PSK Dikenakan Pajak? Dengan kata lain, bisnis "Lendir" tersebut dinyatakan "Legal" dong. Dan yang pasti Majelis Ulama Indonesia Kota Batam menolak pengenaan pajak daerah terhadap jasa pekerja seks komersial (PSK) untuk menambah pendapatan asli daerah.
"Pengenaan pajak seperti itu terkesan melegalkan PSK. Tentu saja kami menolak dengan tegas," kata Ketua MUI Batam Usman Ahmad di Batam, Selasa (16/2/2010).
Ia mengatakan, meskipun mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) hingga Rp 6 miliar per tahun, pajak PSK tidak baik untuk masyarakat.
"Dengan alasan apa pun, ulama menolak pemberlakuan pajak, yang kemudian uangnya digunakan untuk masyarakat," kata dia.
Hal senada dikatakan Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Kepulauan Riau (Kepri) Chablullah Wibisono, yang mengatakan, pemberlakuan pajak sama saja dengan melegalkan prostitusi.
"Karena bentuk jasa ilegal, maka uang yang dihasilkan juga ilegal," katanya.
Pengenaan pajak daerah terhadap PSK juga bertentangan dengan semangat Batam Bandar Dunia Madani. "Itu tidak sesuai dengan Bandar Dunia Madani. Jadi, tidak seharusnya pajaknya kita ambil," kata dia.
Namun, jika Pemerintah Kota Batam mengenakan pajak daerah terhadap jasa yang berada di sekitar kawasan prostitusi, itu tidak apa-apa.
"Misalnya pajak kepada restoran, hotel, taksi, dan ojek yang berusaha di sekitar kawasan, maka itu tidak apa-apa," kata dia.
Di tempat terpisah, anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Riki Syolihin, mengatakan, jika pemakai jasa PSK dikenakan pajak 10 persen, Batam bisa meraup PAD sekitar Rp 6,4 miliar tiap tahun.
Ia menjabarkan, Teluk Pandan memiliki 40 bar yang masing-masing memiliki 30 PSK. "Jika nilai pajak Rp 150.000, dikalikan 1.200 PSK, kali 30 hari kali 12 bulan, PAD yang bisa didapat Rp 6,4 miliar," kata dia.
Ia mengatakan, hasil retribusi akan dipergunakan untuk memperbaiki fasilitas umum yang berada di kawasan prostitusi.
[kompas.com]