ELBARAKA KALIGRAFI ( pengrajin kaligrafi jarum dan benang )
TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB LELAKI DAN PEREMPUAN MENURUT ISLAM
Allah SWT berfirman didalam Surat An-Nisaa Ayat 32,
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian dari kamu melebihi sebagian yang lain. Untuk para lelaki ada bagian atas yang mereka usahakan, (begitupun) untuk para perempuan ada pula bagian atas yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sangatlah perlu bagi kita memahami secara utuh maksud dari ayat diatas, agar kita dapat menghargai tugas dan tanggungjawab yang telah ditetapkan bagi lelaki dan bagi perempuan. Ketika ayat ini diturunkan, terjadi keadaan yang menarik untuk disimak. Nabi Muhammad SAW ditanya oleh istri beliau, Ummu Salamah RA, “Mengingat bahwa didalam hukum waris, perempuan memperoleh setengah dari bagian lelaki, adakah demikian juga dengan yang akan kami terima sebagai ganjaran atas suatu amal kebajikan, kami para perempuan akan menerima setengah dari ganjaran yang diterima oleh para lelaki?” Ummu Salamah RA tidak bermaksud menentang bagian yang telah ditetapkan untuk lelaki, namun diajukannya pertanyaan itu sebagai pendidikan dan pembelajaran. Diantara para perempuan ada yang berharap bahwa mereka terlahir sebagai lelaki agar dapat berperan serta dalam pertempuran, agar dengan demikian ia bisa memperoleh tambahan ganjaran dari Allah SWT.
Jawaban atas semua pertanyaan tersebut telah terangkum dalam ayat diatas. Allah SWT menjawab pertanyaan Ummu Salamah RA dan seluruh umat Muslim, agar tidak (walaupun sekedar berharap) meniru segolongan orang yang telah dilebihkan oleh Allah SWT atas mereka dalam beberapa hal tertentu. Marilah kita mencoba memahami hal ini secara lebih mendalam. Kita pun maklum bahwa Allah SWT telah menciptakan keadaan jasmani yang berlainan, ada yang pendek, ada yang tinggi, begitu pula ada yang kecantikannya lebih dari yang lain. Sekiranya Allah SWT menganugerahkan kepada seseorang lebih menarik, kemudian ia tidak mampu membawa diri sehingga menjadi cenderung lebih banyak berbuat dosa, maka Allah SWT menyelamatkannya dari perbuatan dosa itu dengan cara tidak membuatnya lebih menarik.
Begitu pula, ada orang-orang yang relatif lebih miskin dari yang lain, ada pula orang-orang yang berkedudukan lebih rendah secara duniawi. Karena Allah SWT sangat mengetahui bahwasanya jika mereka itu dibuat lebih kaya atau diberi status sosial yang lebih tinggi, mereka tidak akan sanggup berlaku adil atas keadaannya itu. Hal serupa terjadi pada sebidang lahan di suatu kota yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk dibangun Masjid di atasnya, maka lahan ini memiliki derajat yang lebih tinggi daripada lahan-lahan utama yang manapun di kota itu, maka dari itu kita dianjurkan melakukan shalat ‘Tahiyatul-Masjid’ sebagai penghormatan atas tempat itu, setiap kali kita masuk kedalam Masjid.
Seringkali kitapun heran mengapa Allah SWT memilih kota Makkah yang terletak di gurun pasir untuk Rumah-Nya yang paling dihormati melebihi tempat-tempat lain di muka bumi ini. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah SWT sendirilah yang terbaik Pengetahuan-Nya dan pasti terkandung hikmah didalam ketetapan-Nya meninggikan/memberikan keutamaan kepada sesuatu hal di atas yang lain dengan cara tertentu, yangmana kemungkinan besar diluar jangkauan kemampuan akal kita.
Keutamaan yang terkandung dalam sesuatu yang melebihi yang lain ini terjadi begitu saja dan berada diluar kendali kita. Allah SWT menghadiahkan sesuatu dari-Nya kepada siapapun yang Dia kehendaki. Terakhir, namun bukanlah kurang penting, kita ketahui juga bahwasanya Allah SWT memberikan Keutamaan kepada Nabi-Nabi-Nya, yang satu melebihi yang lain dengan berbagai macam cara. Di awal Ayat 253 dari Surat Al-Baqarah, Allah SWT berfirman,
Rasul-rasul itu, Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. ....
Dengan uraian yang terperinci diatas, maka telah gamblanglah bagi kita bahwa apapun yang telah diberikan Allah SWT kepada kita, sudah sepatutnya kita merasa bahagia menerimanya. Jikalau perempuan dibebani dengan tugas lelaki, mereka tidak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggungjawab untuk lelaki itu secara memadai. Allah SWT pun menjawab pertanyaan Ummu Salamah RA dan para perempuan lainnya bahwa tidak ada pengurangan nilai ganjaran perempuan menjadi setengah dari yang diperoleh lelaki atas amal kebajikan yang sama, lelaki dan perempuan diberi ganjaran yang setara atas amal kebajikan yang setara pula. Ada banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan hal ini. sebagai contoh, Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mukmin (Al-Ghafir) Ayat 40 (bagian kalimat ke-dua)
Barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik lelaki ataupun perempuan, sedangkan dia sungguh-sungguh beriman, akan diberikan kepadanya ganjaran surga, dan diberikan rizki kepadanya tanpa ada hisab.
Sesungguhnya, perempuan istimewa seperti Ummu Ammarah Al Anshariah RA dan Asma binti Umaish RA pernah menyampaikan keprihatinan mereka kepada Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan didalam hadits Tirmidzi, mereka berkata, firman Allah SWT hampir selalu ditujukan langsung kepada kaum lelaki, kami menjadi bertanya-tanya, adakah kiranya kami perempuan mendapatkan janji yang sama. Maka, Allah SWT pun menurunkan firman-Nya yang sangat terperinci didalam Surat Al-Ahzab Ayat 35.
Sesungguhnya, lelaki dan perempuan muslim, lelaki dan perempuan mukmin, lelaki dan perempuan yang ta’at, lelaki dan perempuan yang benar, lelaki dan perempuan yang tetap dalam kesabaran, lelaki dan perempuan yang khusyuk, lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang memelihara kehormatan diri, lelaki dan perempuan yang banyak mengingat Allah (dzikrullah). Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan ganjaran yang besar.
Dengan demikian, menurut ajaran Islam, perempuan memiliki hak dan penghargaan yang sama dengan lelaki. Orang cenderung terlibat dalam kejahatan dan perbuatan dosa ketika mereka tidak mengikuti petunjuk Allah SWT. Beberapa diantaranya melakukan pencurian agar menjadi kaya seperti orang lain, bahkan ada yang mencoba melakukan pembunuhan untuk kemudian mengambil harta korbannya. Petunjuk Allah SWT diturunkan untuk mencegah bentuk-bentuk kecemburuan dan perilaku jahat/kriminal tersebut. Jika setiap insan berbahagia dan puas dengan pemberian Allah SWT yang telah mereka terima, sudah barang tentu mereka tidak akan melibatkan diri didalam kejahatan.
Kita mengetahui bahwa banyak orang memiliki kekayaan yang melimpah, ada pula orang-orang yang berpendidikan tinggi berpengetahuan luas, dan mereka pun masih memiliki kesadaran spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kebanyakan. Kita semua diperbolehkan untuk berjuang keras agar mencapai itu semua dengan cara bekerja ikhlas di jalan Allah SWT dan memohon hanya kepada-Nya agar menganugerahkan sebagian dari Kekayaan-Nya kepada kita. Jika sekiranya yang kita mohon itu berakibat kebaikan bagi kita, pastilah Allah SWT mengabulkan permohonan kita, karena
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Jika kita pahami ayat diatas dengan sejelas-jelasnya, sudah sewajarnya kita dapat dengan sangat mudahnya menerima dengan baik tugas dan tanggungjawab lelaki dan perempuan menurut Islam.
Didalam bagian awal Surat An-Nisaa’ Ayat 34 berikut ini, diuraikan juga perihal lelaki dan perempuan.
Lelaki adalah pemimpin (pelindung, penjaga) bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan yang satu (kaum lelaki) terhadap yang lain (kaum perempuan), dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian harta yang mereka miliki.
Ayat ini tidak berati bahwa kaum lelaki boleh bertindak sebagai diktator yang mau menang sendiri atas kaum perempuan. Kita harus pula meletakkan ayat-ayat yang lain dari Al-Qur’an bersama-sama dengan ayat diatas agar dapat kita pahami maknanya. Allah SWT berfirman didalam Surat An-Nisaa’ Ayat 19,
... Dan pergaulilah (hiduplah bersama mereka) secara ma’ruf (baik/patut).
Dengan kata lain, perlakukanlah istri-istri kamu dengan perlakuan yang selayaknya. Didalam Ayat 228 surat Al-Baqarah juga terdapat penegasan Allah SWT,
... Dan (sebagaimana lelaki) para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. ...
Selanjutnya, Allah berfirman didalam Surat Al-Baqarah Ayat 233,
Dengan kerelaan keduanya (suami dan istri) dan permusyawaratan.
Bermusyawarah adalah bagian yang sangat penting dalam keimanan dan pelaksanaan amal perbuatan secara Islami. Oleh karenanya perlu diterapkan juga dalam kehidupan rumah-tangga.
Menilik bahasan diatas maka terangkumlah bahwa, kaum lelaki tidak hanya dianjurkan bermusyawarah dengan istri-istri mereka, mereka juga harus memperlakukan istri-istri mereka secara patut, dan memberikan hak yang setara. Setelah menjalankan berbagai ketentuan penting diatas, merekapun harus menetapkan keputusan akhir dalam berbagai persoalan.
Dalam hal ini sesungguhnya para lelaki memikul beban tanggungjawab yang lebih besar. Jika sekiranya mereka (lelaki) salah mengambil keputusan, kesalahan itu akan berbalik membebani mereka di kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang (akhirat). Dengan kata lain, kaum lelaki mempunyai lebih banyak beban yang akan diperhitungkan (dihisab) dengan adanya tambahan tanggung-jawab yang dibebankan kepada mereka. kalau seorang perempuan mengandaikan diri sebagai lelaki, takkan sangguplah ia mengelola beban tanggungjawab yang sulit ini.
Maka dari itu, perempuan hendaklah tidak berharap berperan seperti lelaki dan demikian juga sebaliknya janganlah lelaki berharap berperan seperti perempuan. Seorang lelaki adalah yang terbaik untuk menjalankan peran lelaki, seorang perempuan adalah yang terbaik untuk menjalankan peran perempuan.
Kini marilah kita coba untuk memahami hikmah dari pemberian hak waris, yakni bagi perempuan adalah setengah dari hak waris lelaki. Hendaklah terlebih dahulu dimengerti bahwa berapapun dan apapun yang diwariskan kepada perempuan, itu semua menjadi miliknya, ia berhak untuk menyimpan harta warisan itu seutuhnya dan bahkan boleh saja ia sama sekali tidak membelanjakannya walaupun untuk menunjang kebutuhan belanja sehari-hari bagi keluarganya sendiri. Kalau ia berstatus anak perempuan, maka ayahnya-lah yang sepenuhnya menopang kebutuhan hidupnya. Kalau statusnya seorang istri maka suaminya-lah yang wajib menopang hal keuangannya, tak peduli betapapun kayanya seorang istri. Bilamana ia seorang janda, dengan ataupun tanpa anak, dan masih memiliki ayah, maka ia boleh kembali kepada ayahnya untuk merawatnya dan menopang kehidupannya bila perlu. Betapa, selalu ada lelaki dalam kehidupan seorang perempuan, untuk menopang hidupnya. Adapun ketika seorang lelaki menerima hak warisnya yang besarnya dua kali dari hak waris perempuan, ia tidak dapat menyimpan warisan itu untuk dirinya sendiri. Harta itu harus ia manfaatkan untuk menghidupi istri, anak, dan anggota keluarganya yang lain.
Dengan melihat secara keseluruhan ini, kaum perempuan memiliki keuntungan yang lebih besar walaupun ketika ia memperoleh warisan nilainya hanyalah setengah dari saudara lelakinya. Semua ini menunjukkan istimewanya kedudukan perempuan dalam Islam.
Kiranya akan lebih berarti bila kita kaji-ulang kedudukan perempuan sebelum terbitnya fajar Islam. Hampir disemua kasus kelahiran anak perempuan, orang-orang Arab terbiasa mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan mereka. Perempuan disiksa dengan cara mengikatkan rambut mereka pada ekor onta, kemudian onta itu dilepas begitu saja.
Perlakuan semacam ini merupakan kebiasaan orang-orang Arab di masa itu. Pada waktu itu juga, perempuan tidak dapat memiliki atau mewarisi barang-barang yang bernilai tinggi ataupun benda-benda berharga. Islam tidak hanya memberikan kesetaraan hak bagi kaum perempuan, melainkan juga memungkinkan mereka untuk memiliki dan mewarisi harta-benda yang berharga.
Sekarang marilah kita melihat ciri-ciri perempuan shalihah, yang digambarkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya didalam Surat An-Nisaa’ ayat 34,
... Maka, perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang ta’at (kepada Allah dan kepada suami mereka), dan menjaga harta suaminya dan kehormatan dirinya ketika suaminya tidak berada disisinya, karena Allah telah memelihara mereka. ....
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa istri yang terbaik adalah yang bilamana kamu (suami) menjumpai/memandangnya, timbul rasa bahagia. Bila kamu menyuruhnya mengerjakan sesuatu maka ia laksanakan, dan ia menjaga dirinya sendiri dan hartamu ketika kamu tidak bersamanya. (At Thayalisy)
Maka, seorang perempuan shalihah haruslah ta’at kepada seluruh Hukum Allah SWT, dimana satu diantara Hukum-Nya adalah yang berisi perintah agar mereka dengan sepenuh hati menerima bahwa kaum lelaki adalah penanggung-jawab mereka dalam segala hal. Kaum perempuan juga diperintahkan untuk melindungi diri mereka sendiri terhadap syeitan yang sangat jelas keberadaannya sebagai musuh manusia. Mereka pun diperintahkan untuk menjaga harta. Dengan demikian, maka tidaklah mereka itu pada kepatutannya melakukan suatu urusan ataupun mengadakan kunjungan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari suami mereka. Lebih dari itu, merekapun harus melindungi harta suami mereka yang paling berharga, yakni anak-anak mereka. Dengan kata lain, perempuan harus mendidik dan melatih anak-anak secara Islami dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik kepada keturunan mereka. Tiga macam tanggung-jawab ini sesungguhnya amatlah sulit. Maka Allah SWT berjanji dalam ayat tersebut bahwa Dia akan memberikan pertolongan dan dukungan-Nya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini selama mereka tulus ikhlas dalam upayanya untuk melaksanakan tugas tersebut.
Ajaran Islam juga mengatur bagaimana cara menghadapi istri yang berperilaku tidak sesuai dengan kepatutan islami. Perhatikanlah firman Allah SWT pada bagian kalimat terakhir Surat An-Nisaa’ Ayat 34,
... Dan bagi (istri-istrimu) yang kamu ketahui meresahkanmu perbuatannya, maka nasehatilah mereka (terlebih dahulu), (jika masih saja begitu) berpisahlah tidurmu dari mereka, (kalaupun itu tidak menyadarkan mereka) pukullah mereka. Namun bila mereka telah kembali pada ketaatan, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.
Maka, tahulah kita bahwa perempuan yang berbuat tidak taat haruslah diluruskan dengan berbagai cara yang bertahapan. Tahap pertama adalah memberikan nasehat, bisa secara pribadi ataupun dicarikan penasehat ahli. Namun sayang, kebanyakan umat Muslim di semua penjuru dunia sering melupakan tahapan penting ini dan menyimpan persoalan-persoalan mereka hingga menumpuk lantas menjadi tidak bisa tertangani dengan baik. Banyak Muslim yang enggan dibilang bermasalah secara psikologis dan oleh karenanya menghindari tahap meminta nasehat dari yang ahli.
Sesungguhnya, setiap orang butuh nasehat pada titik tertentu dalam hidupnya. Saya berdoa semoga kita mengikuti tahapan ini secara lebih mumpuni dan bertanggung-jawab sesegera mungkin begitu timbul persoalan.
Tahap ke-dua adalah tahap pisah-ranjang. Ini bukan berarti istri dipaksa meninggalkan rumah. Juga, ia tidak boleh meninggalkan rumah atas kemauannya sendiri untuk kemudian bergabung dengan kerabat dekatnya selama terjadi persoalan. Bahkan menurut para ulama, mereka yang bermasalah tidak perlu benar-benar tidur berlainan kamar. Mereka diperintahkan untuk saling menjauh namun tetap seranjang. Hikmah dari melakukan yang demikian itu adalah mereka akan sulit bertahan untuk tetap berjauhan. Dengan demikian maka akan timbul perubahan jalan pemikiran maupun perasaan diantara mereka sehingga mereka akan menyatu kembali secara tulus.
Tahap ke-tiga, Suami diperbolehkan menepak dengan pelan sebagai peringatan bagi istri. Jelas bahwa yang dimaksud bukanlah memukul di bagian wajah sehingga matanya bengkak, bahkan bukan juga memukul bagian tubuh yang lain sampai menyakitkannya. Beberapa orang berpendapat, tepakan itu menggunakan sikat gigi atau sejenisnya yang ringan, agar tidak menyakiti.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Lelaki yang baik takkan menghukum istrinya dengan memukulinya.”
Lebih jauh lagi, kita ketahui pula bahwa tidak ada riwayat yang menceritakan seorang Nabi yang memukul istrinya, termasuk Nabi Luth AS.
Rasulullah Muhammad SAW juga berwasiat bahwa barangsiapa yang memperlakukan istri-istrinya dengan baik akan berada dekat dengan beliau kelak didalam Surga.
Allah SWT juga menasehati para suami bahwa jika istri-istri mereka sudah mulai mematuhi, janganlah lagi mengeluarkan kata sindiran kasar kepada mereka untuk membangkitkan lagi pertikaian yang pernah terjadi. Selanjutnya kaum lelaki diperintah oleh Allah SWT untuk tidak melupakan bahwa Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Hanya atas kehendak-Nya sajalah kaum lelaki menjadi berwenang atas perempuan, dan para lelaki itu nantinya dimintai pertanggung-jawaban atas yang mereka kerjakan dalam hal ini. Karena itu, maka kaum lelaki harus memperlakukan istri-istri mereka secara adil dalam semua tahapan pelurusan tersebut diatas.
Selanjutnya Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisaa Ayat 35,
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan diantara mereka berdua (suami-istri), maka utuslah seorang penengah hakam dari pihak keluarga lelaki dan seorang lagi dari pihak keluarga perempuan. Jika kedua perwakilan itu menghendaki terjadinya ishlah (perdamaian), niscaya Allah akan melimpahkan taufiq (bimbingan) untuk mendamaikan keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dengan demikian, jika perselisihan antara suami istri belum juga terselesaikan diantara mereka sendiri, kita hendaknya menunjuk penengah dari kedua pihak. Disini, betapa sangat indah janji Allah SWT, bahwa jika mereka berdua mendambakan berdamai (ishlah) secara tulus, maka Allah SWT yang akan menyempurnakan ishlahnya. Ulama' menegaskan bahwa kata “keduanya” menunjuk kepada suami-istri maupun kedua juru penengah mereka. Maka jika mereka berempat terlibat secara tulus untuk menemukan jalan keluar yang adil, Allah SWT menjanjikan akan mengentaskan mereka dari perselisihan, karena Dia Maha Mengetahui apa yang terkandung didalam sanubari setiap insan.
Demikianlah, Islam telah memberikan persamaan hak kepada lelaki dan perempuan, dan telah merumuskan pula proses yang harus ditempuh jika terdapat perselisihan. Maka sangatlah tidak masuk akal, bahkan terkesan bodoh, jika ada yang mengatakan bahwa menurut ajaran Islam perempuan dinomor-duakan ataupun bahkan tidak masuk hitungan dan gerak mereka terbatasi oleh keempat sisi dinding rumah mereka.
Para sahabat Rasulullah SAW kala itu menarik kesimpulan bahwa perempuan diberi begitu banyak hak demi mengangkat derajat mereka dibandingkan pada kurun waktu pra-Islam. Mereka pun berpikir bahwa beberapa hak itu kelak akan dicabut. Lalu, merekapun bertanya dan bertanya lagi kepada Rasulullah SAW perihal wahyu yang berkaitan dengan hak-hak perempuan. Maka Allah SWT pun berfirman didalam Surat An-Nisaa’ Ayat 127,
Dan mereka memintamu untuk berfatwa perihal perempuan, katakanlah: “Allah telah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa-apa yang difirmankan-Nya dalam Kitab (Al-Qur’an) sehubungan dengan anak perempuan yatim yang tidak kamu berikan hak yang telah ditetapkan bagi mereka (mahar, hak waris), sedangkan kamu berkeinginan mengawini mereka, dan berkenaan dengan anak-anak yang lemah dan teraniaya. Dan (diperintahkan-Nya) agar kamu mengurus anak-anak yatim itu secara adil. Dan kebajikan apapun yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
Dengan kata lain, persamaan hak dan ditinggikannya derajat perempuan didalam Islam akan tetap berlaku selamanya.
Saya berdoa kepada Allah SWT, semoga kita menerapkan perintah-Nya yang telah kita bahas ini didalam keluarga-keluarga kita, agar selanjutnya dapat memperkokoh komunitas Islam kita. Amiin.
TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB LELAKI DAN PEREMPUAN MENURUT ISLAM
Allah SWT berfirman didalam Surat An-Nisaa Ayat 32,
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian dari kamu melebihi sebagian yang lain. Untuk para lelaki ada bagian atas yang mereka usahakan, (begitupun) untuk para perempuan ada pula bagian atas yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sangatlah perlu bagi kita memahami secara utuh maksud dari ayat diatas, agar kita dapat menghargai tugas dan tanggungjawab yang telah ditetapkan bagi lelaki dan bagi perempuan. Ketika ayat ini diturunkan, terjadi keadaan yang menarik untuk disimak. Nabi Muhammad SAW ditanya oleh istri beliau, Ummu Salamah RA, “Mengingat bahwa didalam hukum waris, perempuan memperoleh setengah dari bagian lelaki, adakah demikian juga dengan yang akan kami terima sebagai ganjaran atas suatu amal kebajikan, kami para perempuan akan menerima setengah dari ganjaran yang diterima oleh para lelaki?” Ummu Salamah RA tidak bermaksud menentang bagian yang telah ditetapkan untuk lelaki, namun diajukannya pertanyaan itu sebagai pendidikan dan pembelajaran. Diantara para perempuan ada yang berharap bahwa mereka terlahir sebagai lelaki agar dapat berperan serta dalam pertempuran, agar dengan demikian ia bisa memperoleh tambahan ganjaran dari Allah SWT.
Jawaban atas semua pertanyaan tersebut telah terangkum dalam ayat diatas. Allah SWT menjawab pertanyaan Ummu Salamah RA dan seluruh umat Muslim, agar tidak (walaupun sekedar berharap) meniru segolongan orang yang telah dilebihkan oleh Allah SWT atas mereka dalam beberapa hal tertentu. Marilah kita mencoba memahami hal ini secara lebih mendalam. Kita pun maklum bahwa Allah SWT telah menciptakan keadaan jasmani yang berlainan, ada yang pendek, ada yang tinggi, begitu pula ada yang kecantikannya lebih dari yang lain. Sekiranya Allah SWT menganugerahkan kepada seseorang lebih menarik, kemudian ia tidak mampu membawa diri sehingga menjadi cenderung lebih banyak berbuat dosa, maka Allah SWT menyelamatkannya dari perbuatan dosa itu dengan cara tidak membuatnya lebih menarik.
Begitu pula, ada orang-orang yang relatif lebih miskin dari yang lain, ada pula orang-orang yang berkedudukan lebih rendah secara duniawi. Karena Allah SWT sangat mengetahui bahwasanya jika mereka itu dibuat lebih kaya atau diberi status sosial yang lebih tinggi, mereka tidak akan sanggup berlaku adil atas keadaannya itu. Hal serupa terjadi pada sebidang lahan di suatu kota yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk dibangun Masjid di atasnya, maka lahan ini memiliki derajat yang lebih tinggi daripada lahan-lahan utama yang manapun di kota itu, maka dari itu kita dianjurkan melakukan shalat ‘Tahiyatul-Masjid’ sebagai penghormatan atas tempat itu, setiap kali kita masuk kedalam Masjid.
Seringkali kitapun heran mengapa Allah SWT memilih kota Makkah yang terletak di gurun pasir untuk Rumah-Nya yang paling dihormati melebihi tempat-tempat lain di muka bumi ini. Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah SWT sendirilah yang terbaik Pengetahuan-Nya dan pasti terkandung hikmah didalam ketetapan-Nya meninggikan/memberikan keutamaan kepada sesuatu hal di atas yang lain dengan cara tertentu, yangmana kemungkinan besar diluar jangkauan kemampuan akal kita.
Keutamaan yang terkandung dalam sesuatu yang melebihi yang lain ini terjadi begitu saja dan berada diluar kendali kita. Allah SWT menghadiahkan sesuatu dari-Nya kepada siapapun yang Dia kehendaki. Terakhir, namun bukanlah kurang penting, kita ketahui juga bahwasanya Allah SWT memberikan Keutamaan kepada Nabi-Nabi-Nya, yang satu melebihi yang lain dengan berbagai macam cara. Di awal Ayat 253 dari Surat Al-Baqarah, Allah SWT berfirman,
Rasul-rasul itu, Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. ....
Dengan uraian yang terperinci diatas, maka telah gamblanglah bagi kita bahwa apapun yang telah diberikan Allah SWT kepada kita, sudah sepatutnya kita merasa bahagia menerimanya. Jikalau perempuan dibebani dengan tugas lelaki, mereka tidak akan bisa melaksanakan tugas dan tanggungjawab untuk lelaki itu secara memadai. Allah SWT pun menjawab pertanyaan Ummu Salamah RA dan para perempuan lainnya bahwa tidak ada pengurangan nilai ganjaran perempuan menjadi setengah dari yang diperoleh lelaki atas amal kebajikan yang sama, lelaki dan perempuan diberi ganjaran yang setara atas amal kebajikan yang setara pula. Ada banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan hal ini. sebagai contoh, Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mukmin (Al-Ghafir) Ayat 40 (bagian kalimat ke-dua)
Barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik lelaki ataupun perempuan, sedangkan dia sungguh-sungguh beriman, akan diberikan kepadanya ganjaran surga, dan diberikan rizki kepadanya tanpa ada hisab.
Sesungguhnya, perempuan istimewa seperti Ummu Ammarah Al Anshariah RA dan Asma binti Umaish RA pernah menyampaikan keprihatinan mereka kepada Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan didalam hadits Tirmidzi, mereka berkata, firman Allah SWT hampir selalu ditujukan langsung kepada kaum lelaki, kami menjadi bertanya-tanya, adakah kiranya kami perempuan mendapatkan janji yang sama. Maka, Allah SWT pun menurunkan firman-Nya yang sangat terperinci didalam Surat Al-Ahzab Ayat 35.
Sesungguhnya, lelaki dan perempuan muslim, lelaki dan perempuan mukmin, lelaki dan perempuan yang ta’at, lelaki dan perempuan yang benar, lelaki dan perempuan yang tetap dalam kesabaran, lelaki dan perempuan yang khusyuk, lelaki dan perempuan yang bersedekah, lelaki dan perempuan yang berpuasa, lelaki dan perempuan yang memelihara kehormatan diri, lelaki dan perempuan yang banyak mengingat Allah (dzikrullah). Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan ganjaran yang besar.
Dengan demikian, menurut ajaran Islam, perempuan memiliki hak dan penghargaan yang sama dengan lelaki. Orang cenderung terlibat dalam kejahatan dan perbuatan dosa ketika mereka tidak mengikuti petunjuk Allah SWT. Beberapa diantaranya melakukan pencurian agar menjadi kaya seperti orang lain, bahkan ada yang mencoba melakukan pembunuhan untuk kemudian mengambil harta korbannya. Petunjuk Allah SWT diturunkan untuk mencegah bentuk-bentuk kecemburuan dan perilaku jahat/kriminal tersebut. Jika setiap insan berbahagia dan puas dengan pemberian Allah SWT yang telah mereka terima, sudah barang tentu mereka tidak akan melibatkan diri didalam kejahatan.
Kita mengetahui bahwa banyak orang memiliki kekayaan yang melimpah, ada pula orang-orang yang berpendidikan tinggi berpengetahuan luas, dan mereka pun masih memiliki kesadaran spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kebanyakan. Kita semua diperbolehkan untuk berjuang keras agar mencapai itu semua dengan cara bekerja ikhlas di jalan Allah SWT dan memohon hanya kepada-Nya agar menganugerahkan sebagian dari Kekayaan-Nya kepada kita. Jika sekiranya yang kita mohon itu berakibat kebaikan bagi kita, pastilah Allah SWT mengabulkan permohonan kita, karena
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Jika kita pahami ayat diatas dengan sejelas-jelasnya, sudah sewajarnya kita dapat dengan sangat mudahnya menerima dengan baik tugas dan tanggungjawab lelaki dan perempuan menurut Islam.
Didalam bagian awal Surat An-Nisaa’ Ayat 34 berikut ini, diuraikan juga perihal lelaki dan perempuan.
Lelaki adalah pemimpin (pelindung, penjaga) bagi perempuan, karena Allah telah melebihkan yang satu (kaum lelaki) terhadap yang lain (kaum perempuan), dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian harta yang mereka miliki.
Ayat ini tidak berati bahwa kaum lelaki boleh bertindak sebagai diktator yang mau menang sendiri atas kaum perempuan. Kita harus pula meletakkan ayat-ayat yang lain dari Al-Qur’an bersama-sama dengan ayat diatas agar dapat kita pahami maknanya. Allah SWT berfirman didalam Surat An-Nisaa’ Ayat 19,
... Dan pergaulilah (hiduplah bersama mereka) secara ma’ruf (baik/patut).
Dengan kata lain, perlakukanlah istri-istri kamu dengan perlakuan yang selayaknya. Didalam Ayat 228 surat Al-Baqarah juga terdapat penegasan Allah SWT,
... Dan (sebagaimana lelaki) para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. ...
Selanjutnya, Allah berfirman didalam Surat Al-Baqarah Ayat 233,
Dengan kerelaan keduanya (suami dan istri) dan permusyawaratan.
Bermusyawarah adalah bagian yang sangat penting dalam keimanan dan pelaksanaan amal perbuatan secara Islami. Oleh karenanya perlu diterapkan juga dalam kehidupan rumah-tangga.
Menilik bahasan diatas maka terangkumlah bahwa, kaum lelaki tidak hanya dianjurkan bermusyawarah dengan istri-istri mereka, mereka juga harus memperlakukan istri-istri mereka secara patut, dan memberikan hak yang setara. Setelah menjalankan berbagai ketentuan penting diatas, merekapun harus menetapkan keputusan akhir dalam berbagai persoalan.
Dalam hal ini sesungguhnya para lelaki memikul beban tanggungjawab yang lebih besar. Jika sekiranya mereka (lelaki) salah mengambil keputusan, kesalahan itu akan berbalik membebani mereka di kehidupan sekarang maupun di kehidupan mendatang (akhirat). Dengan kata lain, kaum lelaki mempunyai lebih banyak beban yang akan diperhitungkan (dihisab) dengan adanya tambahan tanggung-jawab yang dibebankan kepada mereka. kalau seorang perempuan mengandaikan diri sebagai lelaki, takkan sangguplah ia mengelola beban tanggungjawab yang sulit ini.
Maka dari itu, perempuan hendaklah tidak berharap berperan seperti lelaki dan demikian juga sebaliknya janganlah lelaki berharap berperan seperti perempuan. Seorang lelaki adalah yang terbaik untuk menjalankan peran lelaki, seorang perempuan adalah yang terbaik untuk menjalankan peran perempuan.
Kini marilah kita coba untuk memahami hikmah dari pemberian hak waris, yakni bagi perempuan adalah setengah dari hak waris lelaki. Hendaklah terlebih dahulu dimengerti bahwa berapapun dan apapun yang diwariskan kepada perempuan, itu semua menjadi miliknya, ia berhak untuk menyimpan harta warisan itu seutuhnya dan bahkan boleh saja ia sama sekali tidak membelanjakannya walaupun untuk menunjang kebutuhan belanja sehari-hari bagi keluarganya sendiri. Kalau ia berstatus anak perempuan, maka ayahnya-lah yang sepenuhnya menopang kebutuhan hidupnya. Kalau statusnya seorang istri maka suaminya-lah yang wajib menopang hal keuangannya, tak peduli betapapun kayanya seorang istri. Bilamana ia seorang janda, dengan ataupun tanpa anak, dan masih memiliki ayah, maka ia boleh kembali kepada ayahnya untuk merawatnya dan menopang kehidupannya bila perlu. Betapa, selalu ada lelaki dalam kehidupan seorang perempuan, untuk menopang hidupnya. Adapun ketika seorang lelaki menerima hak warisnya yang besarnya dua kali dari hak waris perempuan, ia tidak dapat menyimpan warisan itu untuk dirinya sendiri. Harta itu harus ia manfaatkan untuk menghidupi istri, anak, dan anggota keluarganya yang lain.
Dengan melihat secara keseluruhan ini, kaum perempuan memiliki keuntungan yang lebih besar walaupun ketika ia memperoleh warisan nilainya hanyalah setengah dari saudara lelakinya. Semua ini menunjukkan istimewanya kedudukan perempuan dalam Islam.
Kiranya akan lebih berarti bila kita kaji-ulang kedudukan perempuan sebelum terbitnya fajar Islam. Hampir disemua kasus kelahiran anak perempuan, orang-orang Arab terbiasa mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan mereka. Perempuan disiksa dengan cara mengikatkan rambut mereka pada ekor onta, kemudian onta itu dilepas begitu saja.
Perlakuan semacam ini merupakan kebiasaan orang-orang Arab di masa itu. Pada waktu itu juga, perempuan tidak dapat memiliki atau mewarisi barang-barang yang bernilai tinggi ataupun benda-benda berharga. Islam tidak hanya memberikan kesetaraan hak bagi kaum perempuan, melainkan juga memungkinkan mereka untuk memiliki dan mewarisi harta-benda yang berharga.
Sekarang marilah kita melihat ciri-ciri perempuan shalihah, yang digambarkan oleh Allah SWT melalui firman-Nya didalam Surat An-Nisaa’ ayat 34,
... Maka, perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang ta’at (kepada Allah dan kepada suami mereka), dan menjaga harta suaminya dan kehormatan dirinya ketika suaminya tidak berada disisinya, karena Allah telah memelihara mereka. ....
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa istri yang terbaik adalah yang bilamana kamu (suami) menjumpai/memandangnya, timbul rasa bahagia. Bila kamu menyuruhnya mengerjakan sesuatu maka ia laksanakan, dan ia menjaga dirinya sendiri dan hartamu ketika kamu tidak bersamanya. (At Thayalisy)
Maka, seorang perempuan shalihah haruslah ta’at kepada seluruh Hukum Allah SWT, dimana satu diantara Hukum-Nya adalah yang berisi perintah agar mereka dengan sepenuh hati menerima bahwa kaum lelaki adalah penanggung-jawab mereka dalam segala hal. Kaum perempuan juga diperintahkan untuk melindungi diri mereka sendiri terhadap syeitan yang sangat jelas keberadaannya sebagai musuh manusia. Mereka pun diperintahkan untuk menjaga harta. Dengan demikian, maka tidaklah mereka itu pada kepatutannya melakukan suatu urusan ataupun mengadakan kunjungan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari suami mereka. Lebih dari itu, merekapun harus melindungi harta suami mereka yang paling berharga, yakni anak-anak mereka. Dengan kata lain, perempuan harus mendidik dan melatih anak-anak secara Islami dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik kepada keturunan mereka. Tiga macam tanggung-jawab ini sesungguhnya amatlah sulit. Maka Allah SWT berjanji dalam ayat tersebut bahwa Dia akan memberikan pertolongan dan dukungan-Nya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini selama mereka tulus ikhlas dalam upayanya untuk melaksanakan tugas tersebut.
Ajaran Islam juga mengatur bagaimana cara menghadapi istri yang berperilaku tidak sesuai dengan kepatutan islami. Perhatikanlah firman Allah SWT pada bagian kalimat terakhir Surat An-Nisaa’ Ayat 34,
... Dan bagi (istri-istrimu) yang kamu ketahui meresahkanmu perbuatannya, maka nasehatilah mereka (terlebih dahulu), (jika masih saja begitu) berpisahlah tidurmu dari mereka, (kalaupun itu tidak menyadarkan mereka) pukullah mereka. Namun bila mereka telah kembali pada ketaatan, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.
Maka, tahulah kita bahwa perempuan yang berbuat tidak taat haruslah diluruskan dengan berbagai cara yang bertahapan. Tahap pertama adalah memberikan nasehat, bisa secara pribadi ataupun dicarikan penasehat ahli. Namun sayang, kebanyakan umat Muslim di semua penjuru dunia sering melupakan tahapan penting ini dan menyimpan persoalan-persoalan mereka hingga menumpuk lantas menjadi tidak bisa tertangani dengan baik. Banyak Muslim yang enggan dibilang bermasalah secara psikologis dan oleh karenanya menghindari tahap meminta nasehat dari yang ahli.
Sesungguhnya, setiap orang butuh nasehat pada titik tertentu dalam hidupnya. Saya berdoa semoga kita mengikuti tahapan ini secara lebih mumpuni dan bertanggung-jawab sesegera mungkin begitu timbul persoalan.
Tahap ke-dua adalah tahap pisah-ranjang. Ini bukan berarti istri dipaksa meninggalkan rumah. Juga, ia tidak boleh meninggalkan rumah atas kemauannya sendiri untuk kemudian bergabung dengan kerabat dekatnya selama terjadi persoalan. Bahkan menurut para ulama, mereka yang bermasalah tidak perlu benar-benar tidur berlainan kamar. Mereka diperintahkan untuk saling menjauh namun tetap seranjang. Hikmah dari melakukan yang demikian itu adalah mereka akan sulit bertahan untuk tetap berjauhan. Dengan demikian maka akan timbul perubahan jalan pemikiran maupun perasaan diantara mereka sehingga mereka akan menyatu kembali secara tulus.
Tahap ke-tiga, Suami diperbolehkan menepak dengan pelan sebagai peringatan bagi istri. Jelas bahwa yang dimaksud bukanlah memukul di bagian wajah sehingga matanya bengkak, bahkan bukan juga memukul bagian tubuh yang lain sampai menyakitkannya. Beberapa orang berpendapat, tepakan itu menggunakan sikat gigi atau sejenisnya yang ringan, agar tidak menyakiti.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Lelaki yang baik takkan menghukum istrinya dengan memukulinya.”
Lebih jauh lagi, kita ketahui pula bahwa tidak ada riwayat yang menceritakan seorang Nabi yang memukul istrinya, termasuk Nabi Luth AS.
Rasulullah Muhammad SAW juga berwasiat bahwa barangsiapa yang memperlakukan istri-istrinya dengan baik akan berada dekat dengan beliau kelak didalam Surga.
Allah SWT juga menasehati para suami bahwa jika istri-istri mereka sudah mulai mematuhi, janganlah lagi mengeluarkan kata sindiran kasar kepada mereka untuk membangkitkan lagi pertikaian yang pernah terjadi. Selanjutnya kaum lelaki diperintah oleh Allah SWT untuk tidak melupakan bahwa Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Hanya atas kehendak-Nya sajalah kaum lelaki menjadi berwenang atas perempuan, dan para lelaki itu nantinya dimintai pertanggung-jawaban atas yang mereka kerjakan dalam hal ini. Karena itu, maka kaum lelaki harus memperlakukan istri-istri mereka secara adil dalam semua tahapan pelurusan tersebut diatas.
Selanjutnya Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisaa Ayat 35,
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan diantara mereka berdua (suami-istri), maka utuslah seorang penengah hakam dari pihak keluarga lelaki dan seorang lagi dari pihak keluarga perempuan. Jika kedua perwakilan itu menghendaki terjadinya ishlah (perdamaian), niscaya Allah akan melimpahkan taufiq (bimbingan) untuk mendamaikan keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dengan demikian, jika perselisihan antara suami istri belum juga terselesaikan diantara mereka sendiri, kita hendaknya menunjuk penengah dari kedua pihak. Disini, betapa sangat indah janji Allah SWT, bahwa jika mereka berdua mendambakan berdamai (ishlah) secara tulus, maka Allah SWT yang akan menyempurnakan ishlahnya. Ulama' menegaskan bahwa kata “keduanya” menunjuk kepada suami-istri maupun kedua juru penengah mereka. Maka jika mereka berempat terlibat secara tulus untuk menemukan jalan keluar yang adil, Allah SWT menjanjikan akan mengentaskan mereka dari perselisihan, karena Dia Maha Mengetahui apa yang terkandung didalam sanubari setiap insan.
Demikianlah, Islam telah memberikan persamaan hak kepada lelaki dan perempuan, dan telah merumuskan pula proses yang harus ditempuh jika terdapat perselisihan. Maka sangatlah tidak masuk akal, bahkan terkesan bodoh, jika ada yang mengatakan bahwa menurut ajaran Islam perempuan dinomor-duakan ataupun bahkan tidak masuk hitungan dan gerak mereka terbatasi oleh keempat sisi dinding rumah mereka.
Para sahabat Rasulullah SAW kala itu menarik kesimpulan bahwa perempuan diberi begitu banyak hak demi mengangkat derajat mereka dibandingkan pada kurun waktu pra-Islam. Mereka pun berpikir bahwa beberapa hak itu kelak akan dicabut. Lalu, merekapun bertanya dan bertanya lagi kepada Rasulullah SAW perihal wahyu yang berkaitan dengan hak-hak perempuan. Maka Allah SWT pun berfirman didalam Surat An-Nisaa’ Ayat 127,
Dan mereka memintamu untuk berfatwa perihal perempuan, katakanlah: “Allah telah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa-apa yang difirmankan-Nya dalam Kitab (Al-Qur’an) sehubungan dengan anak perempuan yatim yang tidak kamu berikan hak yang telah ditetapkan bagi mereka (mahar, hak waris), sedangkan kamu berkeinginan mengawini mereka, dan berkenaan dengan anak-anak yang lemah dan teraniaya. Dan (diperintahkan-Nya) agar kamu mengurus anak-anak yatim itu secara adil. Dan kebajikan apapun yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
Dengan kata lain, persamaan hak dan ditinggikannya derajat perempuan didalam Islam akan tetap berlaku selamanya.
Saya berdoa kepada Allah SWT, semoga kita menerapkan perintah-Nya yang telah kita bahas ini didalam keluarga-keluarga kita, agar selanjutnya dapat memperkokoh komunitas Islam kita. Amiin.