Masyarakat suku Sasak, di Pulau Lombok, memiliki tradisi tahunan yang unik, yakni menangkap cacing laut yang dikenal dengan sebutan Bau Nyale. Tradisi tersebut menjadi istimewa dan sakral, lantaran cacing nyale yang ditangkap dipercaya sebagai jelmaan seorang putri bernama Putri Mandalika.
Untuk itu, disuguhkan pula pagelaran drama Putri Mandalika. Konon, karena kecantikannya yang tersohor, sang putri di lamar oleh sejumlah pangeran. Dalam dilema memilih salah seorang pangeran serta ancaman peperangan dari pangeran yang ditolak, sang putri akhirnya memilih menceburkan diri ke laut dan menjelma menjadi cacing laut yang dikenal dengan Nyale.
Setelah pembacaan do’a dari seorang tokoh masyarakat, tanpa dikomando ribuan warga kemudian bergerak bersama-sama turun ke laut, untuk mencari nyale. Berbagai alat tangkap digunakan untuk menangkap nyale, mulai dari jaring hingga menggunakan tangan kosong.
Di samping itu, terdapat beberapa ritual yang dilakukan biasanya adalah potong ayam dan membuat ketupat. Ini disebabkan karena ritual ini erat kaitannya dengan kegiatan Pasola, yakni untuk melihat baik dan buruknya nasib seseorang.
Tradisi tahunan tersebut di gelar setiap tangal 20 bulan 10 dalam Penaggalan Suku Sasak, yang biasanya jatuh pada salah satu hari di bulan Februari dan Maret tahun Masehi, sebuah tanggal yang dijanjikan sang Putri Mandalika untuk menemui rakyatnya.
Ketika langit mulai terang, nyale pun menghilang, dan warga kembali pulang, dengan hasil tangkapan mereka. Begitulah, sebuah tradisi tahunan telah dijalankan dan ribuan warga pun akan kembali berkumpul, ketika nyale jelmaan sang Putri Mandalika muncul kembali tahun depan.
Upacara Bau Nyale ini telah menjadi salah satu daya tarik yang banyak ditunggu-tunggu oleh para wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah menjadikan upacara Bau Nyale ini sebagai aset budaya yang penyelenggaraannya telah menjadi koor event kegiatan budaya nasional.