Sebuah pulau seukuran Pulau Hawaii yang seluruhnya terbuat dari botol plastik suatu saat nanti akan menjadi destinasi wisata paling panas di muka Bumi. Ini adalah bagian dari visi lingkungan yang luar biasa di masa depan.
Berdasarkan computer-generated imagery (CGI) atau pencitraan yang dihasilkan komputer, tim ilmuwan Belanda berencana mengumpulkan 44 juta kilogram sampah plastik yang kini terapung di Samudera Pasifik dan mengubahnya menjadi pulau daur ulang.
Seperti dimuat laman Daily Telegraph, Kamis 1 Juli 2010, energi terbarukan dari Matahari dan ombak akan dimanfaatkan demi kelangsungan hidup sekitar 500.000 orang penghuninya.
Juru bicara dari proyek ambisius ini mengatakan, pembangunan pulau dari botol bekas ini bukan tanpa tujuan. “Ada tiga tujuan yang ingin kami raih — membersihkan lautan dari sampah plastik raksasa, menciptakan sebuah pulau, dan mengkonstruksi sebuah habitat yang terbarukan.” “Pulau daur ulang adalah usaha untuk mendaur ulang sampah plastik di lokasi pembuangan dan mengubahnya menjadi sebuah entitas yang mengambang.”
Sampah yang mengapung itu akan dihimpun dan dijadikan dasar bagi pulau apung seluas 10.000 kilometer persegi. Desainer pulau sampah itu berencana membuat pulau yang dikelilingi jalan air — seperti Venesia, Italia. Selain ada kompleks kota modern, juga dirancang lahan cukup luas untuk pertanian — menyediakan makanan dan pekerjaan untuk penduduknya.
Saat ini, Samudra Pasifik adalah ‘tempat sampah’ plastik terbesar di dunia. Sampah-sampah itu menjelma menjadi sampah raksasa di tengah laut. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan mahluk laut. Burung laut, misalnya Albratos raksasa, menganggap sampah-sampah itu sebagai makanan. Juga ikan, binatang-binatang itu memakan sampah-sampah plastik yang kecil-kecil. “Pulau daur ulang harus dilihat sebagai sebuah kesempatan unik, menciptakan habitat mengapung, sekaligus membersihkan laut dari pencemaran plastik.”
‘Samudera sampah’ telah ditemukan sekitar tahun 1997. Lokasinya berada di tengah-tengah bagian utara Samudera Pasifik. Adalah Kapten Charles Moore, pelaut yang menemukan lokasi sampah raksasa itu. “Diperkirakan ada sekitar 100 juta ton plastik terjebak di dalam pusaran arus laut (North Pacific Gyre),” kata Moore, seperti dilansir Washington State University Today, Sabtu 10 April 2010.
Setiap kali dirinya berjalan ke atas dek kapal, dia menyempatkan diri melihat garis horizon antara laut dan langit. Pemandangan yang sangat tidak indah didapat.
“Saya melihat botol sabun, penyumbat botol atau sisa-sisa sampah plastik dari rambut palsu,” kata dia. “Ironis, saya berada di tengah samudera tapi tidak dapat menghindari plastik yang ada di berbagai titik”.