
Dari Sa’id bin Jubeir dari Ibnu ‘Abbas  radhiya’l-lahu ‘anhuma meriwayatkan: “dua orang Sahabat menghadap  Rasulullah (menanyakan tentang Fir’aun). Sabda Nabi s.a.w: “Malaikat  Jibril menyumpali mulut Fir’aun dengan pasir, khawatir kalau-kalau akan  mengucapkan: la ‘ilaha illa’l-lah”  (Shahih, HR. Turmudzi [3107]; Ahmad [2145], at-Thabari [11/163]; Ibnu  Hibban [6215]; Nasa’i [6/363]. Dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam  as-Shahihah [2015] dan Shahih Sunan Turmudzi [2484]. Dishahihkan juga  oleh Syeikh Syu’aib Arnouth, Tahqiq Shahih Ibnu Hibban [14/98])
Fir’aun mati dengan mulut menyon
Hadits di atas umumnya dapat kita temui pada bahasan ayat tenggelamnya Fir’aun. Imam at-Thabari dan Imam Al-Qurthubi misalnya meletakkan hadits tersebut pada surah Yunus ayat 90, di mana Allah berfirman: “Dan  Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh  Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas  (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:  Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh  Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada  Allah).” (Qs. 10:90) .
Pada detik-detik naza‘nya,  malaikat Jibril melihat gelagat Fir’aun akan mempergunakan kesempatan  dalam kesempitan. Allah Ta’ala memerintahkan malaikat Jibril untuk  mengeksekusi nyawa Fir’aun dengan cara menyumpal mulutnya dengan pasir,  supaya tidak sampai mengucapkan keimanan dan pertaubatannya. Akhirnya  Fir’aun mati dengan mulut menyon dan jauh dari rahmat Allah  s.w.t.(Tafsir Al-Kasyaf, 21 202).
Karena iman dan taubat pada saat ini, tiada guna sama sekali. Para Ulama mengatakan: “anna’l-iman bi’l-qalbi ka’imani’l-akhras“,  iman sebatas bibir tak ubahnya seperti iman bisu. Iman dalam kondisi  terpaksa atau dipaksa oleh suatu keadaan tertentu, bukan iman khalis (murni). Iman seperti ini, tidak direken oleh Allah. Mengutip Tafsir Syeikh Sa’di,  ada dua keadaan di mana iman tidak berguna pada saat itu yakni beriman  di ujung sakarat dan beriman menjelang hari Qiamat, sesuai firman Allah  dalam surah Al-Mu’min:85.
Termasuk keimanan yang terpaksa atau dipaksa adalah masuk Islam  karena mau nikah, mau terima warisan, karena tujuan politik atau duniawi  lainnya, seperti banyak menggejala akhir-akhir ini. Iman Nabi Yunus  boleh jadi contoh, beliau ingat Allah di semua keadaan, dalam senang  maupun di waktu susah. Sementara iman Fir’aun adalah iman kejepit. Allah  melukiskan iman Nabi Yunus melalui ayat: “Maka  jika sekiranya dia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak  mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai  hari berbangkit.” (Qs.As-Shaffatf 143-144)
Fir’aun wafat di Laut Merah atau laut Qalzum atau sebelumnya populer dengan nama FAM AL-HAIRUTS, dekat terusan Suez, pada tanggal 10 Muharram dan karena itulah ada syari’at shaum ‘Asyura, setelah sebelumnya menyatakan taubat dan yakin akan Tuhan Allah s.w.t. Dan inilah taubat ghayru maqbui yakni taubat tertolak (Qs. 10:90)
Dalam hadits Bukhari-Muslim dan Abu Qatadah dapat kita simpulkan  bahwa, kematian Fir’aun disyukuri oleh ummat manusia, dan inilah  kematian orang yang diistirahatkan (mustarah).  Bagi Bani Isra’il kematian Fir’aun adalah hari kemerdekaan, di mana  puasa Asyura adalah wujud peringatan mensyukuri kematian Fir’aun, setiap  tahun. Karena itu wahai para pemimpin, jauhilah prilaku Fir’aun
Fir’aun kafir sejak orok
Di antara perkara yang aneh dalam din Fir’aun adalah fithrah  kejadiannya. Umum-nya bayi diciptakan oleh Allah dalam keadaan fithrah, kudu mawludin yuwladu ‘ala’i fithrah,  tapi tampaknya hadits ini dikecualikan terhadap bayi Fir’aun. Karena  sejak orok sudah kafir di dalam perut ibunya. Syeikh Albani dalam  Shahihul Jami’ no.:3237 menghasankan bunyi hadits “wa khalaqa fir’aun fi bathni ummihi kafiran,”  dan Fir’aun dijadikan (oleh Allah) dalam perut ibunya dalam keadaan  kafir. (HR. Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil dan Imam Thabarani dalam  Al-Ausath). Abu Sa’id Al-Khudri radhiya’l-lahu ‘anh menceritakan, saat  menyampaikan hadits ini Rasulullah s.aw sedang berkhutbah di hadapan  kami pada sore hari. Nabi s.a.w bersabda: “yuwladu’n-nass ‘ata thabaqatin syatta, manusia dilahirkan berdasarkan tingkatannya sendiri-sendiri.”  Ada yang lahir mu’min, hidup mu’min dan mati dalam keadaan mu’min. Ada  yang lahir kafir, hidup kafir dan mati pun kafir. Ada yang lahir mu’min,  hidup mu’min dan mati kafir, serta ada yang lahir kafir, hidup kafir,  tapi matinya dalam keadaan mu’min. Berkata Ibnu Mas’ud radhiya’l-lahu  ‘anh, pada kesempatan inilah hadits di atas disabdakan oleh Rasulullah  s.a.w, “khalaqa’l-lahu yahya bin zakariya fi bathni ummihi mu’minan wa khalaqa fir’aun fi bathni ummihi kafiran.” (Tafsir Qurthubi, surah at-Tagha-bun:2. As-
Shahihah Syeikh Albani [4/446] no.: 1831, dan sesuai dengan bunyi hadits ‘Aisyah dalam Shahih Muslim [8/54-55] no.2662).
Shahihah Syeikh Albani [4/446] no.: 1831, dan sesuai dengan bunyi hadits ‘Aisyah dalam Shahih Muslim [8/54-55] no.2662).
Bisa kita simpulkan, bahwa Fir’aun terlahir untuk menjadi dajjal.  Karena itu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w.751 H) memasukkan Fir’aun  dalam deretan tokoh dajjajilah sepanjang sejarah mewakili simbol  penguasa dzalim (kitab al-Fawa’id,hal:90). Ada dajjal sifat yang selalu  ada di panggung sejarah meramaikan jagad zaman, dan pada saatnya nanti  -’ala qadarillah- akan muncul  dajjal kubra yang menghiasi fenomena fitnah akhir zaman dan menjadi  tanda tibanya hari Qiamat. Sama dengan Fir’aun, Dajjal akhir zaman, juga  kafir. Tanda kekafiran itu, jelas terbaca oleh orang mu’min di  jidatnya. Apa mungkin dia anak cucu Fir’aun, sejarahlah yang akan  menjawabnya, yang jelas bapak-ibunya adalah orang Yahudi, dan watak  aslinya adalah suka melakukan penjungkir-balikan fakta atas nama banyak  kepentingan. (Fathul Bari’, 2/318).
Fir’aun, Gelar Raja Durhaka
Ahli sejarah terpecah dua; ada yang bilang Fir’aun itu nama orang (ismul ‘ajam),  yang lain dan terbanyak mengatakan Fir’aun itu gelar bagi raja yang  lupa daratan. Tapi yang jelas, nama ini pertama kali dipakai oleh Walid  bin Mush’ab bin Rayyan, keturunan Lois bin Sam bin Nuh. (Fajrul ‘Urus  [1/8131]).
Fir’aun Musa adalah Ramses II atau Ramses Akbar, yaitu dinasti yang  ke-19 yang naik tahta pada 1311 SM. Ada yang mengatakan bahwa, Fir’aun  ini juga bernama Maneftah (1224-1214 SM) yang Allah binasakan bersama  700.000 pasukannya di Laut Merah, mayatnya Allah selamatkan, pada waktu  syuruq (matahari terbit), menurut Tafsir Muqatil (Qs. 10:90). Mayatnya  diawetkan dengan pembalseman dalam bentuk mumi yang kini disimpan di  museum Mesir di Kairo dengan berbagai macam hikmah sejarah. Mumi ini  ditemukan pertama kali oleh purba-kalawan Perancis, Loret, di Wadi al-Muluk (lembah raja-raja) Thaba Luxor Mesir pada tahun 1896 M. Pembalutnya dibuka oleh Eliot Smith, seorang purbakalawan Inggris pada tanggal 8 Juli 1907.
Demikianlah, setiap negara atau kepercayaan, punya gelar tersendiri.  Sejauh tidak melampaui koridor wahyu dan amanah kekuasaan, gelar ini  sah-sah saja untuk menun-jukan prestasi atau mendorong semangat juang.  Sejarah kekuasaan mela-porkan, bahwa para penguasa memang doyan dengan  gelar. Terlebih lagi jika gelar ini disematkan langsung oleh rakyat,  disebut-sebut dalam forum terbuka, diperhelatan atau di balai-balai  pertemuan. Bahkan ada gelar pemimpin yang sampai pada taraf kultus atau ghuluw.  Para pemimpin dan tokoh ini merasa senang jika gelar kebesaran atau  kehormatan itu disebut-sebut dalam untaian do’a dengan penghormatan yang  sangat berlebihan.
Tetapi mereka lupa, ketika gelar mengarah pada kultus pada saat  inilah gelar bisa makan tuan. Gelar menyeret pemiliknya pada  kesombongan, sehingga bisa lupa daratan. Fitnah ghuluw (kultus, fanatik) muncul dari pemujaan gelar yang kelewat batas.
Perhatikanlah pesan indah dari Imam as-Syafi’i rahimahullah berikut ini: Berkata Imam as-Syafi’i: “aku  benci orang yang kelewat mengagungkan makhluk, hingga menjadikan  kuburannya (di.sebagai) masjid. Aku kuatirterjadi fitnah atasnya dan  fitnah atas orang sesudahnya.” (Imam An-Nawawi, AI-Majmu’ [5/269]; Al-Umm Imam As-Syafi’i [1/92-93)
Sumber : Buletin Dakwah No. 02  Thn. XXXV  11 Januari 2008
 






 Sabtu, Agustus 13, 2011
Sabtu, Agustus 13, 2011 Administrator
Administrator

 
 
 
 
 
 
