Pergaulan kamu di masa remaja bisa saja mengundang rasa debar di dada. Apakah itu? Mungkin saja cinta! Tapi pertanyaannya apakah rasa itu harus diteruskan dengan pacaran? Hum, kayanya tidak melulu seperti itu deh. Masih ada cara yang lebih bagus dan lebih baik daripada membingkai rasa tertarikmu dalam bentuk pacaran.
Bagaimana menolak pacaran dan lebih memilih persahabatan. Persahabatan yang dimaksudpun lebih kepada persahabatan yang islami.
Karena kita orang Islam, maka sebaiknya kita mengikuti aturan pergaulan dalam Islam. Saat seorang lelaki berteman dengan seorang perempuan maka Islam mengatur dengan baik bagaimana seharusnya.
Agar hubungan pertemanan itu tidak menjadi pacaran terselubung, atau bahkan malah teman tapi mesra. Sehingga batas teman itu menjadi jelas, sejelas warna putih di siang hari.
Mengutip Ustdz. Dra. Herlini Amran, MA., Tarbiyah Akhwat. Majalah Al-Izzah Edisi 12 Th.1/Juli 2004 disebutkan bahwa Diantara ketentuan hukum yang berkenaan dengan hubungan terhadap lawan jenis antara lain adalah :
Pertama, Perintah untuk menjaga pandangan. Allah Swt berfirman : Katakanlah kepada laki-laki yang mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Sikap demikian adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS An-Nur : 30-31).
Apapun agenda dakwah yang hendak kita lakukan, pandangan terhadap lawan jenis tetap harus dijaga, bukan berarti kita tidak melihat lawan jenis sama sekali, namun menjaga mata agar tidak saling menatap, sebab tatapan mata yang berlama-lama dapat mempengaruhi perasaan sehingga syaitan sangat leluasa menggoda. Rukhshoh hanya diberikan kepada mereka yang terlibat dalam proses belajar mengajar, transaksi jual beli, memberikan kesaksian, berobat dan saat khitbah.
Kedua, Islam telah memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna. Yakni pakaian yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. (QS Al-Ahzab: 59). Adapun bentuk dan model pakaian tidaklah termasuk urusan ibadah murni tetapi termasuk aspek muamalah yang illat dan ketentuan hukumnya berporos pada maksud dan tujuan syariat (sebagaimana yang diungkapkan Prof. Abdul Halim dalam Tahrirul Mar’ahnya).
Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian asalkan dapat menutup aurat dengan memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan syariat, sesuai dengan kondisi iklim dan pada sisi lain memudahkan wanita bergerak, maka dapat diterima oleh syar’i. Kriteria dan persyaratan itu antara lain menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak dan punggung tangan, longgar, tidak ketat dan tidak transparan, serta serasi dan tidak mencolok.
Ketiga, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan) , kecuali wanita itu disertai mahramnya. Rasulullah Saw bersabda : Tidak dibolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya.
Keempat, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus hendaknya jamaah (komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah kaum pria; begitu juga di dalam masjid, sekolah, dan lain sebagainya. Paling tidak jangan sampai terjadi pembauran (ikhtilat), sekalipun dalam urusan dakwah. Pengaturan dan penjagaan shaf ikhwan dan akhwat baik dalam berdemo atau kegiatan lainnya perlu di tata kembali. Ikhtilat ini sangat banyak terjadi dalam kehidupan bermasyarakat seperti di dalam kendaraan umum, di pasar, dllnya. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan hal seperti ini dikategorikan sebagai bentuk dhorurat, selama kita memang belum mampu mengubahnya, namun apabila kita bisa mengaturnya, maka hukum dharurat tidak berlaku lagi.
Demikian antara lain sebagian kecil dari sekian banyak rambu-rambu yang telah diatur Islam dalam pergaulan. Dakwah sudah menyebar, pergaulan sudah semakin luas, namun kita sebagai kader dakwah hendaknya tetap menjaga asholah dakwah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.