- Minggu, April 17, 2011
- Administrator
- NEWS
Ocimnet - Tim Advokasi Keluarga Perkawinan Campuran (TAPC) menyambut baik dengan pengesahan berlakunya undang-undang (UU) keimigrasian yang baru sebagai pengganti UU Nomor 9 tahun 1992 yang telah melalui proses panjang di bahas di DPR.
Pasalnya sebelum lahirnya Undang-undang Keimigrasian yang baru, keberadaan keluarga perkawinan campuran di Indonesia tidak memiliki kepastian dan tidak dipayungi oleh perlindungan hukum yang jelas dan manusiawi.
"Pengesahan UU Keimigrasian yang baru ini disambut sangat baik oleh komunitas keluarga perkawinan campuran baik yang berdomisili di Indonesia maupun di luar negeri," ucap anggota anggota TAPC, Nia K Schumacher melalui rilis yang diterima oleh INILAH.COM, Sabtu (16/4/2011).
Menurut Nia, pada undang-undang lama No. 9/1992 keberadaan seorang WNA yang merupakan anggota keluarga perkawinan campuran, dengan status sebagai pasangan suami maupun isteri atau anak (yang telah dewasa) tidak diatur secara khusus dan terpisah dari kelompok WNA lainnya.
"Ini tidak diatur secara khusus dan terpisah dari kelompok WNA yang lain, seperti misalnya tenaga kerja atau investor,keadaan ini sangat menyulitkan dan merugikan keluarga perkawinan campur," ucap Nia.
Dalam UU Keimigrasian yang baru, lanjut Nia, telah lahir sebuah terobosan yang tertuang dalam pasal-pasal di BAB V yang membedakan secara tegas kategori dan mengatur ijin tinggal bagi WNA anggota keluarga perkawinan campuran yang hakekatnya dan tujuan keberadaannya di Indonesia adalah untuk bergabung dalam satu keluarga yang utuh dan bahagia bersama isteri, suami, anaknya yang WNI.
sementara menurut salah satu anggota TAPCM Adinda Hanna Govaart yang memiliki suami kebangsaan Belanda, mengaku dirinya bisa manarik nafas lega karena UU baru ini memberikan pengakuan terhadap WNA yang merupakan suaminya dan anak tanpa batasan umur.
"Kami sangat menyambut baik atas UU Keimigrasian baru, tidak seperti sebelumnya, saya setiap bulannya harus melapor,dan bulak balik sana sini, tapi sekarang saya lega,' ucapnya.
Kendati demikian TAPC akan terus bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi RI untuk mengawal perumusan PP dengan memberikan input, usulan dan data yang dapat membantu mempercepat disusunnya tata cara pelaksanaan UU Keimigrasian yang baru.
Sebelumnya, Pada Masa Persidangan III 2009-2010, Komisi III DPR RI memprioritaskan penyusunan dua Rancangan Undang-Undang (RUU). RUU Perubahan Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan RUU Perubahan Undang-Undang No 22 Tahun 2002 tentang Grasi bakal menjadi bahasan Komisi III.
[via - inilah]