Batik labako merupakan batik dengan ciri khas bermotif daun tembakau, batik tulis khas kabupaten Jember Jawa Timur yang sebelumnya sempat menghilang, kini sudah mulai diminati lagi pasca pengakuan Unesco. Setelah batik ditetapkan PBB sebagai warisan budaya bangsa Indonesia, permintaan batik khas masyarakat Jember ini tak terbendung. Bahkan para perajin terpaksa menolak pesanan karena terbatasnya stok.
Mawardi, salah seorang perajin batik tulis di Desa Sumberpakem Kecamatan Sumberjambe menuturkan, usahanya ini kini kembali bisa bernafas lega setelah beberapa tahun sebelumnya sempat mati suri.
Padahal order sebelumnya sangat sulit didapat. Bahkan sejumlah perajin batik lainnya, terpaksa gulung tikar karena seretnya pesanan. Namun karena tak ada pilihan lain, disamping karena usaha ini merupakan warisan nenek moyangnya, ia tetap berusaha eksis meski dengan situasi yang serba sulit.
Kerajinan batik ini merupakan warisan keluarga. Mawardi mengaku sebagai generasi ketiga yang melanjutkan usaha keluarganya. Tapi sebelumnya tak ada motif batik khas yang dikenalkan.
Baru tahun 1999, disaat Mawardi menerima estafet usaha, ia mulai mengenalkan motif daun tembakau, tanaman khas rakyat Jember. Tembakau merupakan tanaman rakyat di kabupaten Jember, para perajin menjadikan daun tembakau sebagai ciri khas batik tulis yang diproduksinya untuk tetap berdiri pada kar budaya. Selanjutnya batik ini di sebut batik labako yang artinya mengolah daun tembakau.
Kerja keras Mawardi pun membuahkan hasil positif. Meski pesanan seret tetap berproduksi, , hasilnya, disaat perajin batik lainnya gulung tikar, usahanya tetap eksis.
Bahkan ia mengaku bisa membiayai hidup dan pendidikan kedua anaknya hingga ke perguruan tinggi. Selain itu, keenam karyawannyapun tidak kehilangan pekerjaan.
Tapi kini situasinya berbalik 180 derajat. Pesanan terus datang mengalir, namun karena terbatasnya modal, terpaksa sejumlah permintaan ditolaknya.
Pesanan terutama datang dari kantor pemerintah dan perusahaan swasta, selain dari permintaan masyarakat perorangan.
Untuk menjaga orisinalitas dan kualitas batik tulis labako ini, Mawardi telah mematenkan batik labako ini atas nama dirinya. “Hal ini di lakukan agar persaingan bisnis batik kedepan bisa berjalan dengan fair”, ujarnya.
Ditengah banjirnya produk batik printing, ia mengaku tetap akan berupaya berada di jalur batik tulis. Pasalnya, meski memerlukan waktu yang lama untuk proses pembuatan, namun hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan ciri khas batik labako miliknya.
Kini dengan rata-rata setiap minggunya bisa menjual tiga puluh potong batik. Dengan harga rata-rata 85 sd 100 Ribu Rupiah perpotong untuk bahan katun dan 200 sd 250 Ribu Rupiah per potong yang berbahan sutera, ia bisa mendapatkan omset 3 sd 7,5 Juta Rupiah per minggu dengan keuntungan bersih rata-rata 1 Juta Rupiah Rupiah per minggu.
Semakin dikenalnya batik labako sebagai batik khas Jember, permintaan datang tidak hanya dari dalam kabupaten Jember saja, tapi dari kota-kota lain di Indonesia.(86)