga diisi oleh tiga daerah yang sama. Peringkat tertinggi Kota Bandung dengan persentase 13,19 persen, kedua Kabupaten Bandung 12,27 persen, dan ketiga Tasikmalaya 7,18 persen, kata Diana.
Menurut Dianawati, dibandingkan tahun 2007, jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2008 memang meningkat. Tahun 2007, kata dia, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan mencapai 681. Dari jumlah tersebut, lanjutnya, Kota Bandung berada di urutan pertama.
Selama dua tahun berturut-turut dari pada tahun 2007 dan 2008, Kota Bandung menyandang predikat tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap anak.
Pada tahun 2008, 789 anak di Jawa Barat menjadi korban kekerasan. Sebagian besar berusia 15 sampai 18 tahun. “Jumlah paling tinggi tingkat kekerasan terhadap anaknya ada di Kota Bandung, urutan kedua Kota Tasikmalaya, dan ketiga Kabupaten Bandung,” tambah Diana.
Pada tahun 2008, kata Diana, dari 789 kasus kekerasan terhadap anak, 20,99 persen terjadi di Bandung. Setelah Bandung, urutan kedua diduduki Kabupaten Bandung dengan 10,16 persen. Sementara urutan ketiga diduduki Kota Tasik sebanyak 10,16 persen.
Pada tahun 2007 tiga besar daerah dengan kasus kekerasan terhadap anak tertinggi, juga diisi oleh tiga daerah yang sama. Peringkat tertinggi Kota Bandung dengan persentase 13,19 persen, kedua Kabupaten Bandung 12,27 persen, dan ketiga Tasikmalaya 7,18 persen, kata Diana.
Menurut Dianawati, dibandingkan tahun 2007, jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2008 memang meningkat. Tahun 2007, kata dia, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan mencapai 681. Dari jumlah tersebut, lanjutnya, Kota Bandung berada di urutan pertama.
“Bandung itu sudah dua kali jumlah kekerasan terhadap anaknya tertinggi yaitu pada 2007 dan 2008. Untuk data pada 2009 masih kita rekap. Namun, jumlah kasusnya diperkirakan kembali meningkat,” kata Diana.“Bandung itu sudah dua kali jumlah kekerasan terhadap anaknya tertinggi yaitu pada 2007 dan 2008. kata Diana...
Diana mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak meningkat karena berbagai faktor. Di antaranya, kata dia, faktor media, lingkungan, dan pergaulan. Menurut Diana, tayangan televisi dan berita-berita di koran mengenai kekerasan ternyata cukup memicu kekerasan di kalangan anak.
Ada faktor media juga yang berperan, mulai media televisi, koran, majalah, film-film. Selain itu, faktor pergaulan juga menjadi pemicu kasus kekerasan terhadap anak, pungkas Diana.