• Selasa, Februari 02, 2010
  • Administrator


Suasana sejuk dan asri, itulah kesan awal saat memasuki desa Bungah kecamatan Bungah kabupaten Gresik. Di desa yang di kenal sebagai sentra kerajinan rebana ini, terdapat sekitar 40 orang pengrajin rebana, yang rata-rata telah menekuni usahanya secara turun temurun.

Dalam bahasa Jawa, rebana di kenal dengan nama hadrah atau terbang. Sehingga, desa ini juga di kenal dengan nama desa “terbang”.

Sudah bertahun-tahun lamanya, warga desa Bungah menjadikan usaha pembuatan rebana sebagai mata pencaharian. Namun, tak banyak yang tahu, sejarah awal pembuatan rebana di desa ini.

Salah seorang pengrajin rebana adalah Imam Bahri yang telah mempekerjakan 6 orang karyawan di rumahnya. Imam Bahri, mampu memproduksi sekitar 15 sampai 20 buah rebana setiap harinya.

Untuk membuat sebuah rebana, di butuhkan waktu setidaknya 1 bulan lamanya, sejak masih berbentuk bahan baku kayu. Kayu yang paling bagus adalah kayu pohon Nangka. Selain kualitas kayunya bagus, suara yang di hasilkan juga kuat.

Mula-mula, kayu Nangka di potong berbentuk persegi panjang, kemudian di papas hingga berbentuk bundaran bingkai rebana. Selanjutnya, di lakukan proses pelubangan menggunakan dinamo listrik.

Setelah terbentuk sesuai diameter yang di inginkan, bingkai rebana kemudian di simpan selama 1 bulan, agar menjadi kuat dan tak mudah di makan rayap. Setelah kering, bingkai rebana selanjutnya di lubangi di bagian sisi dan di lanjutkan dengan proses penghalusan.

Bahan dasar lain yang juga sangat menentukan kualitas suara adalah kulit kambing. Sampai saat ini, yang terbaik adalah kulit kambing Jawa betina. Selain karena ketebalannya yang rata, seratnya juga lembut hingga mampu mengeluarkan suara yang bagus.

Dalam satu lembar kulit kambing, bagian yang paling bagus untuk bahan rebana adalah bagian tengkuk kambing. Dalam satu lembar kulit kambing, bisa digunakan 4 rebana yang berdiameter 50 centi meter. Untuk rebana besar, hanya cukup untuk satu buah rebana saja. Kulit kambing ini, harus di jemur terlebih dahulu selama sehari penuh. Kayu Nangka dan kulit kambing selanjutnya di padukan melalui proses pengepakan, hingga terbentuk rebana siap jual.

Menurut Imam Bahri, mulai musim Haji hingga bulan Maulid, omset penjualannya naik antara 20 hingga 50 persen, dan akan mencapai puncak pada sa-at peringatan Maulid Nabi. Hal ini terjadi karena banyak tradisi masyarakat yang berlangsung pada bulan-bulan ini dengan menggunakan iringan musik rebana.

Bahri mengaku, kendala utama usahanya adalah sulitnya mendapatkan bahan baku kayu Nangka. Selama ini, bahan kayu Nangka di perolehnya dari sejumlah pemasok asal Tuban dan Lamongan. “Di musim penghujan, kayu Nangka semakin sulit karena truk pengangkut kayu tidak bisa masuk hutan akibat tanah yang becek”. Ujar Imam.

Selain rebana, warga desa Bungah juga memproduksi hampir semua alat musik tabuh yang berbahan dasar kayu dan kulit kambing, seperti Ketak, Jidor, Marwas, Dumpok, Kosida, Kendang, Tempung, Bungo, Mandolin, Tamborin, Bedug, dan lain sebagainya. Namun, yang terbanyak adalah rebana.

Harga rebana sendiri bervariasi antara 35 ribu hingga 350 Ribu Rupiah perbuah. Sedangkan jenis bungo, tempung dan dan tamborin, harganya berkisar antara 375 Ribu hingga 500 Ribu Rupiah berbuah.

Tak hanya itu, rebana Bungah juga sudah tersebar di beberapa negara tetangga, antara lain Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan India. (86)

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive