Pacaran sudah menjadi hal yang biasa dilakukan anak muda zaman sekarang. Bahkan sudah umum bila sebelum menikah mereka sudah gonta-ganti pacar. Namun sebagian kalangan, terutama muslim, banyak yang menolak pacaran. Mereka langsung melakukan pernikahan tanpa melalui fase pacaran.

Pacaran biasanya diklaim merupakan sarana untuk mengenal lebih dekat masing-masing pasangan. Umumnya,  karakter yang ingin diketahui itu terdiri dari bibit, bebet, dan bobot dari calon pasangan.


Namun biasanya, dalam tahap pacaran ini, sering terjadi penyimpangan. Tidak sedikit mereka yang pacaran kemudian terjerumus dalam perbuatan yang dilarang oleh agama seperti zina.

Seorang Ustadah Hartati Anas menyatakan, Islam tidak mengenal pacaran. Dalam Islam, hubungan nonmuhrim juga diatur, yaitu adanya  larangan berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis. Firman Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 32 yang menyebutkan, janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.

Islam menyerukan agar menyegerakan pernikahan bagi yang sudah mampu. Dalam hadist Bukhari dan muslim, Nabi Muhammad bersabda, Wahai para pemuda. Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.

Dengan berpedoman pada Surat Al Isra dan hadis tersebut, maka banyak kalangan muslim yang menolak pacaran. Mereka hanya melakukan taaruf alias perkenalan sebelum menikah. Pacaran, dilakukan setelah kedua pasangan menikah.

Perkawinan adalah sebuah ikatan sakral. Ikatan itu diadakan bukan sekadar urusan pribadi dua manusia berlainan jenis. Namun ada makna sosial yang terkandung di dalamnya.

Dalam agama Islam sebuah perkawinan punya  tujuan, selain untuk memperoleh keturunan, perkawinan juga dimaksudkan untuk menghindari perbuatan keji dan terlarang,  zina misalnya. Islam juga memandang perkawinan juga bisa  melindungi masyarakat dari kekacauan.

Ustadah Hartati Anas mengatakan, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami- istri dapat melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib.

Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu Kafa'ah dan Shalihah.

"Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah." imbuh Ustazah Hartati Anas.

Hartati kemudian menjelaskan  pengertian kafa'ah sesuai dengan surat Al Hujurat ayat 13 yang berbunyi, Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya.

Jadi kata Hartati, kafa'ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara suami-istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami, insya Allah akan terwujud.

Sedangkan Sholehah dalam pernikahan menurut islam, imbuhnya,  adalah orang yang mau menikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih pria yang sholeh. 


sumber : detiknews.com

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive