Syahdan, Nabi Ibrahim kedatangan tamu yang belum dikenalnya. Mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Demi menghormati sang tamu, Nabi Ibrahim menjamunya dengan hidangan lezat. Begitu mendapati sang tamu tidak berselera terhadap jamuannya, Nabi Ibrahim gemetar. Ia sadar, tamunya ini bukan tamu biasa.
Dadanya bergetar hebat, segera ingin tahu ada apa gerangan. Ia menanyakan maksud kedatangan sang tamu dengan perasaan takut yang tak tersembunyikan. “Tidak usah takut, kami memberi kabar gembira, Allah swt akan mengaruniamu seorang putra”, jelas sang tamu.
Sebagai seorang yang sangat menginginkan seorang putra, tentu kabar itu sangat menggembirakan. Tapi ia tahan rasa gembira itu, perasaanya mengatakan, pasti ada kabar lain yang tidak kalah hebat. Hati-hati ia bertanya, “Apakah masih ada urusan lain?” Sang tamu menjawab tegas: “Kami diperintahkan menghancurkan negeri dimana Luth tinggal”.
Alkisah, mendengar jawaban sang tamu, Nabi Ibrahim tertegun. Ia, yang dadanya penuh cinta, pengasih, dan taat kepada Allah, memberanikan diri bertanya. Mungkin menggugat. Konon, terjadilah tanya-jawab yang sengit antara Nabi Ibrahim dengan sang Tamu :
Ibrahim : Bagaimana mungkin negeri itu dihancurkan, padahal di sana ada (Nabi) Luth dan banyak orang baik.
Tamu : Allah tidak akan menghancurkan satu negeri bila di negeri itu banyak orang baik.
Ibrahim : OK, tidak banyak. Katakanlah 50% dari mereka orang baik.
Tamu : Allah tidak akan menghancurkan satu negeri bila 50% penduduk negeri itu orang baik.
Ibrahim : Bagaimana kalau 25% ?!
Tamu : Allah tidak akan menghancurkan satu negeri bila 25% penduduk negeri itu orang baik.
Ibrahim : Setidak-tidaknya 5% dari mereka orang baik.
Tamu : Allah tidak akan menghancurkan satu negeri bila 5% penduduk negeri itu orang baik.
Nabi Ibrahim terdiam, sedih. Ia menangis. Ia mencoba mencari-cari argumen lain untuk mencegah bencana itu. Tiba-tiba, sang tamu berujar tegas: “Kita hentikan saja tanya-jawab ini, ini sudah menjadi keputusan Allah”. Tamu itu pun pergi.
Dari tempatnya berdiri, ia memandang ke arah dimana Luth tinggal. Ia melihat batu-batu dijatuhkan dan asap hitam pekat membumbung ke langit. Negeri itu dihancurkan, penduduknya dibinasakan. Hanya penghuni 1 rumah yang diselamatkan kecuali istrinya.
Kabar gembira akan mendapat putra tidak cukup untuk menghiburnya. Ia berempati terhadap “musibah” yang menimpa negeri sodom. Bukan sebaliknya, menghakimi, mensyukuri, atau apalah. Betul betul karakter dari seorang Nabi Pilihan.