Penetapan batik sebagai budaya Indonesia oleh Unesco ternyata melahirkan banyak kreasi baru berbahan kain asli indonesia. Salah satunya, seperti dilakukan oleh Indro warga kawasan Pucangsawit, Solo, Jawa Tengah, yang berhasil memproduksi gitar batik. Karena dianggap unik, kreasi ini langsung disambut antusias masyarakat, sehingga, tak kurang dari 50 buah gitar batik setiap bulannya harus dibuat untuk memenuhi pesanan dari berbagai kota di tanah air.
Awalnya, hanya di pameran-pameran kerajinan seperti inilah, kreasi gitar batik mulai diperkenalkan kepada masyarakat umum. Karena dianggap unik, setiap kali dipajang, gitar batik ternyata langsung menarik perhatian warga, terutama para pengunjung pameran.
Secara fisik, gitar ini memang tidak berbeda dengan kebanyakan gitar lainnya. Namun, balutan kain batik khas solo di hampir semua bagiannya, menjadikan gitar ini tampil lebih menarik dan bernuansa khas indonesia.
Demam penetapan batik sebagai hasil budaya Indonesia mampu mendorong Indro untuk kembali menggali dan merealisasikan ide lamanya. Awalnya, hanya untuk ikut memeriahkan penetapan tersebut dan mensosialisasikan batik kepada masyarakat umum, terutama kalangan generasi muda.
Sambutan masyarakat terhadap kreasinya tersebut ternyata sangat luar biasa, sehingga, pesanan justru terus berdatangan. Tak hanya dari dalam kota, namun juga dari berbagai kota di tanah air.
Dalam sebulan, setidaknya, 50 gitar batik harus dibuatnya untuk memenuhi pesanan tersebut. Karenanya Indro yang hanya lulusan sebuah SMU kini telah mempekerjakan lebih dari 20 karyawan .satu gitar batik biasanya dijual dengan harga antara 250 hingga 350 Ribu Rupiah.
Pembuatan gitar batik ini sebenarnya tidak banyak berbeda dengan gitar biasa. Perbedaannya, hanya pada bagian finishing atau penyelesaian gitar tersebut. Jika gitar biasa hanya dicat pada finishingnya, namun, pada gitar batik, finishing dilakukan dengan membalut gitar dengan kain batik.
Meski terlihat mudah, pembalutan ini ternyata memerlukan keahlian tersendiri, karena, proses penempelan lem hanya bisa dilakukan satu kali atau tidak bisa diulang. Karenanya, jika tidak hati-hati, kain batik akan rusak dan tidak bisa dipakai lagi.
Indro mengaku, kerajinan gitar ini sebenarnya sudah dijalaninya secara turun temurun. Berbagai pasang surut pun dialaminya, termasuk terpaan krisis ekonomi yang membuat omset penjualan gitar hasil kerajinannya terus menurun. “Alhamdulillah, hingga kini masih bias bertahan dan mampu melanjutkan warisan orang tua”, ujarnya.
Namun, berkat kreasinya berupa gitar batik ini, omset penjualannya pun sedikit demi sedikit terdongkrak kembali. Dengan begitu, bapak berusia 38 tahun tersebut tidak lagi merasa kesulitan untuk menghidupi 20 karyawannya.