Setiap tahun, di tepian Sungai Mekong yang membelah provinsi itu dengan negara Laos, ratusan ribu orang berkumpul untuk menyaksikan sebuah fenomena unik yang telah terjadi sejak seratusan tahun yang lalu, yakni munculnya bola api yang mereka sebut dengan Bung Fai Paya Nak, alias Bola Api Naga.
Dari dalam sungai Mekong akan muncul bola api yang kemudian meluncur ke angkasa hingga setinggi seratusan meter. Warnanya bisa berbeda-beda; merah, pink, atau putih. Warga sekitar percaya bahwa bola api itu adalah semburan nafas dari Naga yang hidup di wilayah itu.
Bola-bola api itu bisa muncul secara berurutan hingga belasan kali. Setelah mengangkasa, bola api tadi menghilang di kegelapan. Setiap tahun, sekitar 200-800 bola api itu terlihat di sepanjang sungai. Semuanya terjadi begitu saja, tanpa bunyi maupun asap.
Biasanya fenomena ini terjadi hanya sekitar 1-3 hari dalam setahun, di akhir retreat musim hujan umat Budha setempat, yang biasa digelar pada bulan Oktober. Fenomena ini hanya bisa dilihat pada malam hari, di awali dengan peluncuran perahu yang dihias dan diterangi oleh ribuan lilin ke sungai.
Bagi masyarakat Nong Khaya, legenda naga di daerah itu sama seperti legenda monster di Sungai Loch Ness yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kepada Majalah Time, Kepala Biara Wat Paa Luang, Phrakhru Pichai Kitjaton, mengatakan bahwa kesaksian dari berbagai biarawan sudah diabadikan dalam catatan tertulis di biara yang letaknya dekat dengan Sungai Mekong itu, sejak ratusan tahun lalu.
"Ibu saya, ayah saya pernah melihat mereka (naga). Saya juga pernah melihatnya. Naga itu besar, berwarna perak, dan berenang seperti ular di dalam sungai. Saya melihatnya saat saya merusia 13 tahun," kata Pang Butamee, warga setempat 78 tahun.
Namun, Kementerian Ilmu Pengetahuan Thailand menampik legenda itu. Melalui rilis resminya, mereka berkesimpulan bahwa bola api naga itu hanya mitos. "Fenomena itu disebabkan oleh gas fosfin (PH3) yang menyala," kata Deputy Permanent Secretary Kementrian Ilmu Pengetahuan Thailand, Saksit Tridech.
Jadi, kata pihak kementerian, bola api itu sangat tergantung dengan kandungan gas dari dalam sungai, yang biasanya memuncak di bulan Oktober.
Sementara, Manas Kanoksin, seorang ilmuwan lokal mengatakan bahwa hal itu juga tak lepas dari peran gravitasi matahari yang akan membantu lepasnya gas methan dari dasar sungai. Sebab, kata Kanoksin, pada bulan Oktober, bumi sedang berada di titik terdekat dengan matahari. (sj)
| vivanews |