Renny (23), warga Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) bukanlah seperti cewek kebanyakan. Hobinya tergolong "langka", yakni senang memelihara burung. Tak kalah langka pula jenis piaraanya, yakni sepasang burung enggang yang dalam bahasa lokal disebut kangkareng hitam.
Suasana sedikit berbeda di rumah kakek Renny di bilangan Jl Merdeka Barat, Kota Pontianak, Senin (1/2) sore. Sejumlah aktivis World Wildlife Fund (WWF) Kalbar berkumpul di situ, mengamati sebuah kandang tempat enggang itu bertengger.
Beberapa bulan lalu, Renny membeli sepasang black hornbill itu dari temannya di Kota Singkawang, seharga Rp 350 ribu. Harga itu tergolong amat murah bagi penghobi burung, apalagi untuk jenis yang langka.
Renny tergerak membelinya, melihat sepasang satwa anthracoceros malayanus yang jinak dan menggemaskan ini. Ia pun membuatkan kandang yang lebih luas, sekitar 1 kali 3 meter di rumah kakeknya itu.
"Belakangan, saya sadar, tempat mereka bukan di sini. Saya mencari tahu, kepada siapa burung ini bisa saya serahkan agar suatu saat bisa kembali ke habitatnya," tutur mahasiswa semester sembilan Fakultas Pertanian di sebuah perguruan tinggi negeri ini.
Difasilitasi WWF, Renny menyerahkan sepasang enggang itu untuk disalurkan ke lembaga konservasi. Koordinator bidang Komunikasi WWF Kalbar, Jimmy, menuturkan, burung tersebut dilindungi PP Nomor 7 Tahun 1999.
Jenis burung ini hidup di puncak-puncak pohon dan makanannya berupa buah-buah kayu hutan. Enggang betina memiliki paruh berwarna hitam, sedangkan paruh jantan berwarna putih.
Dua satwa itu pun segera menjadi objek jepretan para fotografer dan kameraman. Terkadang mereka terbang menabrak kawat kandang, tampak seperti ketakutan.
Renny memandangi piaraan yang akan berpisah dengannya, sambil merekam dengan kamera ponsel. Bungsu dari tiga bersaudara ini merelakan kedua enggang itu diserahkan ke lembaga konservasi.
Kepala Seksi Wilayah Singkawang III Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Junaidi, ditemani seorang polisi hutan dan sejumlah staf, muncul di tempat itu. Ia mengatakan, kedua enggang akan dirawat dan dilatih di Sinka Zoo, sampai suatu saat siap dilepas ke alam.
"Saya lihat, enggang ini masih muda. Ketergantungannya pada manusia cukup tinggi. Kami akan latih dan rawat, sehingga nanti siap dilepas ke tempat peredarannya. Kemungkinan habitatnya di daerah Sambas atau Bengkayang," tutur Junaidi.
Di seluruh Kalimantan, ada 14 spesies enggang, dan tujuh di antaranya ada di Kalbar. Satwa bernama latin anthracoceros malayanus ini, menurut Junaidi, masih cukup banyak di alam dan hidup bergerombol.
"Ini bukan jenis enggang gading yang dijadikan maskot Kalbar. Jenis yang ini hidup menggerombol, dan satu kelompok biasanya terdisi atas 5-7 individu. Beda dengan enggang gading yang selalu sendiri-sendiri," jelas Junaidi.
Ibunda Renny, Ani, menuturkan, putri bungsunya itu tak hanya hobi memelihara burung. Beberaja jenis kucing dan kelinci juga menjadi hewan peliharannya.
"Bahkan dia pernah memelihara kuda dan senang menungganginya," kata Ani.
Sumber:kompas.com