Dahulu kala Mesir merupakan negeri dengan tingkat kebudayaan yang tinggi. Hingga kini peninggalannya masih menakjubkan dan penuh dengan misteri. Sungai Nil membelah daratan Mesir membuat negeri ini subur dengan peradaban yang lebih maju ketimbang negeri lainnya. Fir’aun adalah gelar yang diberikan pada raja yang memimpin negeri itu.
KEMAKMURAN dan tingginya peradaban bangsa Mesir membuat Fir’aun menjadi angkuh dan sewenang-wenang, bahkan Fir’aun menganggap dirinya tuhan yang harus disembah oleh seluruh manusia. Tidak segan-segan Fir’aun menghukum salib bagi rakyat yang menentangnya, seperti tercantum dalam Al Qur’an surat Al Fajr ayat 10 : “Dan kepada Fir’aun yang mempunyai banyak salib”.
Sifat Fir’aun yang kejam dan kasar sangat bertolak belakang dengan sifat istrinya, Asiyah binti Mazaahim. Selain parasnya yang cantik, Asiyah memiliki perangai yang lemah lembut dan menyayangi rakyatnya. Kehidupan Fir’aun dan Asiyah ditemani seorang putrinya dan banyak sekali para punggawa dan pelayan yang setia.
Hingga pada suatu hari ketika putri Fir’aun sedang bersolek, ia memanggil seorang pelayan yang mempunyai tugas menyisir rambutnya. Ketika pelayan sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai. Karena terkejut tanpa di sadari terlepas ucapan dari mulutnya, “Rugilah orang yang ingkar pada Tuhan Alloh!”.
Kalimat itu membuat puteri Fir’aun terhenyak,”Hai! Apa katamu? Tuhanmu adalah ayahku, raja Fir’aun. Mengapa kau sebut-sebut Tuhan Alloh?!”
“Alloh adalah Tuhan saya, Tuhannya baginda Fir’aun dan Tuhannya semesta alam”.
“Jadi kau tidak mau mengakui ayahku sebagai tuhan?”
“Maaf tuan puteri, tapi memang demikian adanya”
“Plaakk!!!” puteri Fir’aun smenampar muka si pelayan,”Kurang ajar! Akan kuadukan pada ayahku!”
Buru-buru puteri Fir’aun keluar kamar dan menemui ayahnya, ia menceritakan kejadian yang baru dia alami.
“Hmm. Benarkah?” Tanya Fir’aun.
“Benar ayah, dia malah menyebut-nyebut Alloh sebagai Tuhan alam semesta”
Fir’aun murka, diperintahkannya dua orang pengawal untuk membawa si pelayan ke hadapannya. Setelah si pelayan menghadap,”Hai pelayan! Kata puteriku kau mengakui tuhan selain aku?”
“Maaf baginda. Tuhanku dan juga Tuhan baginda adalah Alloh. Di seluruh alam ini hanya Alloh lah yang wajib disembah”
Kalimat yang keluar dari mulut pelayan itu membuat telinga Fir’aun memerah. Tak ayal lagi, ia menjebloskan si pelayan ke dalam penjara yang disiapkan bagi orang-orang yang dianggap berbahaya dan mambangkang. Dalam keadaan kaki tangan terikat, si pelayan dilempar ke dalam ruangan yang gelap dan kumuh, lalu sengaja dilepaskan berbagai macam binatang berbisa untuk menambah siksaan.
Berhari-hari si pelayan mendekam di dalam penjara. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka gigitan dan sengatan. Namun ia tetap sabar dan tabah, keimanannya bahkan bertambah tebal. “Tidak sepantasnya aku mengeluh. Apalah artinya siksaan ini dibandingkan dengan siksa Alloh di neraka. Ya Alloh, berilah hamba kekuatan...”
Keteguhan Hati Si Pelayan
SUATU ketika datanglah Fir’aun disertai pengawal menengoknya. Fir’aun berharap dengan beratnya siksaan yang dialami si pelayan maka ia akan kembali setia pada Fir’aun. Tetapi sia-sia, keteguhan hati si pelayan dan cintanya kepada Alloh membuat ia rela menderita di dunia demi kebahagiaan yang kekal di sisi Alloh.
Lagi-lagi Fir’aun berang. Kini ia melakukan berbagai cara untuk menekan si pelayan agar mau kembali setia padanya.
“Pengawal! Cambuk Dia dan bawa anaknya kemari!”
Tak lama kemudian pengawal sudah menggendong dua bocah yang masih lugu dan lucu. Fir’aun hendak menunjukkan kekejamannya terhadap orang-orang yang menentangnya. Salah satu anak si pelayan diikat dan lehernya disandarkan pada batu besar, pedang di tangan Fir’aun telah diletakkan di atas leher si anak.
“Ibuuu!!!” teriak si anak memandangi ibunya berharap agar si ibu menolongnya.
“Ohh, Anakku ...”
Pemandangan yang sangat mengerikan sekaligus mengharukan itu sempat dilihat oleh Asiyah, istri fir’aun.
“Kakanda, bisahkah engkau mengubah hukuman Dia?”
“Jangan ikut campur! Bila tidak tahan keluar dari ruangan ini!”
“Cress!!!” Anak tak berdosa itu tewas oleh pedang Fir’aun. Si pelayan pun menangis demi melihat anaknya dibunuh. Asiyah yang juga menyaksikan kejadian itu tak dapat membendung air matanya. Ia mendekati si pelayan dan mengelus kepalanya,”Tabahkan hatimu....”
Di tengah suasana yang penuh duka, terdengar suara yang hanya bisa didengar oleh si pelayan dan Asiyah, itu adalah suara anak si pelayan yang baru saja dibunuh.
“Ibu, janganlah menangisi kepergianku. Aku telah bahagia di dalam surga. Berbahagialah, ibu akan mendapat pahala yang besar dari Alloh karena ketaqwaan ibu kepada Alloh...” Kemudian suara itu menghilang.
Asiyah yang memperhatikan semua ini dalam hatinya berkata,”Betapa teguh perempuan ini, apa yang diyakininya memang benar. Fir’aun bukanlah tuhan, tapi manusia biasa yang kejam dan licik”
Keyakinan Asiyah pada Alloh
KEESOKAN harinya Fir’aun, Asiyah dan pengawalnya kembali mendatangi si pelayan. Kali ini pengawal menggandeng anak pelayan yang kedua. Sementara kondisi kesehatan Pelayan semakin memburuk akibat luka-lukanya ditambah guncangan jiwa atas kematian anak pertamanya di tangan Fir’aun.
“Hei Pelayan! Nasib anakmu ada ditanganku. Apa kau tetap menyembah kepada Alloh?”
Anak pelayan meronta-ronta di cengkraman Fir’aun,”Ibuu, tolong aku Bu...”
“Apapun yang Baginda lakukan terhadap saya dan anak saya, tidak akan mengubah keyakinan saya”
“Kurang ajar!!!”
“Crass!!!” pedang Fir’aun kembali memengal kepala anak si Pelayan. Seorang anak tak berdosa lagi-lagi menjadi korban kebiadaban Fir’aun. Pelayan tidak dapat berbuat apa-apa, hanya air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata. Hatinya hancur, kedua buah hati yang dicintainya telah dibantai oleh Fir’aun. Mulutnya hanya bisa berkata pelan,’Ya Alloh. Kuatkanlah iman hamba dalam menghadapi cobaan ini ...”
Tiba-tiba terdengar kembali suara yang hanya bisa didengar oleh Pelayan dan Asiyah, itu adalah anak pelayan yang baru saja dibunuh,”Ibu, jangan sedih. Disini aku bahagia. Bersabarlah Bu, Alloh pasti akan menolong Ibu”
Demi mendengar kalimat yang diucapkan anaknya seolah si pelayan telah menemukan obat bagi penderitaannya. Pelayan telah menemukan kedamaian, tubuhnya terkulai lemas dengan mata terpejam. Alloh telah memanggilnya. Derita pelayan itu telah berakhir dania menjumpai kebahagiaan di sorga bersama anak-anaknya.
Sementara Asiyah diam membisu, ia terpana demi melihat kejadian di depan matanya, “Aku yakin Pelayann dan anak-anaknya itu bahagia di dalam lindungan Alloh. Aku yakin kata-kata pelayan itu benar, tidak ada Tuhan selain Alloh,” katanya dalam hati.
“Kakanda Fir’aun. Aku rasa apa yang diyakini pelayan itu benar. Bahwa Alloh adalah Tuhan yang sesungguhnya”
“Istriku, mungkin hatimu sedang guncang. Beristirahatlah!”
“Tidak!! Aku yakin bahwa Tuhan sesunguhnya adalah Alloh”
“Pengawal! Bawa istriku ke kamar. Kurung dia!”
Fir’aun menghukum Asiyah
FIR’AUN menjadi gusar dengan perubahan yang terjadi pada istrinya. Akhirnya Fir’aun memutuskan untuk membahas kerisauannya di hadapan para menterinya. Salah satu menteri berkata,”Menurut hamba, permaisuri baginda adalah wanita yang lembut dan bijaksana.”
Yang lain berkata. “Ratu juga sangat dicintai rakyat.”
“Tapi dia tidak mengakuiku sebagai Tuhan,” potong Fir’aun.
Menteri yang lain berkata,”Apakah kejadiannya memang demikian? Demi kemuliaan Fir’aun, kalau memang demikian Ratu Asiyah harus dilenyapkan, agar keyakinan terhadap Alloh tidak diikuti rakyat.”
“Kalau begitu tangkap Asiyah dan bawa dia ke padang pasir! Siapkan batu besar, aku sendiri yang akan menghukumnya.”
Asiyah pun digiring oleh bebeapa pengawal diikuti Fir’aun dan para menteri menuju padang pasir. Di bawah teriknya matahari Asiyah dibentangkan dengan kaki dan tangan terikat pada tonggak kayu. Sebuah batu besar telah diangkat di atas tubuh Asiyah. Namun tidak sedikitpun terlukis kesedihan di wajahnya.
“Mungkin inilah jalan yang harus Aku lalui demi mendapat kebahagiaan yang kekal di sisi Alloh. Mudah-mudahan cobaan ini dapat menghapus semua dosaku selama hidup bersama fir’aun. Ya Alloh, bangunkanlah untuk hamba sebuah rumah disisiMu dalam surga. Selamatkanlah hamba dari perbuatan Fir’aun dan kaumnya yang dzalim”
Alloh cinta kepada hambanya yang bertaqwa, dikabulkannya permohonan Asiyah. Seketika itu juga Asiyah dapat melihat surga di depan matanya. Asiyah yakin bahwa pemandangan itu adalah rumah akan ia huni di dalam surga. Sehingga tersenyumlah Asiyah dengan penuh kebahagiaan. Sementara Fir’aun dan pengikutnya terheran melihat tingkah Asiyah.
“Hei lihat! Akibat menyembah Alloh dia telah gila! Mau dibunuh malah tersenyum”
“Pengawal! Lakukan!”. “Crass!!!”
Batu besar itu menghantam tubuh Asiyah. Tetapi sebelum batu itu menyentuh kulit Asiyah, terlebih dahulu Alloh telah mengambil ruhnya. Asiyah tidak merasakan penderitaan karena batu itu hanya menghujam jasad yang sudah tak bernyawa.
Ketaqwaan kepada Alloh akan mendapat balasan yang sangat besar dari Alloh. Ruh Asiyah menyusul ruh pelayan dan kedua anaknya ke surga, tempat kesejahteraan, kebahagiaan, ketentraman dan kemuliaan yang kekal*
************
(Sumber QS 66:11, Tafsir Ibnu Katsir)