13142061202102922069



Anda pernah membaca tulisan saya di KOMPASIANA yang berjudul Siapakah Pengganti Yudhoyono?, tulisan tersebut saya posting pada 11 April 2011, Artikel itu membahas kemungkinan-kemungkinan yang terjadi setelah Pemerintahan Yudhoyono nanti.
Salah satu paragraf yang ada disana saya menuliskan soal akhiran NO dalam nama seorang Presiden di Indonesia, Presiden yang berakhiran ‘NO’ akan lebih cendrung menjadi raja ketimbang presiden, akhirnya mereka berharap menjadi presiden selamanya hingga meninggal, di masa Soekarno hal ini sempat tercetus untuk menjadi Presiden seumur hidup dan di masa Yudhoyono pun sempat terungkap hal yang sama dengan isu menambah waktu masa kerja presiden satu periode lagi, untungnya UU Politik yang dibuat masa Reformasi dapat membatasi masa jabatan presiden hanya 2 kali saja, jika tidak ada kemungkinan Yudhoyono akan menambah masa kerjanya beberapa periode lagi.
Sayangnya pemerintahan yang dipimpin oleh NO-TO-NO-TO. Sampai kapanpun tidak membuat bangsa ini maju. Mengapa? mungkin itu pertanyaan Anda. Saya akan jelaskan sedikit sebelum ke pokok pembasan utama saya nanti, Presiden yg namanya berakhiran ‘NO’ akan lebih cendrung mengedepankan Nasionalisme, Harga diri pribadi, Harga diri bangsa dimata internasional, persatuan dan kesatuan bangsa dan Pencitraan diri. Ohya satu lagi, kemampuan mereka ada pada Seni Retorika yang mempengaruhi kepemimpinan mereka, bagaiman Soekarno dicintai rakyat dengan pidato-pidatonya begitu cerita nenek saya, lalu bagaimana dengan Yudhoyono ? Yudhoyono memiliki kharismatik yang tinggi saat berpidato plus fisik besar tinggi menjadi pujaan ibu-ibu di Indonesia, Perlu pembaca ketahui konfrontasi RI-MALAYSIA terjadi dimasa 2 presiden ini, dengan satu tujuan membela harga diri Bangsa dan Pencitraan diri.
1314206273181951008

Baiklah, saya tidak akan membahas lagi soal Presiden yang namanya berakhiran “NO” , Karena walaupun sederhana sudah saya tulis di Artikel sebelumnya. Kali ini saya mencoba menganalisis soal mengapa Yudhoyono “tidak tegas” terhadap “penjahat” di Negeri ini yang sering kita sebut KORUPTOR?. Begitu banyak kasus korupsi di peti eskan, KPK dibentuk hanya sebagai alat politik pencitraan diri bahkan berkali-kali di kriminalisasi, perlu pemahaman yang kuat bahwa Politik di Indonesia itu dibangun diatas Materialisme atau sederhanya adalah UANG, hampir dipastikan ketua-ketua Partai terpilih di Partai-Partai besar adalah orang yang memiliki uang banyak, jika Anas memenangkan kursi Ketua Umum Partai Demokrat itu pun UANG walaupun Anas tidak memiliki uang, tetapi yang mengharapkan Anas menang dari Andy Malaranggeng adalah orang-orang yang punya uang, maka muncullah “Sinetron” yang berjudul Nazarudin.
Lalu apa kaitannya dengan tidak tegasnya Yudhoyono terhadap Penjahat bernama Koruptor itu dengan UANG? Wah, sangat erat sekali, karena Uang adalah mesin Politik yang paling jitu maka siapakah yang mampu melawannya, la wong yang Koruptor itu yang punya uang banyak kok, apakah itu Gayus, Apakah Nazarudin dan masih banyak lagi yang masih berkeliaran tidak ketahuan diluar sana.
Sikap tegas kepada Koruptor yang notabene memiliki uang banyak tersebut  bisa dapat membuat “masalah” baru bagi pemerintahan siapapun jika sistem Pemerintahanya  dibangun dengan sistem materialisme tersebut, segalanya diukur dengan uang, apapun uang, rupiah menguat saat pemilihan-pemilihan, apakah itu pemilihan legistif, Pemelihan Presiden, Pemilihan Ketua Partai, Pemilihan apapun yakinlah bahwa UANG dipastikan ikut “BERMAIN” di dalamnya.
1314206381405539530
Lawan Korupsi, Jangan Melempem
Maka, langkah yang paling aman bagi Yudhoyono adalah berpura-pura tegas kepada orang-orang yang sudah ketahuan menjadi Koruptor, padahal dibelakanngnya kemungkinan sudah terjadi perjanjian akan “melindungi” mereka dari jeratan hukum, Sandiwara seperti ini sudah berlangsung sejak lama, Berpidato dihadapan rakyat bersuara membela kepentingan rakyat demi membangun sebuah CITRA seolah-olah Berpihak  kepada rakyat, tetapi sejatinya adalah “melindungi” penjahat-penjahat itu dari hukum. Mengapa? Karena penjahat-penjahat itu punya UANG, yang bisa membayar apapun dan siapapun, sehingga kekhawatiran tidak terpilih lagi dalam pencalonan berikutnya apakah dirinya, istrinya, anaknya, koleganya atau siapapun yang dia percaya untuk meneruskan “dinasti”nya. Kekhawatiran inilah yang membuat siapapun penguasanya akan “melindungi” Koruptor-koruptor tersebut.
Anda masih ingat dengan Presiden Soekarno? Dalam sebuah majalah usang tahun 70-an koleksi perpustakaan Pribadi saya, saya menemukan sebuah wawancara antara Soekarno dengan wartawan sebuah majalah. Wartawan itu bertanya “Pak Presiden, Mengapa Anda melindungi Komunis?” Anda tahu jawaban Soekarno Apa? Jawaban SOEKARNO adalah “APAKAH SAYA SALAH MELINDUNGI WARGA NEGARA SAYA YANG MEMINTA PERLINDUNGAN DARI SAYA SEBAGAI KEPALA NEGARA”.
Jika Anda bertanya Kepada Presiden Yudhoyono “Pak Presiden, Mengapa Anda Melindungi Koruptor? Sehingga Anda Ngebela-belain membalas Surat Sang Koruptor Nazarudin sebagai contohnya?, yakinlah, sebagai Presiden yang namanya sama-sama berakhiran ‘NO’ seperti halnya Presiden Soekarno, maka Jawaban Presiden Yudhoyono adalah sama “APAKAH SAYA SALAH MELINDUNGI WARGA NEGARA SAYA YANG MEMINTA PERLINDUNGAN DARI SAYA SEBAGAI KEPALA NEGARA.
1314206637520148828
Perjuangan Belum Usai Bung, MERDEKA!
Nazarudin meminta perlindungan, maka Presiden merasa perlu melindunginya sebagai kepala Negara Republik ini, walaupun sebenarnya lebih kepada kepentingan yang sudah saya diuraikan diatas, yakni  Kepentingan untuk kelanjutan dinasti yang dipasok dari uang yang dimiliki banyak Koruptor dan pengusaha-pengusaha yang ada dibelakang koruptor tersebut.
Masih adakah Harapan Untuk Kita Maju? Semoga….

BTemplates.com

Categories

Kamera CCTV Palembang

Popular Posts

Blog Archive