Selama ini masyarakat mengetahui bahwa batu yang terdapat di saluran kemih seperti ginjal hanya bisa dikeluarkan melalui operasi. Tapi sebenarnya ada teknik-teknik lain untuk mengatasinya.
"Pengobatan untuk saluran kemih ini didasarkan pada lokasi, ukuran batu (apakah di bawah 5 mm, 5-10 mm atau lebih dari 20 mm) dan juga melihat fungsi ginjalnya (masih bagus atau tidak)," ujar dr Rochani, SpB, SpU dalam acara konferensi pers Penatalaksanaan Batu Ginjal Tanduk Rusa dengan Luka Operasi Minimal di RS Asri, Jl Duren Tiga Jakarta, Kamis (23/6/2011).
Batu yang terdapat di saluran kemih ini bisa berada di dalam ginjal, ureter, kandung kemih atau uretra. Dan sifat dari batu ini ada yang keras (umumnya dari kalsium oksalat) dan ada juga yang relatif lunak (biasanya dari asam urat).
Berikut ini beberapa teknik yang bisa digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi batu pada saluran kemih yaitu:
1. Teknik konservatif
Teknik ini biasanya untuk batu yang berada di saluran ureter dan berukuran kecil yaitu kurang dari 4-5 mm, memiliki fungsi ginjal yang masih bagus dan tidak ada sumbatan. Teknik ini dengan cara mengonsumsi banyak air sehingga batu bisa keluar dengan sendirinya, lamanya teknik ini biasanya hingga 6 minggu.
"Jika terjadi infeksi di saluran kemih, nyeri yang tidak tertahankan, fungsi ginjal menurun dan urin berdarah, maka teknik konservatif ini harus dihentikan," ujar Dr dr Nur Rasyid, SpU selaku Kepala Departemen Urologi FKUI.
2. Teknik ESWL (Extrocorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Teknik ini menggunakan gelombang kejut yang difokuskan pada satu titik dari batu untuk memecahkan batu menjadi pecahan yang lebih kecil dan halus (sekitar 1-2 mm) dan akan keluar bersama dengan air urin.
Tapi orang yang melakukan teknik ini harus memiliki fungsi ginjal yang bagus, kalau tidak pecahan batu tersebut tidak akan mau keluar dari tubuh. Serta memperhatikan komposisi dari batu yang terbentuk, jika termasuk batu yang keras maka biasanya membutuhkan lebih dari sekali ESWL.
"Kalau berkali-kali ditembak (ESWL) untuk 1 batu dalam jangka waktu dekat bisa menurunkan fungsi ginjal dan cost yang tinggi, biasanya hanya boleh sekitar 2-3 kali," ungkapnya.
Teknik ini menggunakan peralatan yang modern dan prosedur yang aman serta nyaman karena tanpa menggunakan pembiusan dan luka operasi karena gelombang kejut ini berasal dari luar tubuh, serta mengurangi angka kesakitan.
Pasien dengan teknik ini membutuhkan waktu beberapa lama sampai pecahan batu tersebut benar-benar hilang, biasanya 1-2 bulan setelah ESWL sebaiknya melakukan kontrol seperti foto rontgen untuk melihat apakah sudah bersih atau belum untuk mengurangi angka kekambuhan.
3. Teknik URS (Ureterorenoscopy)
Teknik ini dilakukan dengan cara memasukkan alat melalui saluran kencing yang dilengkapi dengan lensa, lalu memasukkan alat kecil untuk memecah batu dan mengeluarkannya menggunakan alat forcep khusus. Teknik ini lebih mudah dilakukan untuk perempuan.
4. Teknik PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Teknik ini untuk mengangkat batu ginjal yang berukuran besar (lebih dari 20 mm) atau batu berbentuk tanduk rusa (staghorn stone) dengan luka operasi kecil (1-2 cm), sekitar 84 persen pasien mendapatkan angka bersih batu 100 persen melalui satu kali tindakan.
Batu besar ini akan dihancurkan dengan alat semacam logam panjang yang disertai energi ultrasonik atau elektrohidrolik menjadi serpihan batu, dan termasuk teknik dengan minimal invasif (luka minimal).
"Pasien yang melakukan PCNL tidak perlu dilakukan bius umum, cukup bius separuh badan saja dengan waktu pembedahan sekitar 2-3 jam, tergantung dari ukuran batu," ujar Dr Nur Rasyid.
Teknik ini sudah diterima secara luas sebagai salah satu prosedur yang relatif aman, efektif, nyaman dengan angak morbidiats (kesakitan) yang rendah dalam mengangkat batu, serta masa pemulihan yang lebih singkat.
5. Teknik operasi terbuka
Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka teknik operasi terbuka (open surgery) sudah jarang dilakukan. Operasi ini biasanya dilakukan untuk mengeluarkan batu seperti batu ginjal yang berukuran besar.
Namun teknik ini memiliki risiko lebih besar terjadinya pendarahan, kerusakan ginjal serta membutuhkan masa pemulihan yang lebih lama dibanding teknik lainnya.