ELBARAKA KALIGRAFI ( pengrajin kaligrafi jarum dan benang )
MENYELAMI PRIBADI RASULULLAH via AL-QUR'AN
"Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Alloh dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh" (QS. Al- Ahzab [33]:21)
Semangat al-Qur'an terus menyala pada diri orang-orang yang beriman, karena al-Qur'an berperan menuntun pribadi menuju kemuliaan, menginternalisasi prinsip-prinsip inti, memasokkan energi Ilahi, serta menyalurkan nilai-nilai kelembutan yang menjelma sebagai tindakan penuh pesona dan membimbing pada derajat kemuliaan otentik yang penuh dengan kejernihan karakter. Al-Qur'an menghimpun dan menjelaskan tentang energi semesta, karena didaulat sebagai pemimpin kitab-kitab, diwahyukan pada pemimpin makhluk, manusia, dan para rasul, dan diturunkan pada pemimpin bulan (sayyidus syuhur), bulan Romadlon. Inilah sebuah Kitab yang menjadi pusat instrumen yang bisa mendeteksi kefitrian manusia, karena al-Qur'an memuat nilai-nilai ilahiah. Selain itu, al-Qur'an memantulkan nyala pribadi Rosululloh Muhammad Saw. yang mendapatkan pendidikan intensif dari Alloh Swt.
Sabda Nabi: "Tuhanku telah mengajariku budi pekerti mulia, maka ia membuat budi pekertiku sangat baik".
Sudut pandang ini menyiratkan sebuah semangat untuk menggali kecerlangan pribadi Rosululloh via al-Qur'an. Ketika Aisyah r.a. ditanya tentang akhlak Nabi, dia menjawab: "Akhlak Nabi itu Al-Qur'an".Karena itu, semangat membaca dan menelaah al-Qur'an harus lebih ditingkatkan, sehingga bisa mengenal lebih mendalam, mencari cermin yang indah dari pribadi Rosululloh. Tentu kita, tidak sekadar terpicu untuk mengetahui, menelaah, dan menyimpulkan pribadi Rosululloh, tapi bagaimana telaah itu menjadi pijar yang menyalakan perubahan yang efektif bagi diri kita, agar bisa mengidentifikasi diri dengan Rosululloh yang kemuliaannya tiada pernah lekang dijelang oleh perubahan zaman, bahkan namanya semakin bersinar indah, kendati ada golongan yang mencaci, mencemarkan reputasinya. Semakin dicaci ternyata, namanya semakin mulia dan terkesan indah di mata umatnya. Beliau bak berlian yang tiada pernah rusak, hancur kendati dilempari batako bertubi-tubi, bahkan kecerlangannya semakin benderang.
Al-Qur'an dan Rosululloh cermin dwitunggal, al-Qur'an pribadi yang shomt, diam, Rosululloh natiq, yang berakal. Karena itu, personalitas Rosululloh tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai esensial yang termuat dalam Al-Qur'an. Tatkala kita merindukan pribadi Rosululloh, maka segera membaca dan menelaah al-Qur'an secara mendalam, niscaya kita akan menemukan ketenangan, dan ketenangan itu merupakan cerminan pribadi Rosululloh. Al-Qur'an bisa berdampak indah tatkala pribadi muslim bisa menghidupkan nilai-nilai al-Qur'an, notabene mencitrakan pribadi ala Rosululloh dalam setiap kisi kehidupan yang dijalani. Kemudian bagaimana kita bisa menampilkan citra kita layaknya pribadi Rosululloh yang memesona. Ada resep yang bisa dipergunakan untuk meniru pribadi Rosululloh yang mulia.
Pertama, membangun kesadaran akan tokoh.
Orang tidak bisa memerankan suatu tokoh, kecuali hilang dari dirinya sendiri. Itu berarti, kita harus benar-benar bisa mengidentifikasi Rosululloh, sehingga setiap kata, perbuatan, cara makan, cara berjalan mencerminkan cara Rosululloh, kita pun menjadi "kloning" rohani Rosululloh, yang semua performance-nya memantulkan performance Rosululloh dengan jalan menggapai nur muhammadiyah. Demi menggapai kebersatuan dengan citra Rosululloh maka diperlukan peleburan diri dengan kecintaan pada Rosululloh, ketika Rosululloh telah menjadi idol, maka kita akan selalu mengidentifikasi sang idol tersebut. Seperti, remaja yang mengidolakan sosok artis, maka ia bakal selalu mencari tahu tentang perilaku, cara bergaul, cara berbicara, cara makan, cara berpakain, bahkan - ma'af - cara bebe, dirinya berada dalam kesadaran utuh pada sang idol. Dalam sudut pandang sufi, seorang tidak akan bisa menggapai sampai pada pengenalan indah pada Alloh jika tidak memasuki medan fana' fir Rosul (melebur dalam kepribadian rasul), atau disyaratkan bisa mengidentifikasi diri dengan performance, keyakinan, dan prinsip-prinsip yang dijalankan oleh Rosululloh. Dalam konteks ini dibutuhkan penghancuran keakuan, kalau masih ada bercak-bercak keakuan di dalam dirinya, maka justru tidak akan bisa mengidentifikasi dan menjadikan Rosululloh sebagai model.
Cara mudah untuk mendalami pribadi Rosululloh adalah menyelam dalam mutiara-mutiara hikmah yang bertebaran dalam al-Qur'an, ketika kita masuk ke dalamnya, bangunlah kesadaran kita akan bongkahan makna yang dituturkan dalam al-Qur'an. Ketika kesadaran kita menyelam dalam al-Qur'an, serta merta menghilangkan keakuan, maka setiap pembicaraan, perbuatan, dan langkah selalu ada energi yang menggerakkan agar selaras dengan nilai-nilai yang built in dalam al-Qur'an. Ketika perspektif, konsep hidup, dan sikap kita telah menyatu dengan al-Qur'an, berarti nur muhammadiyah telah meresap ke ranah jiwa kita, disinilah manusia akan benar-benar merasakan kemesraan dengan Alloh, karena Nabi Muhammad adalah kekasih yang terdekat dengan Alloh subhanahuwata 'ala. Orang akan berkumpul dengan yang dicintai, atau sang idol. Kita merasa aman merujuk pada pribadi Rosululloh, bahkan kebahagiaan bagi kita ketika bisa selalu bersemangat untuk memerankan konsep hidup, sikap, perilaku Rosululloh dalam hidup keseharian.
Sebelum kita mengidentifikasi diri dengan Rosululloh Muhammad Saw, sejatinya diri kita secara shuroh (karangka tubuh) telah bertuliskan Muhammad, dengan huruf Arab. pastinya, secara fitrah manusia di dalam hatinya ada gema nilai-nilai Nabi, selaku role model (peran) yang mencerminkan konsep al-Qur'an. Rosululloh adalah sosok yang amat mengutamakan akhlak dan kepribadian, Rosululloh menyukai orang yang paling baik akhlaknya. Karena itu, kita harus menggalakkan semangat membaca, memahami, dan menelaah secara utuh firman-firman Alloh yang termuat di Al-Qur'an, seraya berharap bisa memungut mutiara-mutiara hikmah yang bisa mencerahkan sikap dan kepribadian kita, sehingga kita bisa menjadi "copy-paste" Nabi Muhammad yang dicatat sebagai pribadi perkasa sepanjang sejarah karena citra akhlaknya yang amat mulia.
Kedua, mengikuti tangga-tangga menggapai pribadi muhammadiyah.
Pribadi muhammadiyah adalah pribadi yang telah menggapai puncak kehebatan setelah melampaui tangga-tangga kesadaran. Kesadaran benda mati (tidur), kesadaran nabati (minum), kesadaran hewani (pergaulan sia-sia), kesadaran manusia - basyariyah - (telah banyak bicara), menggeser ke kesadaran insan malaki (malaikat) yang telah menundukkan diri dan berserah diri pada kehendak Alloh, dan mencitrakan pribadi sebagai insan kamil, sehingga pada penghujung kesadaran diantarkan pada kesadaran nur muhammadiyah. Saat itulah, kepribadian Nabi telah merasuk ke dalam kesadaran pribadi yang amat internal. Itu berarti, pribadi tidak bakal menggapai kesempurnaan diri, insan kamil, apalagi nur muhammadiyah, jika tidak mengurangi kebiasaan tidur, bergaul sia-sia, dan bicara yang tiada guna. Ketika bisa mengurangi kebiasaan tersebut, kemudian mengisi dirinya dengan kebiasaan malaikat yang senantiasa berserah diri, berikut insan kamil yang telah menyatu dengan kehendak Alloh, atau menjadi murid dari iradah (kehendak) Alloh, maka ia bisa membangun pesona diri sebagai pribadi Rosululloh, sosok agung yang telah lihai mengendalikan nafsunya, digerakkan dengan hatinya yang bersih, karena telah dipelihara oleh Alloh. Beliau berperan melahirkan kader-kader brillian, dan membangun peradaban yang indah dalam lingkaran Islam, bisa menjadi model pemimpin, panglima perang, seorang hakim, kepala rumah tangga, dan pedagang yang unggul dan mengesankan sepanjang sejarah.
Selaku umatnya, kita harus bersemangat untuk menggali pesona diri Nabi yang hilang dari kesadaran pengetahuan dengan menelaah al-Qur'an, niscaya kita akan menemukan keindahan pribadi Rosululloh yang akan membuat takjub dan kagum siapa pun, baik kawan atau lawan. Pribadi Rosululloh bisa dibagi menjadi dua, pertama dalam tataran vertikal, Rosululloh adalah pribadi yang sangat mencintai Alloh, sehingga nafasnya selalu dipenuhi dengan hembusan dzikir kepada Alloh, dan hidupnya sekadar untuk Alloh. Beliau selalu memiliki keberanian moral untuk memaafkan orang, tanpa meminta maaf, tatkala mencaci, melukai, memfitnah Rosululloh. Namun beliau, akan unjuk kekuatan ketika ada orang mencaci, menantang, dan mendurhakai Alloh Subhanahuwata 'ala. Sementara dalam tataran horizontal, Nabi banyak berkhidmat, melayani umat. Beliau adalah pribadi yang telah menyatu dengan kehidupan, dan siapa yang berhasil menyatu dengan kehidupan berarti telah berhasil menyatu dengan satu energi kehidupan global, yakni Energi Ilahi.
Karena itu, untuk membentuk pribadi kita seperti Rosululloh, setidaknya kita mulai berusaha dengan menjaga jalinan cinta dengan Alloh dan kehidupan. Malam hari, kita genangi dzikir-dzikir panjang, tangisan taubat, dan warnai dengan resonansi cinta kepada Alloh. Siang hari kita pergunakan untuk berkhidmat pada umat dan kehidupan, dan diantara keduanya kita selalu memperbanyak sujud agar semakin dekat dengan Alloh, karena yang menjadi tujuan tunggal pengembaraan hidup ini sekadar Alloh Zat tempat Bergantung dan bertawakkal.
Dipetik dari Kajian KH. DR. Muhammad Dhiyauddin Qushwandhi. Ditranskrip oleh Khalili Anwar